Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Taat Syariat hingga Akhir Hayat, Ires Restu Indah Fauziah [1995-2019], Guru Bahasa Indonesia Ponpes Al-Abqary, Serang, Banten


Topswara.com -- Ires Restu Indah Fauziah berpulang ke rahmatullah pada Kamis, 18 April 2019 pukul 01.55 WIB di RSUD Banten. Dan dikebumikan di hari yang sama di Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang. Sebelumnya, ia divonis sakit gagal ginjal stadium 4. Ginjalnya mengecil dan fungsinya menurun hingga 15%. Karenanya ia diharuskan cuci darah dua kali sepekan seumur hidupnya. 

Biaya cuci darah bukanlah biaya yang mudah untuk dia dapatkan. Apalagi suaminya, Firman Bhakti Bahari, hanya sebagai tenaga honorer 
operator di Kecamatan Karangtanjung, Pandeglang. 

Hingga tercetus rencana keluarga untuk mengurus BPJS. Ires menolak. Meski kesadarannya mulai menurun dengan naiknya racun tubuh hingga ke otak, keteguhannya pada pemahaman bahwa bayar premi BPJS itu haram tidak melemah. 

Vonis gagal ginjal bertandang pada 10 April, tepat satu bulan setelah Ires menggenapkan separuh agama. Masa-masa yang semestinya penuh cinta dan bahagia. Justru harus ikhlas diisi oleh kesabaran dan air mata akibat sakit parah yang 
diderita. 

“Selama saya berumah tangga dengan beliau walaupun hanya sebulan kami berumah tangga, tetapi sangat begitu berkesan. Ires sosok istri yang shalihah sangat beruntung saya pernah beristrikan beliau, beliau tidak pernah meninggikan suaranya, setiap malam beliau selalu meminta maaf kepada saya jika selama hari itu dia punya salah, padahal beliau tidak punya salah sama sekali,” ungkap Firman Bhakti Bahari, suami Ires, kepada Media Umat, Ahad (5/5/2019). 

Dakwah Berjamaah

Ires adalah aktivis sebuah kelompok Islam Kaffah kelahiran Pandeglang, 5 November 1995. Ia merupakan putri sulung dari lima bersaudara pasangan suami istri Endin Haerudin dan Nyi Muhayati. 

Ires sedang menjejaki jenjang kuliah S2 di kampus Untirta. Setelah lulus S1 dengan predikat cumlaude di kampus yang sama. Di saat bersamaan, ia juga tercatat sebagai pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di Ponpes Al Abqary pimpinan KH Yasin Muthohar. 

Ia sudah mengenal perjuangan syariah dan khilafah sejak SMA, namun sempat terhenti sejak kuliah di Unjani Bandung karena sakit TBC yang dideritanya. Hingga kuliah di Jurusan Psikologi Unjani pun harus ia tinggalkan karena sakit. Tak putus harapan, kemudian memulai kuliah dari semester awal di kampus baru saat kesehatannya membaik. Ia pun mendapat beasiswa bidikmisi di Fakultas Hukum Untirta, Serang. 

Di kampus Untirta-lah Ires kembali berdakwah bersama. “Dan aku sudah mengenalnya sejak awal sebelum ia mengaji kitab. Aku sempat mengisi kajiannya sedari awal. Dan bagiku, sejak awal ia sudah terlihat istimewa. Kritis, cerdas, menyenangkan, berakhlak mulia itu yang terekam jelas dalam ingatan. Aku terus membersamainya sampai ia menjadi pelajar hingga anggota,” kenang Ratu Ika Chaerunnisa, pembina Ires. 

Menurut Ratu Ika, Ires kuliah sambil berjualan sebelum akhirnya mengajar di Ponpes Al-Abqary. Ia berjualan donat yang Ratu Ika produksi setiap harinya. Tak hanya donat, ia juga menjual baso ikan, risol, cilok, dll. 

Tak jarang saat berjualan membuatnya harus naik turun tangga sampai lantai keempat. Dengan membawa bawaan yang tentu tak ringan. Itu semua demi membiayai hidupnya. Dakwahnya. Infak dakwah. Juga nasib pendidikan kelima adiknya. 

“Ah, aku baru ingat saat berjualan sebenarnya ia pernah mengatakan sesekali sakit di pinggangnya. Namun celakanya, tak ada di antara kami yang menganggap itu adalah salah satu gejala ginjalnya bermasalah. Kami pikir, Ires hanya letih karena harus naik turun tangga membawa beban yang tak ringan di tangan,” ungkap Ratu Ika. 

Ires selalu penuh optimisme dalam hidup. Ia yakin betul bahwa Allah sang penggenggam rezeki. Tak tampak kesedihan di wajahnya. Sesekali ia memang kerap curhat masalah keluarganya, namun ketegaran yang terasa dari air mukanya. 

Ia justru semakin yakin dengan perjuangan ini. Karena ideologi kapitalisme sekulerlah yang membuat ketidakadilan tercipta. Membuat seorang perempuan tak sesuai fitrahnya. Harus menjadi tulang punggung keluarga bukan tulang rusuk yang mesti dijaga. 

Berjualan Sambil Berdakwah

Ratu Ika beberapa kali menemani Ires menjajakan dagangannya. Biasanya setiap pagi Ires duduk di depan gedung A, tempat mahasiswa biasa duduk-duduk santai. 

Saat mereka mengerubuti dagangannya dan duduk-duduk mengitari Ires, suara lantangnya seketika menggelegar ke sekelilingnya. Ia sering sampaikan tentang rusaknya kapitalisme. Bobroknya hukum akibat landasan yang salah yaitu sekulerisme. Batilnya demokrasi. Dan tak lupa mempromosikan Islam kaffah dan khilafah dengan sangat bangga.

Ires sangat berani menyampaikan itu di tengah teman-teman jurusan hukum yang sangat hedonis, sekuler. Bahkan Ires terlihat asing dengan pakaian syar'i-nya di sekeliling 
teman-temannya yang sangat modis, gaul, ala mahasiswa kekinian yang jauh dari Islam. 

“Lo nanti di surga, Res. Gue di neraka,” ujar teman kuliahnya sambil terbahak menanggapi dakwah Ires. 

Ires dengan lembut menjawab, “Enggak Beb, kita sama-sama harus kumpul di surga. Aku selalu doain kamu enggak berhenti-berhenti supaya kelak kita semua dikumpulkan bersama di surga.” 

Pengorbanannya untuk Dakwah

Saat komunitas tempat dirinya dibina dengan keislaman itu akan menyelenggarakan acara besar Rapat dan Pawai Akbar (RPA) beberapa tahun lalu dan membutuhkan dana yang besar, Ires semakin semangat berjualan. Supaya bisa banyak infak untuk dakwah. “Aku menyaksikan beberapa amplop yang ia masukkan uang di dalamnya dari hasil jualan,” ungkapnya. 

Ada amplop untuk infak dakwah, amplop membayar indekos, amplop untuk sekolah adik-adiknya, dll. “Dan luar bisa seingatku ia berhasil mengumpulkan satu juta rupiah lebih untuk infak RPA. Dari tetesan keringat saat menjajakan dagangannya tentunya,” kenang Ratu Ika. 

Meski harinya padat dengan berjualan dan kuliah, namun tetap bisa optimal untuk dakwah. Ia tak pernah menolak amanah dakwah. Diamanahi sebagai pembicara, MC, seksi acara, media, atau apa pun itu selalu ia terima dengan penuh suka cita. 

Ia pernah katakan ke adik tingkatnya di tim dakwah kampus, “Dik, dakwah itu emang berat, dan dakwah itu batasnya kematian, enggak lama kok, kalau besok kita mati ya sudah berarti sampai besok saja."

Saat memutuskan untuk lanjut S2 pun, alasannya adalah untuk dakwah. Bukan kepentingan dunia. Ia ingin bisa lebih besar pengaruh dakwahnya saat sudah S2. Bisa dakwah ke tokoh dengan mudah. Dan bisa menjadi pembicara yang kompeten di bidangnya. 

Ires juga mahasiswi berprestasi di kampus. Beberapa kali ia mendapatkan IP 4 saat S1. Hingga gelar cumlaude sukses melekat di gelar SH-nya. Di kelas, ia bisa dengan gamblang 
menyampaikan konsep khilafah di bidang politik, pemerintahan juga hukum. Dan dosen-dosen justru dibuat takjub dengan segenap argumentasinya. 

Dakwah ke Keluarga

Ia benar-benar memikirkan supaya semua anggota keluarga bisa masuk surga bersama. Bisa menjadi pejuang khilafah seluruhnya. Hingga ia rela bekerja keras membiayai kuliah adiknya di Bogor. Di kampus yang ada pembinaan Islam kaffahnya. Ia juga menyekolahkan dua adik lainnya di Ponpes Al-Abqary Serang agar mereka bisa lebih mudah menjadi pejuang Islam. 

Saat Ratu Ika takziah ke tempat keluarga Ires, ibundanya Ires menceritakan nasihat-nasihat Ires untuk ibundanya Ires. 

"Enggak boleh kelihatan rambutnya Ma, harus tertutup auratnya,” ujar Nyi Muhayati mengutip nasihat Ires. 

"Ires selalu bilang, rezeki itu bukan cuma harta, Ma. Tenaga, pikiran, dll. itu juga rezeki dari Allah. Apa yang bisa kita bantu walau enggak dengan harta, kita harus bantu. Harus selalu bersyukur dengan rezeki yang Allah beri,” ungkapnya lagi. 

Kuat Menggenggam Syariat

Dan semasa hidup, bahkan hingga detik terakhir pun ia senantiasa menjaga keterikatannya pada syariat. Sebelum ia diagnosa gagal ginjal, Ires mengirim pesan WhatsApp kepada Ratu Ika. Minta didoakan. Kemungkinan ia akan operasi usus buntu. Ia juga bertanya tentang hukum membuat BPJS dan menggunakannya untuk operasi tersebut. 

"Aku sampaikan bahwa yang kupahami BPJS yang berbayar tetap haram. Ires pun menyampaikan kesulitan biaya yang sudah terbayang besarnya di kepala. Dan aku berjanji 
akan membantu kesulitannya bersama teman-teman dakwah lainnya,” beber Ratu Ika. 

Berselang beberapa hari, saat vonis sakit ginjal itu datang, Ratu Ika akhirnya mencari jalan supaya bisa membantu kesulitan keuangan Ires. “Aku banyak bertanya kepada beberapa guru. Dan kata mereka bisa menggunakan BPJS gratis (yang tidak bayar biaya bulanan) karena itu menjadi kewajiban pemerintah,” ungkap Ratu Ika. 

Ratu Ika kabarkan pada Ires via WA untuk membantunya mengurus BPJS gratis, setelah mendapatkan persyaratan untuk mengurusnya. Namun, sayangnya Ires sudah terlanjur hilang setengah kesadaran. Tak lagi membuka pesan WA Ratu Ika. Ia belum tahu ada BPJS gratis yang diperbolehkan.

Hingga saat Ratu Ika menjenguknya, dan katakan pada keluarga ingin membantu membuatkan BPJS gratis untuk orang miskin, orang tua Ires mengatakan, “Teh Ika bilang dulu ke Ires yaa... Soalnya dari kemarin setiap bilang mau bikin BPJS Ires selalu berontak. Ngamuk. Enggak mau.” 

Ya, saat setengah kesadarannya hilang akibat racun yang sudah sampai ke otak pun. Ia masih bisa bereaksi terhadap sesuatu yang ia pahami haram. Tubuhnya menggeliat berontak.

Namun Ratu Ika tak dapat lagi menjelaskan kepada Ires tentang bolehnya BPJS gratis, karena Ires sudah tidak dapat diajak komunikasi lagi. 

Kata-kata terakhir jelang akhir hayatnya, sebelum Ratu Ika datang, Ires berkata kepada ayahnya dalam bahasa Sunda, “Pak jangan menangis, Teteh mau pulang sudah ada yang nungguin, tapi ada setan juga yang hadir gangguin Ires buat bikin BPJS, jangan bikin BPJS Pak, BPJS haram!” 

Saat mengurusi jenazahnya, KH Yasin Muthohar pun berpesan kepada ayahnya Ires. “Pak Endin, tidak usah larut dalam kesedihan. Bapak harus bahagia. Putri Bapak adalah anak yang shalihah. Putri Bapak manusia yang mulia di sisi Allah SWT. Putri Bapak insya Allah sesuai dengan namanya. Restu, direstui oleh Allah. Matinya indah. Dia insya Allah, fauziah, bahagia di sisi Allah SWT.” 
Aamiin.[]

Joko Prasetyo, Tim Follback Dakwah, 2019


Sumber: Penebar Hidayah di Lereng Semeru (10 Kisah Menggugah Para Pejuang Khilafah), 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar