Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi Menjamur dalam Sistem Demokrasi


Topswara.com -- Baru-baru ini ada sebuah survey tentang korupsi yang diinisiasi lembaga Indonesia (LSI), terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Hasilnya 60 persen publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. 

Survey ini menggunakan kontak telepon kepada responden, ada sekitar 1.200 responden dan dilakukan lenambahan sampai di empat provinsi, yakni Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Masing-masing 400 responden. 

Responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak , survey tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Juni 2021.

Survey ini menggunakan metode Simple Random Sampling. Ukuran sampai basis sebanyak 1.200 responden, memiliki toleransi kesalahan Margin Of Error (MoE) kurang lebih 2,88 persen,  pada tingkat kepercayaan 95 persen. (detiknews, 8/8/2021) 

Publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat, dalam dua tahun terakhir sebanyak 44 persen. Mirisnya di:tengah rilisnya hasil survey ini, masyarakat kembali dibuat kecewa dengan adanya berita terkait pengangkatan mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis sebagai Komisaris di PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM). 

PIM sendiri merupakan anak usaha PT.Pupuk Indonesia (BUMN). Ia diangkat menjadi komisaris sejak 18 Februari 2021 dan ditunjuk oleh para pemegang saham PT. PIM. Profil mantan anggota DPR RI dari praksi PDIP ini pun telah dimuat di laman resmi PT. PIM (kompas.com, 6/8/2021) 

Pengangkatan Emir Moeis sebagai komisaris membuat sebagian besar masyarakat kecewa, pasalnya ia merupakan mantan terpidana kasus korupsi suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik UAP (PLTU) di Tarahan Lampung pada 2004 saat Emir menjadi anggota DPR ia divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 Juta, karena terbukti menerima suap senilai 357.000 Dolar AS. Pada 2014 lalu.

Meski tak melanggar aturan anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menyebut pengangkatan itu bermasalah dalam aspek kepantasan dan etis (Jumat 6/8 /2021).

Fakta di atas telah jelas memperlihatkan bahwa yang menjadi akar masalah mengapa korupsi tumbuh subur di negeri ini. Hal ini terjadi karena sistem yang ada yakni kapitalisme, demokrasi sekuler yang telah memberikan keleluasaan bagi para koruptor sehingga adanya kasus korupsi ini masih menjadi konsumsi publik sehari-hari. Seolah kisah yang tak berkesudahan dan tentunya ini masih menjadi PR besar bagi negara Indonesia khususnya. Karena sampai saat ini belum ada cara efektif untuk memberantasnya.

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tak serta merta mampu menyelesaikan permasalahan korupsi ini. Justru negeri ini malah menjadi surganya para koruptor. 

Tak heran jika masyarakat beropini bahwa adanya problem dengan aturan yang berlaku di negeri ini terkait penanganan kasus korupsi, karena telah meloloskan mantan koruptor dalam mengurusi urusan umat.

Penerapan ideologi Islam dalam sistem khilafah sajalah yang mampu memutus mata rantai korupsi yang merajalela, dengan seperangkat aturan penerapan hukumnya yang akan memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.

Pilar penting dalam mencegah korupsi pun ditempuh oleh negara Islam yakni khilafah dengan menggunakan pengawasan ketat.
Pengawasan yang dilakukan individu, pengawasan oleh kelompok lalu kemudian pengawasan oleh negara maka dengan sistem pengawasan itu, tentu hal ini akan mempersempit ruang bagi pelaku untuk melakukan niat jahatnya yakni korupsi.

Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintah dalam Islam yang telah terbukti nyata melahirkan keadilan bagi seluruh muslim dan nonmuslim. Kita bisa lihat sejarah teladan para khalifah terdahulu saat menjadi pemimpin negara, khalifah Abu Bakar misalnya ketika beliau diberi santunan dari baitul maal, dana tersebut hanya digunakan untuk mencukupi keluarganya dengan sangat sederhana layaknya orang biasa. 

Bahkan sebelum Abu Bakar meninggal dunia, beliau justru berpesan kepada keluarganya untuk mengembalikan uang kepada negara sebesar 6000 dirham, semata-mata disebabkan karena kehati-hatian beliau agar tidak termakan harta rakyat oleh dirinya dan keluarganya yang bukan menjadi haknya. 

Begitupun dengan Umar yang ketika menjabat sebagai khalifah, kekayaan negara meningkat hingga beliau berhasil menaklukkan Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi).  Umar sangat hati-hati dalam mengelola uang negara.

Ibnu Katsir dalam buku  al-Bidayah  wa an-Nihayah menukil pidato Umar "Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini, selain dua potong pakaian musim panas dan satu potong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari. Seseorang di antara orang Quraisy biasa dan aku adalah orang biasa seperti kebanyakkan kaum Muslimin." 

Dalam Islam ada aturan tegas berkaitan dengan harta calon pejabat (pegawai negara) dihitung harta kekayaan sebelum menjabat, selanjutnya saat menjabatpun selalu dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya.

Jika ada penambahan yang meragukan maka akan diverifikasi apakah penambahan harta itu syar'i atau tidak. Jika terbukti ada kecurangan atau korupsi harta, maka akan disita dan hasilnya akan dimasukkan ke kas negara, dan pejabat yang versangkutan akan diproses hukum. 

inilah yang akan ditempuh oleh khilafah salam mencegah terjadinya kasus korupsi, khilafah sangat fokus, mencegah dan memberangus suap dan korupsi sebab sangat jelas bahwasanya Islam mengharamkannya. Tindak hanya pelaku suap-menyuap bahkan pihak-pihak yang terlibat akan mendapatkan laknat Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda : 
"Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan," (HR.At-tirmidzi). 

Ketika diancam oleh laknat Allah berarti seseorang itu hidupnya akan jauh dari rahmat dan berkahnya demikian pula korupsi. Islam menetapkan bahwa korupsi, adalah salah satu cara kepemilikkan harta haram, sebab korupsi termasuk tindakkan pengkhianatan.

Islam akan memberikan hukuman berat yaitu berupa tazir atau sanksi yang jenisnya tentu berbeda-beda sesuai dengan yang diperbuat pelaku.

Karena itu hanya dengan penerapan sistem pemerintah Islam yakni khilafah, suap atau korupsi bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. 

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Nurhayani
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar