Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Prostitusi Anak, Mengapa Marak?


Topswara.com -- Belum lama ini, praktik prostitusi anak di bawah umur terungkap. Media arus utama ramai melaporkan penggerebekan  prostitusi online di Hotel Alona, Kreo Selatan, Tangerang, Banten. Mereka diperkerjakan di hotel yang disinyalir milik seorang artis. Usia anak yang terlibat prostitusi berkisar 14 tahun sampai di atas 20 tahun. Tarif beragam yang murah, mudah terjangkau hidung belang. Ternyata keterlibatan anak di bawah umur dalam kasus ini dikarenakan tidak mengetahui pekerjaan yang dilakoninya. Dan keberadaan hotel ini telah meresahkan warga sekitar. (CNNIndonesia, 20/3/2021)

Kini polisi telah mengamankan 15 anak di bawah umur saat penggerebekan Hotel Alona. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komnas Yusri Yunus,  di Polda Metro Jaya, mengatakan bahwa ada 15 orang korban prostitusi online, semuanya di bawah umur, rata-rata umur 14-16 tahun. Dan belasan anak tersebut telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial. Kegiatan prostitusi online ini dilakukan setelah pandemi. Dengan tujuan untuk menjaga agar selalu ada pemasukan sehingga kegiatan hotel dapat berjalan sebagaimana biasanya. (CNNIndonesia, 19/3/2021)

Mengapa di masa pandemi ini, prostitusi anak justru marak terjadi? 

Sekularisme Kapitalistik Penyubur Prostitusi Anak

Sungguh miris kondisi negeri ini. Tidak pernah bisa melepaskan diri dari jeratan tindakan asusila. Terlebih, pandemi belum berakhir. Dari awal masuknya ke Indonesia, membuat banyak kalangan kalang kabut. Terutama yang berhubungan dengan pemenuhan ekonomi, dan pendidikan. Roda perputaran ekonomi mendapat banyak hambatan disebabkan daya jual dan daya beli yang merosot. Disebabkan beberapa usaha baik perindustrian, perdagangan, serta retail mengalami kerugian besar hingga berakhir pada pemutusan kerja bagi para pegawainya.

Sementara itu, untuk mengatasi dunia pendidikan yang terimbas pandemi, pemerintah menetapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Menggunakan fasilitas media online dalam menyelesaikan pembelajaran dari berbagai tahap pendidikan. Sayangnya, kegiatan belajar dengan bertumpu pada media online ini membawa dampak negatif. Antara lain, kecanduan media online yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran (game online), learning loss, anti sosial (menyukai berteman dengan dunia maya), dan lainnya.

Kesulitan kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier keluarga menyebabkan anak-anak ikut andil dalam bekerja. Kepolosan dan keterbatasan pemahaman anak cenderung terbius oleh ajakan bekerja yang tidak jelas. Hanya dengan iming-iming diberi penghasilan yang besar  tanpa keahlian tertentu. Anak-anak remaja yang sedang labil dan ingin membantu perekonomian keluarganya sangat mudah terjerat tipu daya orang dewasa yang tidak bertanggung jawab. Sehingga berakhir dengan menjalani pekerjaan asusila seperti prostitusi online. 

Jika didalami, kondisi pandemi hanyalah pemicu terjadinya prostitusi anak. Faktor penyebab mendasar adalah penerapan sistem kehidupan sekularisme liberal yang telah melepaskan standar keridaan Allah SWT. Dalam menjalankan aktivitas untuk mencapai tujuannya dengan cara sebebas-bebasnya. Kapitalisme ikut berperan dalam penetapan kebijakan negara terkait prostitusi dan tindakan kekerasan terhadap anak sehingga hukum yang ditegakkan tidak memberi efek jera bagi para pelaku kemaksiatan tersebut. 

Kemarahan dan penolakan warga agar negeri dibersihkan dari zina, tidak bisa menghentikan praktik kemaksiatan ini. Mengapa ini terjadi? Karena praktik ini menghasilkan keuntungan juga bagi oknum-oknum tertentu. Mereka mendulang rezeki dari perbuatan yang diharamkan. 

 Islam Melindungi Anak

Islam memiliki seperangkat aturan yang paripurna dalam menyelesaikan  permasalahan kehidupan. Demikian pula dalam mengatur rakyatnya mendapatkan pekerjaan dan memperoleh hasil kerja. Semuanya harus sesuai dengan hukum syariat. Kaum muslim terikat dengan aturan yang ditetapkan Allah Swt.. Sebagaimana dalam firmannya, 

Ø£َÙ„َا Ù„َÙ‡ُ الْØ®َÙ„ْÙ‚ُ ÙˆَالْØ£َÙ…ْرُ ۗ تَبَارَÙƒَ اللَّÙ‡ُ رَبُّالْعَالَÙ…ِينَ                                        
Artinya: “Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.  Mahasuci Allah, Tuhan Seluruh alam.” (Q.S. al-A'raf: 54)

Hukum-hukum syariat menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan primer setiap warga negara Islam secara menyeluruh seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan jalan mewajibkan setiap laki-laki yang mampu untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya. 

Apabila tidak mampu bekerja, maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya (syarat anak bekerja usia telah baligh) serta ahli warisnya untuk bekerja. Jika yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada maka Baitul Mal-lah yang wajib memenuhinya.

Anak dalam sistem Islam mendapatkan perlindungan terkait hak-hak anak secara individu, keluarga, dan di tengah masyarakat. Kebutuhan anak harus tercukupi oleh ayah sebagai kepala keluarga dengan cara yang makruf. Bagaimana negara mendorong penuh kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhannya dengan membuka lapangan pekerjaan yang halal. 

Anak dibekali dengan pemahaman dan pemikiran Islam, menjaga pergaulan dengan lawan jenis dan mewajibkan menutup aurat dengan sempurna sesuai syariat Islam. Batasan-batasan yang menjadi kewajiban anak dalam ranah publik merupakan keharusan yang dijalankan karena berhubungan dengan keterikatan hubungan dengan ketaatan kepada Allah SWT (Hablumminallah).

Negara bertindak sebagai penanggung jawab dalam penghapusan segala bentuk kekerasan dan prostitusi. Memberlakukan sangsi yang tegas bagi pelaku pelanggaran syariat sesuai hukum Islam. Sehingga fungsi hukum sebagai  jawabir (penebus dosa) dan jawazir (penebus dosa) akan berjalan optimal. Sehingga tindakan kejahatan dapat diminimalisir. Kehidupan menjadi aman. Dan semua ini hanya dapat dijalankan dalam sistem Islam secara total.


Oleh: Ageng Kartika 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar