Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sejarah Disaring Supaya Gaungnya Tak Nyaring


Topswara.com -- Daulah Islam di abad pertengahan merupakan imperium besar yang menguasai tak kurang dari separuh dunia. Peradabannya yang maju membuat ia tersohor baik dari bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, bahkan politik. Islam sebagai ideologi juga menyebarkan dan memperluas wilayah sehingga bertambah cakupan kekuasaannya ke seluruh dunia. Islam dengan syariatnya dipandang dan dijunjung tinggi serta berpengaruh terhadap aktivitas dunia, tak terkecuali, Indonesia.

Kekhilafahan Islam telah sampai ke negeri ini jauh sebelum bernama Indonesia. Atas dasar permintaan, Kesultanan Banten, Mataram, dan Makasar bergabung dengan daulah Islam pada abad ke-16. Hal ini juga dilatarbelakangi datangnya bangsa Belanda ke nusantara dengan dalih mengambil rempah-rempah yang melimpah.

Namun bila hanya rempah-rempah, apa yang membuat para raja, pangeran, dan petinggi negeri saat itu turun tangan? Patut di duga ada tujuan yang lebih besar untuk diperjuangkan dari, bukan sekadar mencari rempah-rempah untuk. Ya, agama, dengan semboyan gold, gospel, glory orang-orang asing berbondong datang ke negeri ini. Hal Inilah yang menjadikan nusantara akhirnya bersatu untuk mengusir mereka. Islam yang menjadi akidah menuntut persatuan melawan penjajahan Belanda.

Tak dapat dipungkiri bahwa sejarah Indonesia erat kaitannya dengan kekhilafahan. Namun usaha kekhilafahan yang membantu melawan Belanda  justru digagalkan oleh sekutu yang memohon bantuan pada negara kafir.

Banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara kesultanan di nusantara zaman dulu dengan daulah Turki Utsmani. Surat-surat yang berisikan permohonan bergabung, permintaan bantuan, hingga pemutusan pendapat menjadi saksi sejarah yang tak terbantahkan.

Rumah salah satu konsulat kiriman Khalifah Abdul Hamid II juga masih berdiri dan kini menjadi museum tekstil. Ada juga medali yang dikirim Khalifah Utsmani untuk Sultan Toha sebagai bentuk penghargaan yang disimpan di Museum Siginjai Jambi.

Lantas kemana semua sejarah itu selama ini? Kenapa tak pernah ada dalam mata pelajaran di sekolah? Ya inilah yang terjadi sekarang. Sejarah disembunyikan. Sejarah disaring dari hal-hal yang mampu membangkitkan umat. Tak boleh ada sedikitpun informasi tentang Islam yang dapat membangkitkan umatnya untuk mengembalikan kejayaan. Karena hal itu akan membuat sejarah kembali terulang. Sementara kaum Barat tak ingin Islam bangkit lagi. Maka mereka mengubur dan mengaburkan sejarah, serta menyederhanakannya agar sesuai dengan tujuan dan kepentingan mereka.

Apa yang terjadi jika bangsa Indonesia tahu bahwa khilafah pernah menjadi bagian dari sejarah mereka? Tentu respon dan reaksi mereka terhadap ajaran khilafah tak seperti sekarang, dimana ajaran  khilafah dibenci, pengembannya di cap teroris, radikal, anti pancasila, dan lain sebagainya.

Semua itu disebabkan oleh ketakutan yang dirancang oleh pihak-pihak yang memang tak ingin Islam bangkit. Bagaimana mungkin seseorang tanpa alasan jelas menolak sejarah yang baik-baik tentang hubungan negeri ini dengan daulah? Kecuali ada aktor yang melatarbelakangi semua itu.

Maka mari kita luruskan sejarah. Melalui Film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara kita akan tahu bagaimana khilafah berperan dalam sejarah Indonesia. Film yang digarap oleh Nico Pandawa dari hasil skripsinya ini menceritakan bagaimana hubungan sultan-sultan zaman dulu dengan kekhilafahan. Bukti-bukti berupa surat, makam, dan lain sebagainya yang didesain secara epik. Yang tak kalah penting, film ini menjadi media dakwah dan edukasi bagi rakyat Indonesia.

Sudah saatnya masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda melek sejarah. Sehingga bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya, bukan sekadar dari buku namun mempelajarinya dari jejak-jejak yang ditinggalkan. Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Naqiyah Nuha
(SMAIT Al Amri)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar