Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Azan Dipermasalahkan dan Dinista: Inikah Bukti Sistem Sekuler Tidak Hormati Islam?


Topswara.com -- Sejumlah media asing baru-baru ini tampak menyoroti suara azan di DKI Jakarta yang dianggap berisik. Dikutip dari Poskota.co.id (15/10/2021), Media asing AFP telah melaporkan salah satu warga Jakarta, bangun tiap pukul 03.00 pagi karena pengeras suara yang begitu keras dari masjid di pinggiran Jakarta saat azan berkumandang.

Media lokal Perancis, RFI, juga turut melaporkan hal serupa. Menurut laporannya, keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial.

Bahkan menurut laman resmi MUI, suara azan memang beberapa kali sempat jadi sorotan di sejumlah negara, mulai dari banyak yang risih, sampai ada yang memparodikannya menjadi lelucon.

Terakhir beberapa waktu yang lalu, program televisi di Korea Selatan melakukan remiks terhadap potongan azan.

Sontak saja hal itu mengundang banyak respons dari berbagai pihak. Salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ikut angkat bicara. Menurut keterangan Sekretaris Jendral Majlis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan, ia sangat menyayangkan pemberitaan tersebut.

Pasalnya menurut Amirsyah, saat ini pun sudah ada pengaturan pengeras suara masjid seperti yang disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Selain itu respons lain juga datang dari Anggota Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), KH Mukti Ali Qusyairi, yang menyayangkan aksi salah satu program TV di Korea Selatan yang menayangkan program yang meremiks azan dalam musik DJ, hal itu dinilai sangat merendahkan karena azan tidak pantas dijadikan instrumen musik DJ, apa pun alasan dan niatnya. (Poskota.co.id 15/10/2021)

Azan sejatinya merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya shalat fardu. Bagi umat Islam azan juga merupakan salah satu dari segelintir syariat Islam yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah : 58 "Dan apabila kalian menyeru (dengan mengumandangkan azan) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal."

Mayoritas ulama juga mengatakan bahwa azan hukumnya sunah muakaddah. Bahkan, mazhab Hambali menghukuminya fardhu kifayah, artinya jika tidak ada yang mengumandangkan azan di suatu tempat, maka semua yang ada di tempat itu berdosa.

Melihat betapa pentingnya azan sebagai sebuah syiar Islam dan kondisi Indonesia sebagai sebuah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim. Maka hal yang wajar jika azan sering bergema di setiap wilayah. Hal ini menjadikan setiap sudut Indonesia tidak pernah sepi dari lafaz-lafaz kebaikan. Sehingga seharusnya ini tidak dianggap sesuatu yang dapat mengganggu, baik individu maupun masyarakat.

Jika kita amati, memang semakin hari tampaknya media asing dan sekuler semakin lancang dalam menyampaikan keberatannya dan mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam, termasuk suara azan yang ada di negeri mayoritas Muslim ini.

Apa kepentingan media asing tersebut mengkritik azan? Bahkan, dianggap bising, syiar Islam sebagai suatu hal yang mengganggu dan meresahkan. Mereka mengekspresikan ketidaksukaannya terhadap syiar Islam dengan cara-cara yang menyakiti hati umat Islam.

Selain itu, di saat yang sama di negeri Muslim minoritas, Al-Qur'an pun bahkan tak boleh diakses hingga perangkat teknologi dibatasi dalam menyajikan program-program keislaman. Umat Islam pun memiliki banyak keterbatasan untuk beribadah.

Sesungguhnya fakta-fakta ini membuat kita semakin sadar bahwasannya di bawah sistem sekuler yang sedang bercokol saat ini, baik di negeri mayoritas, maupun minoritas memang umat Islam sudah tidak dihormati sebagaimana benarnya.  

Kehormatan Islam sering dinodai dan dinista. Kewibaan dan kehormatan umat Islam kian luntur seiring dengan semakin kuatnya pemahaman sekuler di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat digiring secara masif untuk mulai merasa risih dengan hal-hal yang bernafaskan syiar Islam.

Karena, ketiadaan seorang pemimpin yang menerapkan Islam kaffah juga semakin menambah keberanian kaum munafik untuk bebas menghina syiar-syiar Islam.

Sejatinya kehormatan Islam hanya bisa diwujudkan dengan diterapkannya Islam sebagai sistem kehidupan di bawah naungan institusi khilafah. Sebuah institusi yang akan menjadi pelindung umat serta menjaga kehormatan terhadap simbol dan syiar Islam. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, selain menjaga kemuliaan Islam, harus mengupayakan agar syariat Islam mampu diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. Sehingga tidak ada yang berani menghina dan menodai kehormatan Islam.[]

Oleh: Lizsa Zahra
Aktivis Dakwah Islam
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar