Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rakyat Sekarat tidak Butuh Kereta Cepat


Topswara.com -- Zalim, satu kata yang tepat untuk menggambarkan kinerja pemerintah hari ini. Bagaimana tidak, di saat para nakes dan masyarakat berjuang melawan Covid-19, pemerintah dengan entengnya negosiasi dengan Cina agar mendapat bantuan pinjaman proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut pinjaman bisa diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. (cnnindonesia, 8/7/2021).

Kebijakan tersebut mendapatkan kritik keras dari mantan Menpora Roy Suryo proyek tersebut diplesetkan menjadi Kecebong yang diartikan Kereta Cepat Bohong-bohongan. Pemerintah, menurut Roy Suryo, telah gagal fokus dalam menangani pandemi, memilih sektor ekonomi ketimbang kesehatan sehingga kasus pandemi di Tanah Air meroket ke negara nomor 3 tertinggi di dunia (dalam kasus harian Covid-19) (portonews, 10/07/2021).

Mengapa pemerintah begitu getol melakukan utang guna kepentingan kereta cepat dibandingkan menyelamatkan rakyatnya. Sebagaimana yang kita tahu, saat ini  gelombang kedua Covid-19 tengah melanda Indonesia, RS di mana-mana telah penuh, bahkan warga diarahkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Beberapa jenis obat tidak tersedia di RS, belum lagi cadangan oksigen yang sangat diperlukan nyatanya juga susah didapat. 

Miris sekali, negara yang harusnya menyediakan fasilitas kesehatan lengkap kepada masyarakat sepertinya acuh tak acuh. Mereka lebih mementingkan kepentingan ekonomi untuk kalangan mereka sendiri, namun selalu beralasan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

Sejak awal pandemi muncul di Indonesia, para pemangku kekuasaan dengan santainya menanggapi dengan berabagai lelucon seperti Covid-19 bisa sembuh sendiri, Covid-19 susah masuk ke Indonesia karena adminitrasinya berbelit, dan guyonan senasa lainya. Hegitulah cerminan pemimpin yang lahir dari sistem sekuler kapitalis.

Kini saat wabah tersebut melanda pemerintah sepertinya setengah hati dalam mengurus rakyat. Inilah kezaliman pemerintah yang memprioritaskan untuk melindungi ekonomi para korporasi daripada mengendalikan dan mengatasi pandemi Covid-19. Kezaliman yang terjadi adalah akibat penerapan sistem kapitalisme sekularisme di tengah-tengah kehidupan. Pemerintah lebih mengutamakan berputarnya roda perekonomian, namun abai terhadap keselamatan rakyat.

Sebagaimana yang kita ketahui kasus harian Covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak Juli 2021. Pada Jumat 9 Juli 2021 kasus positif cetak rekor baru dengan 38.124 sementara kematian masih tinggi di angka 871. (portonews, 10/07/2021)

Maka tidak heran jika publik hari ini sudah tidak percaya lagi terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dari aturan PSBB, PPKM Mikro sampai PPKM Darurat, yang intinya pemerintah hanya ingin menyelamatkan ekonomi. Selain itu utang yang dilakukan pemerintah disaat pandemi membuat publik semakin menaruh curiga, pandemi dijadikan ajang untuk menumpuk utang. 

Sistem perekonomian Indonesia yang menganut ekonomi liberal dalam menjalankan setiap proyek, senantiasa menggunakan skema pembiayaan yang berasal dari pajak, utang dan penyertaan investasi.

Oleh karenanya Indonesia kini telah ketergantungan utang kepada IMF dan negara pengutang seperti Cina, USA, Australia. Apabila utang tersebut tidak mampu dibayar maka bersiaplah untuk menyerahkan SDA kepada negara pengutang untuk dieksploitasi sebesar-besarnya. 

Sebagaimana yang diketahui utang luar negeri tentu saja mengandung unsur ribawi, selain itu setiap utang luar negeri ke negara imperialis seperti Cina yang syarat dengan banyak kepentingan juga merupakan bunuh diri secara politik. 

Infrastruktur dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam pembangunan infrastruktur dalam khilafah di bawah kendali pemerintah. Pemerintah dalam Islam memiliki kewajiban melayani kebutuhan masyarakatnya. Pihak swasta boleh berpartisipasi, tetapi hanya dalam masalah teknis dan tidak mengendalikan pembangunan. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Imam adalah penjaga, dan bertanggung Jawab terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari)

Tentu saja untuk membangun infrastruktur negara harus berdikari (mandiri), oleh karenanya dibutuhkan sistem keuangan yang kuat dan stabil di bawah baitul maal yang kuat sehingga menjadikan keterlibatan asing dalam pendanaan bisa dihindari. Besarnya sumber pemasukan kas negara, yaitu salah satunya dari hasil SDA, merupakan konsekuensi diterapkannya konsep kepemilikan yang mengharamkan asing memiliki kepemilikan umum.

Oleh karena itu kita harus mengembalikan kehidupan ini sesuai dengan fitrah manusia yakni kehidupan yang menerapkan seluruh hukum-hukum Allah. Hukum Allah akan sempurna ditegakkan hanya dalam naungan sebuah institusi yang menerapkan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan daulah khilafah islamiyyah.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Alfia Purwanti
(Analis Mutiara Umat)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar