Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebakaran di Lapas Penjara Tangerang


Topswara.com --  Rabu dini hari tanggal 8 september 2021. Telah terjadi kebakaran di Lapas kelas 1 tangerang. Akibatnya 41 narapidana tewas terbakar dan delapan lainya luka bakar.

Kepala kantor wilayah kementrian Hukum dan Ham (Kakanwil Kemenhukham) Banten Agus Toyib menyatakan ada 122 orang narapidana di Blok C2 tersebut sebagian di antaranya tewas terbakar karena terkunci dan tidak sempat di keluarkan sehingga tidak bisa keluar sel.
Narapidana di Blok C2 tersandung kasus narkoba dan kriminal

Dari situs Dirjenpas Lapas kelas 1 Tangerang kapasitas 600 orang d huni 2072 tahanan. Ini berarti kelebihan kapasitas 245 persen

Pengacara publik LBH Maruf Bajamal 
Penerapan UU Narkotika berkontribusi terhadap over kapasitas sehingga berdampak pada jatuhnya korban jiwa di lapas.

UU Narkotika yang berlaku saat ini  cenderung berakhir di penjara sehingga menimbulkan over kapasitas padahal ada beberapa napi yang tidak perlu di penjara melainkan di rehabilitasi (Cnnindonesia,12/11/2021) dan rencananya UU narkotika akan di revisi.

Berkaitan dengan kasus ini Menteri Koordinator Bidang Politik Uukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah berencana menggunakan tanah hasil sitaan negara terkait bantuan kasus bantuan likuiditas bank indonesi BLBI sebagai lokasi pembangunan lembaga pemasyarakatan baru (jawapos.com, 8 /11/2021).

Akar masalahnya mengapa penghuni lapas semakin meningkat sehingga terjadi over kapasitas? Terkait kasus narkoba dan kriminal karena hukumannya tidak membuat efek jera hanya sebatas kurungan penjara. Sehingga terus bermunculan tindak kriminalitas yang tak ada hentinya. 

Kondisi bangunan lapas yang semestinya sudah di renovasi lama tapi belum ada perbaikan alasanya karena pemerintah berdalih tidak ada anggaran. Apakah harga nyawa manusia tidak lebih berharga dibanding dengan harus mengeluarkan anggaran untuk renovasi lapas? Bukankah negeri ini kaya akan sumber daya alam?

Inilah akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalis yang menyerahkan pengelolaan kekayaan alam pada para kapital sehingga negara tidak memiliki anggaran yang cukup untuk perbaikan lapas atau untuk mengurusi urusan umat.

Sangat berbeda dengan Islam. Penjara dalam Islam dipandang sebagai salah satu jenis dari ta'zir. Ta'zir adalah sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh khalifah. Syaikh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitab Sistem Sanksi dalam Islam menjekaskan bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorangbuntuk mengatur dirinya sendiri. Artinya, kebebasan atau kemerdekaan individu benar-benar dibatasi. 

Penjara adalah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan. Dengan kurungan penjara ini seseorang yang melakukan kejahatan menjadi jera dan bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan yang serupa. Oleh karenanya penjara harus memberi rasa takut dan cemas bagi orang yang dipenjara. Tidak boleh ada lampu yang terang (harus yang remang-remang), tidak ada alat komunikasi apapun jenisnya. Tidak peduli apakah dia kaya atau miskin, tokoh masyarakat, pejabat atau rakyat biasa. Semua diperlakukan sama, tidak ada perlakuan istimewa. 

Namun demikian bukan berarti negara bersikap tidak manusiawi. Seorang narapidana tetap mendapat makan dan minim tetapi dibatasi, boleh tidur dan istirahat, boleh dikunjungi keluarga atau kerabat dekat dengan waktu kunjungan yang terbatas. 

Sanksi pemenjaraan sudah dicontohkan oleh Rasulullah dan khulafaur rasyidin. Pada masa Rasulullah dan Abu Bakar hukuman penjara kadang ditempatkan di rumah kadang di masjid. Pada saat itu belum dibuatkan penjara secara khusus. Pada masa khalifah Umar bin Khatab , beliau menjadikan rumah Shafyan bin Umayah sebagai penjara setelah dibeli dengan harga 400 dirham. Beliau pernah membelanjakan 8000 dirham untuk perbaikan penjara. 

Dengan model penjara seperti di atas tentu akan menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan yang memiliki fungsi zawajir (pencegah). Sanksi ini akan mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan yang serupa. Selain memiliki fungsi zawajir sanksi yang diberikan oleh hakim juga memiliki fungsi sebagai jawabir (penebus dosa) bagi pelaku kejahatan. Karena setiap tindak kejahatan yang dilakukan secara sadar atau disengaja merupakan sebuah dosa dan akan mendapat siksa. Karenanya sanksi dari hukum Islam akan mampu menebusnya.

Maka masihkah kita berharap adanya efek jera dari sanksi yang  diterapkan sistem saat ini?

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Sri Mulyati
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar