Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ahmadiyah dan Konflik Horizontal yang Tak Kunjung Usai


Topswara.com -- Allah SWT berfirman dalam QS. Al Ahzab: 40

Ù…َا Ùƒَانَ Ù…ُØ­َÙ…َّدٌ اَبَآ اَØ­َدٍ Ù…ِّÙ†ْ رِّجَالِÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ٰÙƒِÙ†ْ رَّسُÙˆْÙ„َ اللّٰÙ‡ِ ÙˆَØ®َاتَÙ…َ النَّبِÙŠّٖÙ†َۗ ÙˆَÙƒَانَ اللّٰÙ‡ُ بِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ عَÙ„ِÙŠْÙ…ًا 

"Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Ayat ini jelas menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah nabi terakhir, tidak ada lagi nabi setelah beliau. Namun, ayat ini dinegasikan oleh Mirza Gulam Ahmad yang mengaku sebagai nabi juga Al Mahdi yang dijanjikan.

Pernyataan ini jelas menciderai akidah Islam dan ditolak oleh kaum Muslimin. Karena ini perkara akidah, maka siapa saja yang mempercayainya akan mengeluarkannya dari Islam.

Demikianlah jemaah Ahmadiyah yang mengaku Muslim dan berkitab suci Al-Qur'an, namun mempercayai bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah nabi setelah Rasulullah Muhammad SAW.

Keyakinan ini akhirnya menjadi sumber konflik horizontal di kalangan umat Islam. Seperti yang terjadi di Kabupaten Sintang Kal-Bar pada 3 September 2021. Sekitar 200 orang merusak Masjid Miftahul Hida milik Ahmadiyah (CNNIndonesia, 05/09/2021).

Persekusi terhadap jamaah ini bukanlah yang pertama dan mungkin juga masih akan terjadi di masa mendatang. Tindakan main hakim sendiri tentu saja tidak dapat dibiarkan. Namun mengapa konflik horizontal ini terus saja terjadi?

Kebebasan Beragama dalam Koridor Sekularisme

Isu Ahmadiyah bukan hanya ada di negeri ini, karena keberadaannya yang sudah menyebar di banyak negara. Di sejumlah negara muncul tuntutan agar penganut Ahmadiyah tidak mendefinisikan diri mereka sebagai Muslim. Di Pakistan, bahkan sudah dalam bentuk larangan ancaman pidana.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2005 telah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah sesat dan menyesatkan. Adapun pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri pada 9 Juli 2005 yang berisi pelarangan kegiatan Ahmadiyah yang dianggap oleh umum bertentangan dengan Agama Islam. Dan akan dikenai sanksi jika mereka tetap melakukannya. Namun dalam SKB ini tidak ada perintah untuk membubarkan Ahmadiyah, sehingga eksistensinya tetaplah diakui.

Eksistensi Ahmadiyah tentu meresahkan masyarakat yang memahami kesesatannya. Namun, berharap pada pemerintah untuk menghilangkan keresahan itu bagai mendirikan benang basah.

Pemerintah telah tersandera oleh berbagai narasi untuk membubarkan Ahmadiyah. Pelanggaran HAM, intoleransi hingga menghilangkan hak-hak warga negara menghalangi negara untuk bisa bertindak tegas.

Dalam pandangan sekularisme, kebebasan beragama adalah hak asasi manusia dan tidak boleh ada yang menghalangi. Dari pandangan ini maka wajar aliran sesat menjadi tumbuh subur. Setiap orang bebas keluar masuk agama sesuka hati, tidak ada sangsi sama sekali karena semua agama dianggap baik dan benar.

Narasi intoleran pun didengungkan bagi siapa saja yang mengusik ajaran yang lain, ajaran sesat sekali pun. Islam adalah agama yang toleran, namun tentu saja tidak toleran pada kesesatan. Akidah Islam harus terjaga dari segala bentuk penyimpangan.

Peran Negara dalam Melindungi Akidah Umat.

Negara dalam pandangan Islam berfungsi sebagai pelindung rakyatnya, termasuk dalam hal ini melindungi akidah. Kebebasan dan kerukunan antar umat beragama dijamin oleh negara. Namun bukan berarti bebas sesukanya membuat-buat ajaran baru.

Bila suatu aliran telah dinyatakan sesat maka tugas negara untuk membubarkannya dan mengembalikan ke ajaran yang lurus. Kaum Muslimin akan dijaga akidahnya, tidak akan dibiarkan sesat dan murtad. Bagi para murtadin maka negara akan menasihatinya agar kembali ke jalan yang lurus. Jika tetap bersikeras dengan kesesatannya maka akan diberi sanksi sesuai syariah.

Orang yang murtad adalah Muslim yang keluar dari agama Islam menuju pada kekufuran. Negara tentu tidak akan membiarkannya, akan diberi nasihat dan diminta bertobat dalam waktu tiga hari, jika tetap dalam kekufurannya maka akan dieksekusi.

Jika terdapat sekelompok manusia (jamaah) murtad, kemudian mereka menetap di suatu negeri dan mengangkat penguasa serta hukum-hukum tertentu bagi mereka, maka negeri tersebut menjadi kafir harbi. Berarti darah dan harta mereka halal, wajib memeranginya. Sebagaimana dulu Khalifah Abu Bakar dan para sahabatnya tatkala memerangi kaum murtadin (Sistem Keuangan Negara Khilafah, Abdul Qadim Zallum).

Seperti itulah seharusnya sikap tegas yang diambil penguasa untuk menjaga akidah umat Islam. Bukan membiarkan kesesatan atas nama toleransi, hak asasi manusia, dan lain sebagainya.

Dari sini terlihat negara sangat berperan dalam menjaga akidah umat.  Negara tidak akan membiarkan rakyatnya dalam kesesatan. Penjagaan negara akan menghindarkan konflik horizontal di masyarakat, ketika benih-benihnya telah dibasmi sejak kemunculannya.

Wallahu'alam

Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)


Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar