Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jaga Generasi dari Konten Porno Aksi

Topswara.com -- Pengakuan seorang figur publik dalam menyikapi anak yang terpapar konten porno, patut menjadi perhatian kita semua pihak. Mengklaim diri sebagai orang tua yang tidak kolot, sang artis enggan melarang dan memilih menemani putranya menonton video porno.

Reaksi masyarakat pun beragam. Pro dan kontra bermunculan. Tak pelak, membuka kembali diskusi tentang penting tidaknya pendidikan seks bagi anak.

Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merespons, mengingatkan bahwa paparan konten porno berbahaya dan memberi dampak negatif pada tumbuh kembang anak, sekalipun menontonnya ditemani orang dewasa. Meski beralasan untuk pendidikan seks, tidak sepatutnya orang tua memfasilitasi paparan konten porno bagi buah hatinya.

Pandangan KPAI berkebalikan dengan banyak pihak yang justru menganggap positif model pendidikan seks serupa ini. Cara sang artis dianggap mewakili orang tua progresif. Para orang tua pun didorong untuk meniru, agar komunikasi dengan anak lebih terbuka dalam berbagai perkara. Juga agar orang tua lebih bisa mengarahkan orientasi seksual anak dengan “benar”.

Deras Arus Seksualisasi dan Liberal

Membincang pendidikan seks hari ini tidak boleh dilepaskan dari semesta kehidupan yang melingkupi masyarakat. “Jangan menganggap tabu membahas soal seks” nyaring disuarakan sebagai slogan. Begitu gencarnya, hingga aspek ini seolah menjadi jantung dan pusat perhatian semua sisi kehidupan.

Ruang pikiran, perbincangan, dan interaksi masyarakat diisi dengan segala hal yang bermuara pada pemuasan naluri seksual. Bukan lagi fitrah untuk melestarikan jenis yang mesti dijaga, malah menjadi ukuran kebahagiaan.

Di media, unsur seksual adalah komoditas penting agar lebih banyak peminat informasi dan hiburan yang disajikan. Betapa banyak rubrik dan program media yang khusus membahasnya karena memang banyak peminatnya.

Demikian pula, kita dapati majalah, tabloid, dan film berisi konten porno legal maupun tersembunyi yang terus diproduksi. Tidak ketinggalan di dunia seni, sering kali hadir tak jauh-jauh dari paparan sensualitas perempuan maupun laki-laki.

Inilah semesta kehidupan yang sedang melanda dunia. Deras arus seksualisasi, bahkan dorongan agar relasi dan perilaku manusia dipenuhi unsur hiperseksualisasi. Apa hasilnya? Kerusakan moral dan penyakit seksual merajalela, kehancuran keluarga bahkan ancaman kehilangan generasi masa depan pun di hadapan mata.

Inilah gambaran nyata masyarakat sekuler liberal. Eksploitasi naluri seksual menjadi salah satu ciri peradaban liberal. Kesenangan ragawi menjadi ukuran kebahagiaan. Nilai-nilai kebebasan disakralkan, hingga kebebasan seksual juga dianggap bagian dari hak  asasi tiap manusia.

Siapa yang untung? Tentunya kaum kapitalis pemilik industri dan pemilik media. Di bawah payung ideologi kapitalisme, mereka bisa menyamarkan tujuan keuntungan materialistisnya menjadi bagian dari gaya hidup dan kebutuhan semua orang.
Bukan hanya itu, potensi besar manusia telah dikerdilkan. Tercipta arus seksualisasi hingga manusia berbondong-bondong meraih tujuan hidup rendahan sekadar memuaskan naluri seksual.

Khilafah Menjaga Generasi

Kerusakan generasi haruslah dipandang secara komprehensif. Mengapa banyak pergaulan bebas? Mengapa konten-konten porno bertebaran dan mudah diakses? Mengapa banyak remaja hamil di luar nikah? Mengapa orang tua bisa salah mendidik? Semuanya itu mesti terjawab dengan menyeluruh.

Kesalahan fatal saat ini adalah ketika muncul masalah seks bebas hingga memunculkan penyakit menular seksual lainnya. Rumus yang dipakai malah pendidikan seks sesuai pandangan Barat. Bukan menyelesaikan masalah, namun nyatanya solusi ini menambah masalah. Sebab, poin utama permasalahan generasi adalah pemikiran sekuler liberal itu sendiri. Adapun masalah-masalah yang muncul, itu adalah efek turunan akibat penerapan sekularisme dalam kehidupan.

Islam bukan hanya agama ritual, tapi ia sistem kehidupan yang mampu menangkal generasi dari pemikiran berbahaya dan menyesatkan.

Langkah Khilafah Menjaga Generasi

Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan merupakan cara melahirkan generasi berkepribadian Islam (bersyakhsiyah Islam), memiliki bekal ilmu yang diperlukan dalam kehidupan, baik ilmu Islam (tsaqafah Islam) maupun ilmu terapan seperti sains dan teknologi. Negara menerapkan  sistem pendidikan melalui kurikulum pendidikan Islam dan UU yang mendukung penerapan kurikulum tersebut. Sistem pendidikan negara khilafah terdiri dari dua macam, yaitu sistem pendidikan formal dan nonformal. Sistem pendidikan formal dilaksanakan berdasarkan peraturan negara, baik diselenggarakan negara ataupun swasta. Sistem pendidikan ini dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

Adapun sistem pendidikan nonformal dilaksanakan di luar pengaturan negara dalam hal pelaksanaanya, seperti pendidikan di rumah, masjid, pondok, dan berbagai forum. Seperti seminar, training, diskusi, kajian, dan sebagainya. 

Meski pendidikan nonformal dilaksanakan di luar pengaturan negara, khilafah tetap bertanggung jawab mengontrol dan mengawasi berjalannya pendidikan tersebut, yaitu bahan ajar yang diberikan tidak boleh bertentangan dengan akidah Islam.

Negara akan menindak tegas setiap lembaga atau sekolah yang mengajarkan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, hedonisme, dan seluruh produk pemikiran asing lainnya yang menyalahi Islam.

Pemikiran asing yang menyalahi Islam hanya boleh diajarkan di jenjang pendidikan tinggi, sebatas untuk diketahui kekeliruan dan penentangannya terhadap Islam, bukan untuk diyakini.

Kedua, menerapkan sistem pemerintahan dan politik ekonomi berdasarkan syariat Islam. Secara tidak langsung, kebijakan politik ekonomi terkait erat dengan pembentukan generasi berkualitas. Sebagai contoh, kebijakan politik dengan menyaring dan memblokir konten-konten porno atau muatan yang mengandung gaya hidup bebas dilakukan melalui departemen penerangan. Lembaga ini bertugas melakukan pengawasan terhadap kerja media baik media massa maupun digital. Tujuannya, menjaga generasi dari pengaruh negatif media yang merusak.

Contoh lainnya, penerapan sistem ekonomi Islam memungkinkan bagi masyarakat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Negara akan memberlakukan distribusi bantuan kepada rakyat miskin, baik melalui pembagian harta zakat maupun nonzakat. Negara juga akan menerapkan pendidikan gratis untuk seluruh rakyat, karena layanan pendidikan adalah kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyatnya.

Penerapan sistem pergaulan akan mencegah generasi bergaul tanpa batas atau bebas aturan. Larangan berkhalwat, wajibnya memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan dan kebolehan ikhtilat hanya dalam perkara-perkara yang disyariatkan saja. Seperti silaturahmi kerabat, berjual beli, kesehatan, pendidikan, ibadah haji, dan lainnya. Dengan pengaturan ini, pergaulan mereka akan terjaga dan kondusif. Tidak seperti hari ini yang serba bebas dan liar.

Ketiga, mewujudkan lingkungan yang islami. Negara akan melarang kebiasaan yang bertentangan dengan Islam. Setiap kegiatan masyarakat haruslah selaras dengan tujuan pembentukan generasi berkepribadian Islam. Selain pengawasan negara, terbiasanya amar makruf nahi mungkar yang dilakukan masyarakat akan menjaga generasi dari kemaksiatan.

Keempat, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Jika pencegahan sudah dilakukan secara maksimal, tetap saja ada kemungkinan bagi manusia melakukan maksiat atau pelanggaran. Maka, lapisan terakhir yang bisa dilakukan adalah penerapan sistem sanksi yang tegas. Sebab, hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan memberikan efek jera. Dengan begitu, mereka yang melanggar tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Dengan keempat sistem ini, khilafah akan menjalankan tanggung jawabnya yang pertama dan utama, bertugas untuk menjamin serta menjaga generasi dari paparan virus pemikiran yang rusak. Tanpa keberadaan Khilafah, generasi akan terus menjadi sasaran liberalisasi dan sekularisasi yang memang sudah menjadi agenda global untuk menghancurkan generasi abad ini.

Saat ini, keluarga menjadi satu-satunya institusi yang diharapkan mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam. Namun, benteng terakhir ini pun di ujung tanduk mengingat gempuran ide feminisme dan kesetaraan gender yang menyesatkan kaum ibu. Maka urgensi keberadaan Khilafah tidak bisa ditunda lagi. Umat ini harus diselamatkan.

Satu-satunya yang menjadi harapan adalah hadirnya negara yang benar-benar meriayah sebagaimana sistem pemerintahan yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW, para sahabat, dan khalifah sesudahnya.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Mariyam Sundari 
(Analis Peradaban dan Ideologi Umat)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar