Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Takut Mati karena Corona, Begini Penjelasan UFK Menghadapinya


Topswara.com-- Menyikapi fenomena banyaknya pasien Corona yang mengalami pikiran buruk akan kematian, founder Cinta Qur'an Ustaz Fatih Karim (UFK) menjelaskan bahwa bukan takut mati yang harusnya dibangun, melainkan takut terhadap kehidupan setelah kematian. 

“Mati itu kalau kita takut bukan berarti enggak jadi datang. Makin tinggi rasa takut kita, maka mati akan berhenti? Kan enggak! Artinya yang dibangun itu bukan spirit takut matinya, tapi takutlah kehidupan setelah mati,” katanya dalam kajian bertajuk Cara Menghadapi Pikiran Buruk tentang Kematian di Saat Sakit, di kanal YouTube Cinta Quran TV, Ahad (01/08/2021).

Ia mengatakan, takut mati memang sudah fitrahnya manusia dan wajar menimpa manusia. Karena berasal dari gharizah baqa untuk mempertahankan diri.

“Mati itu kalau ditakuti wajar, karena kita manusia. Punya gharizah baqa, mempertahankan diri. Tidak mau rugi, tidak mau kalah, tidak mau mati, tidak mau disakiti," bebernya.

Jadi menurutnya memang manusiawi, itu fitrah manusia, ya takut. Takut kehilangan anak, kehilangan istri, itu wajar. Kenapa kehidupan setelah mati itu ditakuti? Karena kehidupan setelah mati itu abadi. Kehidupan di dunia ini sementara," ungkapnya.

Ia menambahkan sakit Covid misalnya seminggu dua minggu, isoman. Lalu masuk rumah sakit, sakitnya seperti itu. Bukan itu yang ngeri, tapi ketika kehidupan setelah mati itu. Hanya katanya, takut mati bukan berarti membuat manusia jadi tidak berbuat apa-apa karena ingin menghindari kematian.

“Jadi, mati itu memang rangkaian hidup ini yang tidak bisa kita hindarkan. Tawa ada, tangis ada, ada suka, ada duka, dalam hidup ini semua menyertai. Kalau kita pahami memang, mati pasti datang. Kita takut dia datang, kita berani pun dia datang. Kita lari dia datang, kita sehat dia datang, kita sakit pun dia datang. Jadi, tidak aka nada yang pernah bisa lari dari yang namanya mati,” tambahnya.

Seharusnya, takut mati menjadi motivasi beramal tutur Ustaz Fatih Karim. Dan ketakutan terhadap kematian menjadikan iman seseorang menjadi produktif. Mengingat bahwa kehidupan setelah mati ngeri dan tidak ada lagi beramal melainkan hanya pembalasan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, tidak ada lagi amal di sana. Di sana adanya adalah yaumil jaza’, hari pembalasan. Jadi yang ngeri itu bukan matinya sebenarnya. Karena mati itu kayak tidur itu. Banyak riwayat yang kita baca, jadi mati itu kayak orang tidur saja. 

"Bahagia abadi di sana, sengsara, sedih, penderitaan abadi juga di sana, itu yang ngeri. Nah, kalau kita ngeri kehidupan setelah mati. Semestinya ketakutan itu jadi motivasi beramal. Itu yang disebut dengan iman produktif,” bebernya. 

Menurutnya, itulah yang banyak dilalui oleh para sahabat. Ketakutan mereka pada mati membuat mereka lari ke medan jihad. 

"Jadi imannya itu produkif, bukan iman yang kaleng-kaleng. makanya para Sultan Utsmaniyah itu mahkotanya itu kan kain kafan. Kenapa? Karena kematian itu yang mendorong mereka menaklukkan wilayah-wilayah baru. Kematian itu yang mendorong mereka hafal Qur'an tujuh tahun, karena takut mati. Jadi bohong dibilang takut mati, tapi ternyata amalnya tak berarti begitu,” jelasnya.

Bahkan menurut Ustaz Fatih Karim, takut mati itu bagus dipelihara sebagai dorongan beramal shalih. 

"Ibarat bensin pada kendaraan, jika habis diisi terus-menerus. Cara memeliharanya menurutnya bisa dilakukan dengan cara menghadiri takziah, tazkiyatun nafs, istighfar dan memohon ampun kepada Allah. Juga hal tersebut katanya sebagai persiapan untuk kematian yang terbaik, yaitu kematian yang dibanggakan dengan prestasi amal shalih bukan hanya duniawi," bebernya.

Ia menilai, bukan Covid yang menyebabkan kematian, tetapi satu, datangnya ajal. Karena setiap orang ajal ya sudah ditentukan. Tidak bisa ditunda juga tidak bisa dipercepat.

“Jadi, jangan takut mati, yang ditakutkan adalah kehidupan setelah mati. Mati adalah fase transit antara hidup di dunia dengan hidup di akhirat,” pungkasnya. [] M. Siregar
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar