Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tambang Melimpah Rakyat Sengsara


Topswara.com -- Polisi tengah mendalami keterlibatan oknum kepala desa (Kades) di balik penambangan emas ilegal yang menyebabkan sungai keruh di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). 

Pasalnya, menurut pengakuan tersangka yang baru saja tertangkap dalam penggerebekan baru-baru ini, terungkap bahwa kegiatan mereka sudah diketahui kades setempat. 

Bahkan diakuinya juga telah memberikan setoran kepada oknum kades sebesar Rp500 ribu per bulan selama tiga bulan menambang. 

"Soal (setoran ke kades) itu akan kita dalami lagi, masuk desa mana, yang jelas dalam wilayah Kecamatan Karang Jaya," kata Kasat Reskrim Polres Musi Rawas Utara, AKP Dedi Rahmad Hidayat, Jumat (8/10/2021).

Camat Karang Jaya, Fuad mengatakan baru mengetahui informasi terkait dugaan adanya setoran dari penambang emas ilegal kepada pemerintah desa. 

Menurut Fuad, dirinya juga baru menduduki jabatan sebagai Camat Karang Jaya sehingga belum mempelajari lebih dalam masalah tambang emas rakyat tersebut.

"Kami dari pihak kecamatan belum tahu itu, kami baru tahu dari teman-teman wartawan inilah. Kebetulan saya juga baru duduk di (jabatan) ini, nanti saya pelajari lagi," katanya. 

Fuad memang berencana akan turun ke setiap desa guna sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan penambangan emas secara ilegal. 

Menurut dia, aktivitas penambangan emas liar tersebut memang sudah sangat meresahkan masyarakat karena menyebabkan air sungai menjadi keruh.

Terkait dugaan ada setoran dari penambang emas ilegal kepada pemerintah desa, Fuad menyerahkan permasalahan tersebut kepada aparat penegak hukum.

"Kalau memang itu benar-benar ada, dan melanggar hukum silakan aparat penegak hukum bertindak," katanya.(Tribunsulsel.com, )

Sumber daya alam adalah berupa anugerah yang Allah berikan kepada manusia. Semestinya digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk segelintir orang, bukan pula untuk dimiliki satu individu yang hanya memanfaatkannya untuk memenuhi kantong-kantong mereka yang tamak dan rakus. Sehingga menyisakan penderitaan bagi rakyat dan kerugian pada negara.

Alih-alih mengelola atas nama rakyat dan dikembalikan baik dalam bentuk natura atau jasa. Yang ada dimanfaatkan sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang telah kehilangan hati nurani. Sekali lagi, kapitalisme membuktikan siapa teman siapa lawan. Tidak ada yang abadi kecuali kepentingan.

Jauh berbeda dengan kebijakan dalam daulah Islam. Islam menjelaskan bahwa tugas negara adalah meriayah alias mengurusi urusan umat, bukan sebagai regulator atau bahkan pengasong kekayaan masyarakat. Sehingga, negara akan berusaha memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Rakyat akan menjadi prioritas utama, sehingga negara tidak akan mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan atau mengambil hak-hak rakyat. Kalaupun ada pertambangan, akan diperhatikan bagaimana dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat.

Islam juga mengatur bagaimana cara mengelola sumber daya alam (SDA). Dalam sebuah hadis dikatakan, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan, api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Maknanya, seluruh SDA adalah milik kaum Muslim. Pemanfaatannya harus digunakan untuk keperluan masyarakat, bukan kepentingan individu. Oleh karena itu, negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan mengenai privatisasi SDA.

Dalam proses penambangan, Islam juga telah memberikan aturan yang khas. Penambangan boleh dilakukan asalkan tidak merusak lingkungan, masyarakat. Bukan pula untuk kepentingan pribadi atau dijual kepada asing. Sehingga, negara tetap memiliki kedaulatan yang kuat di hadapan asing. Kalaupun ada pekerja asing, hanya sebatas perjanjian kerja yang digaji.

Jika Islam telah terbukti dalam 13 Abad mengapa masih bertahan pada kapitalisme ? 
Ayo bersama kita terapkan Islam dalam bingkai daulah islamiah, supaya masyarakat dapat hidup tentram dan sejahtera.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Lili Suryani
(Pengemban Dakwah Ideologis Lubuklinggau)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar