Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bunda Wir: Hafiz Bukan Sekadar Hafiz, tapi Terkait Memiliki Akhlak Baik


Topswara.com -- Ibu sebelas anak Hafizul Qur’an (penghafal Al-Qur’an) Bunda Wirianingsih, mengatakan, hafiz itu bukan sekadar hafiz, tapi terkait dia memiliki akhlak yang baik.

"Target hafiz itu bukan sekadar hafiz, tapi bagaimana dia memiliki akhlak yang baik," tuturnya dalam Inilah Tahapan Bunda Wir Menjadikan 11 Anak Hafiz Quran, Ahad (10/11/2019) YouTube Cinta Quran TV.

Bunda menuturkan, akhlak yang baik itu ketika anak mengenal Allah. Menurutnya, saat anak mulai bisa berbicara, langsung dikenalkan bahasa-bahasa tauhid supaya bisa memudahkan lancar membaca, sekaligus menghafal Al-Qur’an.

"Saya dengan Bapak tidak target, anak harus hafal sekian. Tidak!" katanya. Ia melanjutkan, jadi harus ditumbuhkan kesadaran dari hatinya, memohon kepada Allah agar mereka punya kecintaan, yang penting bukan hanya selesai 30 juz, tapi kecintaan yang dawwam (terus-menerus) bersama Al-Qur’an, hidup bersama Al-Qur’an, dan mukasyafa bersama Al-Qur’an.

"Imam Suyuti mengatakan: Masukkanlah cahaya Al-Qur’an sejak dini dalam dada anak-anak kita sebelum dia berusia 10 tahun," kutipnya. Bunda menjelaskan, karena jika sudah 10 tahun sudah masuk ke hal-hal yang lain. Hal itulah, yang menjadi peganggan ia bersama suami. 

Tahapan

Menurut Bunda Wir, ada tiga tahapan menjadi hafiz Al-Qur’an. Pertama, hafiz itu adalah keutamaan dari Allah SWT. "Itu dulu yang menjadi pemahaman bersama, artinya saya khawatir ada mispersepsi bahwa ketika kita sudah berupaya tidak tercapai. Lalu apa yang kita inginkan anak umur sekian tidak hafal 30 juz, lalu kita katakan gagal, tidak ya?!" terangnya. 

Bunda menegaskan kembali bahwa menjadi hafiz Al-Qur’an adalah keutamaan dari Allah SWT. "Umar bin Khathab selesai hafal 30 juz, dua bulan menjelang wafat," bebernya. 
"Kedua, memahami dulu Al-Qur'an dengan baik. Orang tua juga, agar suasana rumah terbangun. Ketiga, perbaiki bacaannya dulu,” jelasnya.

Bunda mengisahkan, ia diajarkan Al-Qur’an oleh ibunya saat umur 4 tahun. Sementara bapaknya, pagi harinya mengantarkannya ke sekolah agama dan sorenya belajar kepada guru madrasah. "Jadi, waktu bermain saya sedikit  hanya siang dan sore. Setelah Magrib berangkat lagi ngaji sampai jam 9 malam. Dari sini saya belajar, esok nanti anak-anak saya pegang sendiri," kisahnya. 

"Maka tahapannya begitu anak saya mulai bisa berbicara yang diperdengarkan tiap hari 24 jam di rumah tidak ada yang saya pendengarkan kecuali murotal Al- Qur’an,” tegasnya.

Bunda Wir tidak memaksakan anak agar menjadi seorang hafiz Al-Qur’an. Namun, ia menekankan, pentingnya memperhatikan tahap tumbuh kembang anak. “Rasulullah SAW mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya dan kita, ketika Rasulullah shalat, Hasan dan Husain manaiki punggung Rasulullah. Ini pelajaran buat kita, karena usia Hasan-Husain saat itu adalah usia bermain. Jadi, perhatikan tahap tumbuh kembang anak, tidak semua anak-anak dipaksakan," jelasnya. 

Ia memberikan cara yang ia lakukan, supaya anak mudah baca Al-Qur’an. “Saya ngeri anak umur 7 tahun tidak bisa baca Al-Qur’an. Bagaimana caranya umur 7 tahun selesai urusan Al-Qur’an-nya? Jadi bacaannya dirapikan dulu.  Kapan? Setelah Subuh dan Magrib. Lalu masukkan ke sekolah yang mengajarkan Al-Qur’an dan mempunyai program tahfidz,” jelasnya. 

“Di rumah selalu dibuat halaqah Al-Qur'an, mengajarkan ketauhidan dengan berhenti di ayat-ayat tertentu, mengajarkan kisah Nabi Ibrahim, dan terkadang dibuat cerdas cermat, untuk terus membangun Munakazh Al-Qur'an dalam rumah. Setelah itu sekolah dan pergaulannya dikontrol,” tuntasnya.[] Lanhy Hafa
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar