Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kadang Bercanda itu Perlu


Topswara.com -- Sesungguhnya tersenyum, tertawa dan menangis adalah fitrah, yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT kepada umat manusia. sebagaimana firman Allah SWT:

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ

“Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43)

Oleh karena itulah, hidup itu memang terkadang kudu harus serius. Namun, hidup itu pun jangan terlalu kaku dan garing. Terkadang hidup itu pun harus diselingi dengan canda, guyon, dan tawa. Atau sesekali ya kadang kudu humorlah, biar cair suasana dan biar bikin rileks hidup itu.

Begitu pula, dalam dakwah pun sesekali ya perlu kiranya jua diselingi dengan bumbu gurih canda, guyon, dan tawa atau humor tersebut. Untuk mencairkan suasana agar tidak terlalu tegang, dan juga biar dakwahnya tidak kaku, tidak monoton, tidak garing dan tidak membosankan. 

Yang penting canda, guyon, dan tawa atau humor itu tetap beradab, cerdas dan tidak melampau batas serta tidak menyelisihi akidah Islam dan Syariah Islam. Dan tentunya pula lihat sikonnya atau situasi dan kondisinya, jangan asal dan jangan sembarangan pula canda dan tawa atau humor tersebut.

Maka, kiranya canda, guyon, dan tawa atau pun humor itu haruslah yang cerdas, mendidik, beradab dan tentunya yang paling utama sesuai Akidah Islam dan Syariah Islam, tidak semata-mata menghibur saja. Serta juga tetap dilihat situasi dan kondisinya.

Dulu Rasulullah SAW dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum pun hidupnya tidaklah kaku dan tidaklah pula garing. Mereka selain sangat serius, namun juga mereka humoris dan sangatlah cair.

Terkadang hidup Rasulullah SAW dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum pun diselingi dengan canda, guyon, dan tawa atau humor. Tentu canda, guyon, dan dan tawa atau pun humor mereka sangatlah cerdas, mendidik, beradab dan sesuai Akidah Islam dan Syariah Islam, serta tentunya pula menghibur yang syar'i.

Meskipun Rasulullah Saw dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum adalah orang-orang yang sangat serius dalam hidup mereka, khususnya dalam iman, ibadah, dakwah dan jihad fisabilillah. Namun, juga terkadang mereka selingi hidup mereka itu dengan suka canda, guyon dan tawa atau pun humor tersebut.

Seperti, dikisahkan dalam riwayat salah-satu Hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, bahwa suatu hari Rasulullah SAW sedang makan kurma bersama Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dalam satu ruangan.

Dimana, kebiasaan zaman dahulu, ketika makan kurma, maka akan menaruh bijinya tidak jauh dari samping tempat duduknya.

Pada saat itu, Rasulullah SAW memakan satu biji kurma dan meletakkan biji kurma tersebut di pinggir tidak jauh dari wadah kurma dekat dengan tempat duduknya. Sementara Ali bin Abi Thalib ra, memakan kurma dengan banyak sekali sehingga bijinya tidak terhitung.

Lantas saja seketika itu muncul keisengan dan canda atau humor Ali bin Abi Thalib ra. Ia menaruh biji-biji kurma, bekas kurma yang sudah dimakannya dipinggir samping dekat dengan Rasulullah SAW. Sehingga di samping Ali bin Abi Thalib ra tidak terlihat satu pun biji kurma tersebut.

Lalu, Ali bin Abi Thalib ra berkata kepada Rasulullah, “Ya Nabi, engkau memakan kurma banyak sekali. Lihatlah biji-biji kurma itu banyak ada di samping engkau. Sedang aku belum memakannya sama sekali.”

Mendengar candaan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, maka lantas Nabi Muhammad SAW menjawabnya sambil tertawa dan bercanda, “Wahai Ali, kamulah yang telah memakan kurma lebih banyak dariku. Kamu makan kurma bersama biji-bijinya, sedangkan aku hanya memakan kurmanya saja.”

Akhirnya Rasulullah Saw dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra pun tertawa setelah peristiwa itu terjadi. Mereka bercanda sebagaimana manusia lain bercanda. Oleh karena itu, bercanda itu hukumnya mubah (boleh).

Tentunya, canda dan tawa atau humor yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ataupun Sahabatnya tersebut tidak sampai menimbulkan tertawa yang terbahak-bahak dan jingkrak-jingkrak, dan tidak menimbulkan gangguan dan mudharat bagi orang lain.

Bercanda, guyon, dan tertawa atau humor yang dilakukan oleh mereka juga tidak melampaui batas, dan tidak pula dilakukan ketika datangnya waktu ibadah, serta pula tidak menyelisihi akidah dan Syariah, dan sesuai situasi dan kondisinya.

Dalam riwayat lain juga pernah diriwayatkan dari Anas Ra, seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah SAW agar dibawa serta di atas tunggangannya, lalu Beliau SAW bersabda: 

أَنَا حَامِلُكَ عَلَى وَلَدِ نَاقَةٍ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ نَاقَةٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَهَلْ تَلِدُ الْإِبِلَ إِلَّا النُّوقُ 

“Aku akan membawamu dengan anak unta.” Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah! Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Beliau Saw menjawab, “Apakah ada unta yang tidak dilahirkan oleh unta betina.” (HR. Ahmad, no. 13817; Abu Daud, no. 4998 dan At-Tirmidzi, no.1991)

Dalam riwayat hadits yang lain dalam Sunan Abu Daud, Rasulullah SAW pun pernah bercanda dengan isteri beliau, seperti diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ، أَوْ خَيْبَرَ وَفِي سَهْوَتِهَا سِتْرٌ، فَهَبَّتْ رِيحٌ فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ، فَقَالَ: مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟ قَالَتْ: بَنَاتِي، وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ، فَقَالَ: مَا هَذَا الَّذِي أَرَى وَسْطَهُنَّ؟ قَالَتْ: فَرَسٌ، قَالَ: «وَمَا هَذَا الَّذِي عَلَيْهِ؟» قَالَتْ: جَنَاحَانِ، قَالَ: فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ؟ قَالَتْ: أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلًا لَهَا أَجْنِحَةٌ؟ قَالَتْ: فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ

“Suatu hari Rasulullah SAW tiba dari perang Tabuk atau Khaibar, sementara kamar Aisyah ditutup dengan satir. Ketika ada angin yang bertiup, satir itu tersingkap hingga boneka Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, ‘Wahai Aisyah, ini apa?’ Aisyah menjawab, ‘Anak-anakku’. Lalu beliau juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, ‘Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?’ Aisyah menjawab, ‘Boneka Kuda’. Beliau bertanya lagi, ‘Lalu apa yang ada di bagian atasnya?’ Aisyah menjawab, ‘Dua sayap’. Beliau bertanya lagi, ‘Kuda mempunyai dua sayap?’ Aisyah menjawab, ‘Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang punya banyak sayap?’ Maka Beliau pun tertawa hingga aku dapat melihat giginya.” (HR. Abu Daud No. 4932)

Juga dalam riwayat lain, diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, dia berkata:

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا؟ قَالَ: نَعَمْ غَيْرَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا 

Para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau mencadai kami.” Beliau Saw bersabda, “Betul, akan tetapi saya tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar saja." (HR. At-Tirmidzi, no. 1913)

Dalam riwayat yang lain pun dikisahkan para Sahabat suka bercanda, humor dan tertawa serta disaksikan oleh Rasulullah SAW hingga Rasulullah SAW pun tersenyum. Sebagaimana diriwayatkan dari Simak bin Harb, ia berkata:

قُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ: أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ كَثِيرًا، كَانَ لَا يَقُومُ مِنْ مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ الصُّبْحَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتْ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ، فَيَأْخُذُونَ فِي أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, ‘Pernahkah kamu duduk bersama Rasulullah Saw?’ Jawab Jabir, ‘Bahkan sering. Beliau biasanya belum berdiri dari tempat shalat (di mana beliau shalat) Subuh, sebelum terbit matahari. Apabila matahari telah terbit barulah beliau berdiri. Selama duduk-duduk itu, para sahabat ada yang bercakap-cakap membicarakan masa jahiliah mereka, lalu mereka tertawa, sedangkan beliau Saw hanya tersenyum.”(HR. Muslim No. 2322)

Dalam Syarh as-Sunnah Li al-Baghwi diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata:

سُئِلَ ابْنُ عُمَرَ، هَلْ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضْحَكُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَالإِيمَانُ فِي قُلُوبِهِمْ أَعْظَمُ مِنَ الْجَبَلِ

“Ditanyakan kepada Ibnu Umar, ‘Apakah para sahabat Rasulullah Saw dahulu tertawa?’ Ibnu Umar menjawab, ‘Iya, mereka tertawa, dan iman di dalam hati-hati mereka lebih besar daripada gunung’.” (Syarh as-Sunnah Li al-Baghawi No. 3351 [12/318])

Jadi, bercanda, guyon atau humor dan tertawa tersebut, ya sekali lagi hukumnya boleh-boleh saja, asalkan tidak dilakukan terus-menerus dan juga tidak kebablasan melampaui batas dan tidak melanggar Syariah serta tidak su'ul adab. Jadi, yang sewajarnyalah saja sesuai tuntutan dan tuntunan Syariah. 

Sebab, juga terlalu banyak dan terlalu sering bercanda, guyon, humor dan tertawa hingga melampaui batas dan melanggar Syariah akan membuat keras hati bahkan bisa mematikan hati. Hingga hati sulit menerima kebenaran dan tersentuh dengan kebaikan dan kelembutan.

Kiranya nasihat Rasulullah SAW perihal batasan canda, guyon, dan tawa atau pun humor ini pun sangat perlu kita renungkan dan kita camkan baik-baik dalam benak pikiran kita serta dalam hati sanubari kita. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda beliau SAW:

وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ

“Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi, 2/50)

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Abu Daud, No. 4990)

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ في رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ في وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ في أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku memberikan jaminan istana di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun ia sedang bercanda. Aku memberikan jaminan istana di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Daud No. 4800)

Maka, janganlah seperti kebanyakan pelawak atau komedian, dan komika stand-up comedy serta selebritis atau artis dan konten kreator medsos yang seringkali kebablasan dan melampaui batas dalam bercanda, bergurau, guyon dan tertawa atau humor tersebut dengan disertai hoax (bohong/dusta), mencela fisik orang, ngeprank dan su’ul adab.

Bahkan, terkadang seringkali diantara mereka ada yang sampai-sampai Tuhannya dan Nabinya serta ajaran agamanya sendiri berani mereka perolok-olok dibuat bahan candaan, lucu-lucuan dan dinista, demi konten yang viral dan demi membuat orang tertawa terbahak-bahak serta demi memperoleh sebanyak-banyaknya followers, materi dan popularitas.

Jadi, bercanda, bergurau, guyon atau pun berhumorlah yang cerdas, beradab dan tetap syar’i. Jangan sampai kebablasan dan melanggar Syariah, serta jangan sampai melampaui batas dan su’ul adab. Tetap semangat dan tetaplah tersenyum, smile. Barakallahu fikum wa ma'an najah. Good luck.

Wallahu a'lam bish shawab. []

Oleh: Zakariya Al-Bantany 
(Cendekiawan Muslim)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar