Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menggenjot Pariwisata Lebih Penting daripada Nyawa?


Topswara.com-- Tak habis pikir, apa yang ada dalam benak para penguasa negeri ini. Membiarkan masalah berkepanjangan dalam nestapa ujian Corona. Tampak dari kebijakan yang tidak fokus menghilangkan wabah hingga benar-benar tak tersisa masyarakat yang terdampak. Kesan solusi setengah hati sangat signifikan dengan berbagai kebijakan yang tarik sana tarik sini dengan berbagai kepentingan.

Mulai dari larangan mudik lebaran yang sangat dilematis, buka tutup lokasi wisata hingga berbagai perizinan masuknya para tenaga kerja asing khususnya yang berdatangan dari cina. Sangat jelas kesan kontradiktif antara kebijakan dengan keputusan.

Ibarat nasi sudah jadi bubur, kasus Corona sudah bergulir seperti bola liar. Merambah kemana-mana, membuat sensitifitas masyarakat terkuras. Buktinya tidak lagi menjadikan Corona sebagai rambu pengontrol berbagai kegiatan. Sekalipun ternyata angka kasus kembali bertambah. 
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebut dalam enam hari terakhir terjadi kenaikan kasus positif virus corona. Selain penambahan kasus harian, kasus aktif juga mengalami lonjakan dalam sepekan terakhir (CNNIndonesia, 23/05/2021).

Bahkan yang cukup mengkuatirkan adalah bertambahnya varian baru. 
Sebaran mutasi virus corona penyebab Covid-19 varian B1617 terus bertambah di Indonesia. Terbaru, sebanyak 13 anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Filipina yang melakukan bongkar muatan di Cilacap, Jawa Tengah, dinyatakan terpapar varian corona asal India itu. Belasan ABK tersebut kini tengah menjalani isolasi dan perawatan di RSUD Cilacap. 

Alih-alih pemerintah melakukan evaluasi terhadap solusi yang telah diambil. Bukti solusi tidak tepat terlihat dari progres yang terjadi hingga saat ini. Nampaknya keberpihakan pemerintah terhadap berbagai kepentingan, telah menjadikan keselamatan nyawa rakyat menjadi prioritas kesekian. Atas nama menyelamatkan daerah pariwisata lagi-lagi pemerintah membulatkan tekad mengambil langkah yang tidak menyentuh akar masalah.

Pemerintah berencana mengirim 25 persen aparatur sipil negara (ASN) work from Bali. Khususnya para ASN di tujuh kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko marves) untuk bekerja di Bali atau work from Bali-WFB.  Direncanakan realisasinya pada kuartal III 2021.

Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi.

Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu mengatakan, kuota ASN yang diwajibkan untuk bekerja di Bali akan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

"Kami mengusulkan saat ini kalau kami lihat bahwa work from office itu sekitar 50 persen. Kalau  bisa dibagi dua, 25 persen yang work from office, 25 persen yang work from Bali dengan memaksimalkan existing budget yang ada," ucap Vinsensius dalam konferensi pers, Sabtu (22/5).

Ia menilai, kebijakan ini akan mendorong pemulihan ekonomi pasca-dihantam pandemi Covid-19. Pasalnya, dengan adanya 25 persen ASN yang bekerja di Bali secara otomatis akan meningkatkan tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut.

Tampak sekali latar belakang kebijakan ini tidak menyentuh akar masalah sama sekali. Terlihat sangat memihak pada para pengusaha yang tidak dipungkiri sebagian mengalami kerugian terdampak pandemi. Bukan Bali saja tentunya, hampir merata bahkan pengusaha kelas masyarakat biasapun sangat merasakan kesulitan. Kenapa harus Bali? disatu sisi memperjuangkan pariwisata yang nilainya tentu jauh lebih rendah dibanding nyawa.

Konsep work Bali yang diinisiasi oleh Menteri Koordunator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dengan alasan memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat Pandemi Covid-19 (CNN Indonesia). Menjadi nota kesepahaman sebagai upaya dalam mendukung paningkatan pariwisata The Nusa Dua Bali dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Pengiriman ASN "wisata sambil bekerja".  

Entah seperti apa perhitungannya, apakah dinilai lebih hemat biaya atau malah sebaliknya dengan mengabaikan beban defisit APBN. Negara yang bertanggung jawab akan mengeluarkan kebijakan mempertimbangkan teori cost dan benefit, biaya dan risiko. 

Negara dalam kekangan kapitalisme bersandar pada asas manfaat dan keuntungan kapital semata. Bukan nilai pertanggung jawaban terhadap amanah mengurus kesehatan dan keselamatan jiwa rakyat. Inilah esensi sistem buatan manusia, sekularisasi meniadakan konsep kebenaran hakiki. Berbagai rekomendasi penuh intervensi asing dan internasional telah terbukti gagal.

Tidak bisa diharapkan, justru mengkonfirmasi bahwa keberpihakan pada bisnis pengusaha lebih menonjol dibandingkan menyelamatkan kepentingan rakyat.

Tidak lagi berharap pada sistem kapitalis yang sudah nyata kerusakannya. Maka, saatnya umat menguatkan diri bahwa hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan berbagai masalah, termasuk solusi tuntas masalah Corona. Umat membutuhkan pemimpin yang menyandarkan berbagai masalah kepada tatanan syariah, hukum yang bersumber dari pencipta alam semesta yaitu Allah SWT.

Kepemimpinan khilafah islamiyah telah membuktikan mampu merealisasikan kesejahteraan selama 13 abad. Sistem kekhilafahan memiliki perbedaan diametral dengan sistem apapun yang diterapkan dunia saat ini. Termasuk praktik demokrasi,  pemimpin hanya berfungsi sebagai lembaga eksekutif yang menjalankan amanat rakyat. Dalam praktiknya, yang disebut “rakyat” tersebut hanyalah sebatas pada para pemilik modal dan kekuatan. Tak heran jika kemudian hanya berfungsi sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas bagi orang-orang bermodal untuk menguasai negara.

Sementara Islam sebagai agama yang paripurna memandang kapabilitas  seorang khalifah yang menjadi kepala negara, adalah sosok sangat hati-hati dalam membuat kebijakan, bersandar pada Al-Qur'an dan hadis adalah langkah utama. Khalifah tampil sebagai ra'in sebagai pengurus berbagai urusan umat hingga tak tersisa masalah yang mendera. Bahkan khalifah sebagai junnah (perisai), selalu siaga dalam melindungi rakyatnya.

Jelaslah, khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum nuslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah SAW. bersabda,

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Begitupun khalifah sebagai junnah
Nabi Saw bersabda:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Sosok inilah yang tidak lagi kita temui dimasa sekarang, maka membutuhkan komitmen dan daya juang dari seluruh komponen umat bahu membahu mewujudkannya. Hingga Allah menepati janji-Nya akan kembali memenangkan kembali agama-Nya dan merealisasikan bisyarah Rasulullah akan kembalinya khilafah manhaj nubuwwah, insyaAllah.
Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh: Yeni Marlina, A.Ma.
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar