Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Stunting Menghantui Generasi Negeri


Tahun berganti tahun, kepemimpinan sudah berulang kali bergilir. Bagaikan menelan pil pahit namun salah dosis, menelan kepahitan minim kesembuhan. Seperti halnya hari ini, masalah datang silih berganti, banyak solusi ditawarkan, namun minim penyelesaian.

Begitupun masalah negeri akan nasib generasi. Permasalahan yang timbul bukanlah sesuatu yang baru, terkait pemenuhan gizi. Indonesia memiliki tiga beban masalah gizi (triple burden) salah satunya yaitu kasus stunting. Program penyuluhan yang diselenggarakan sebagai pembangunan keluarga demi mengurangi kasus stunting terus digencarkan, akankah mampu menyelesaikan ?

Masalah stunting di Indonesia menduduki urutan kedua di Asia Tenggara dengan persentase 27,7 persen penderita.  Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20 persen dunia. (merdeka.com, 21/12/2020)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, mengatakan tidak mudah untuk menangani permasalahan stunting, terutama upaya mengubah perilaku masyarakat. Apalagi hasil riset mengungkapkan sebesar 54 persen angkatan kerja tidak maksimal karena pada 1000 kelahiran pertama pernah mengalami masalah stunting. Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Endang L. Anhari Achadi mengatakan bahwa stunting salah satu indikator permasalahan yang serius penanganan bagi ana generasi. (jawapos.com, 24/11/2020)

Penanganan masalah stunting bisa dibilang tidak mudah, meski ditengah pandemi tidak bisa diabaikan begitu saja. Jika pengabaian ini terus berlanjut, akan memberikan risiko yang cukup signifikan terhadap perkembangan produktif seorang anak dan bisa berlanjut dalam jangka panjang hingga mencapai usia produktif. Padahal generasi adalah aset berharga memimpin negerinya.

Pertaruhan Nasib di tengah Melimpahnya SDA, Potret Rancu Pengolaan di Negeri Kapitalis 
Stunting sebagai kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi. Sebelum Covid-19 diperkirakan telah ada 47 juta balita yang mengalami penurunan berat badan dengan cepat (wasting) di tingkat sedang hingga parah yang sebagian besar tinggal di Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara.

PBB menyatakan bahwa stunting adalah bagian dari krisis sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona, dengan potensi yang cukup tinggi bisa menyebabkan hampir tujuh juta anak mengalami kekurangan gizi. Inilah skenario terburuk yang tercipta bahkan hampir 180.000 anak berpotensi meninggal untuk tahun ini saja. (bbcIndonesia.com, 02/08/2020)

Penanganan kasus stunting tidak hanya terkait pemenuhan gizi seperti disampaikan melalui penyuluhan terhadap keluarga, namun perlu penanganan secara menyeluruh dan mendasar. Peran negaralah yang berhak menjamin kesejahteraan dan membangun kesadaran masyarakat serta menyelesaikan segala persoalan secara penuh kepada semua rakyat tanpa syarat. 

Masyarakat seluruh dunia tentu ingin mengonsumsi makanan yang bergizi. Tetapi kemampuan ekonomi menjadi penghalang untuk meraih impian kecil itu. Mayoritas masyarakat memang belum memadai baik dari pengadaan makanan bergizi dirumah ataupun yang lainnya, begitupun yang terjadi di lingkungan masyarakat memiliki perbedaan kesenjangan sosial cukup tinggi. 

Ironi kehidupan masyarakat yang bergelimang kekayaan alam tapi miskin di negeri sendiri. Apalagi indonesia kaya akan sumber daya alam, dimana negeri ini menjadi muara bagi negara-negara lain untuk mengambil sumber daya alamnya. Kerancuan distribusi harta dan kebutuhan tidak lagi dominan pada rakyat, sebagai penyebab ketidakadilan yang berdampak pada ketidakmajuan bahkan kesejahteraan kehidupan rakyat.

Penerapan aturan bersumber dari  demokrasi hari ini memberi mimpi kosong. Pemerintah berencana mengatasi stunting dengan pembentukan badan khusus, mendesakkan UU, melakukan penyuluhan pembangunan keluarga. Semua penanganan yang direncanakan terasa sama saja, ibarat mengulang penundaan penyelesaian. Kedaulatan ditangan rakyat yang dijanjikan jauh panggang dari api. Buktinya rakyat terlunta didepan mata, disisi lain pengusaha semakin sejahtera. 

Sepertinya bukan salah pengaturan yang lahir dari kebijakan, namun akar permasalahanya pada sistem yang mengaturnya. Sistem kapitalisme telah berhasil membuat rakyat semakin sengsara, asas yang menafikan peran agama dalam negara telah melenggangkan rakyat yaitu manusia dalam membuat aturannya sendiri, wajar kekacauan dan solusi yang diinginkan semakin melebarkan masalah, manusia lemah dan terbatas akal. 

Aturan yang lahir dari buatan manusia kental akan kepentingan pihak karena manusia memiliki hawa nafsu keinginan, kewajaran ini yang sebenarnya memperkeruh dan menghancurkan. Allah telah menegaskan bahwa hukum mutlak milik Allah, manusia hanya memahami dan menerapkan.

Karenanya, permasalahan tak kunjung tuntas ini perlu koreksi mendasar terkait kebijakan hingga sistem ekonomi hari ini yang nyatanya sangat diskriminatif karena pro kepentingan modal. Sekaligus mengkoreksi sistem pemerintahan yang memghambat distribusi kekayaan karena sekat-sekat kedaerahan. Namun jika fokus pada program-program intervensi gizi dan penyuluhan yang konseptual, tentu tak akan pernah menyelesaikan persoalan karena tak menyentuh problem utamanya.

Sistem Pemerintahan Islam Penyelesaian Jawaban atas Permasalahan Negeri
Islam bukan hanya diturunkan untuk umat muslim, namun semua umat karena hadirnya sebagai penyempurna agama sebelumnya. Sepaket dengan aturan yang membawa rahmat bagi kehidupan manusia didunia (rahmatanlil’alamin). Tidak hanya mengatur urusan ritual ibadah, namun juga pemerintahan. Bahkan memiliki pilar pengaturan tiap bidangnya. Sehingga Islam selalu layak dijadikan aturan dan pedoman hidup.

Aturan Islam memang tersistem, begitupun penerapannya harus secara tersistem. Penerapan ini membutuhkan peran individu serta masyarakat yang paham agama serta syariat, agar nantinya mampu menjadi pengoreksi atas kebijakan penguasa. Maka diperlukan wadah yaitu negara untuk menerapkan aturan sesuai dengan aqidah dan syariat islam.

Salah satu solusi dalam masalah ini paling utama adalah sosial dan ekonomi, ini membutuhkan peran negara sebagai langkah praktis penerapan aturan untuk menyelesaikan persoalan. Berjalannya solusi tersebut tentu ditopang dengan sistem ekonomi yang mumpuni, dalam pemerintahan Islam sistem ekonomi yang dijelaskan berdasarkan kitab Nidzamul Islam karya Syekh Taqiyuddin an-nabhani, bahwa seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya secara sempurna. 

Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara dan selalu berusaha memutar harta diantara rakyat serta mencegah adanya peredaran harta pada kelompok tertentu.  Bahkan negara menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta/ pekerjaan serta menanggung nafkah bagi warga yang sudah tidak memiliki penanggung nafkahnya. Sehingga kebuthan rakyat terjamin dan terpenuhi sempurna.

Negara dalam sistem pemerintahan Islam berkewajiban menjamin ketersediaan fasilitas serta pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Model kekuasaannya bersifat sentralisasi dan administrasinya bersifat desentralisasi, menjadikan negara memiliki wewenang dan kekuasaan yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya terhadap warga negara yang dipimpinnya. Pemasukan dalam Negara Islam pun sudah jelas, anggaran tersebut berasal baitulmal dan bersifat mutlak. Negara mengelola harta milik umum yang akan dikembalikan kembali untuk umat.

Gambaran nyata solusi permasalahan hari ini adalah dengan menerapkan sistem yang sesuai fitrah, bukan hanya sebatas memberikan penyuluhan membangun kesadaran namun minim penjaminan dan tindakan. Rakyat tidak hanya butuh keberadaan penguasa semata, namun aturan yang bisa menjamin keberlangsungan hidupnya. Maka paradigma yang dibangun adalah dengan menyiapkan sistem yang mampu melahirkan aturan yang mensejahterakan dengan kepemimpinan atasnya.
Islam mulia sejak diturunkannya, berjaya hampir menguasai seluruh dunia kurang lebih 1300 tahun dan sejarawan dunia bahkan mengakui hal tersebut. Mulianya Islam karena penerapan syariat dalam kehidupan. 

Mulianya umat dengan melanjutkan kembali kehidupan islam. Sistem islam atau khilafah adalah harapan umat untuk meredakan bahkan menghilangkan  permasalahan yang ada pada saat ini. Hanya system islam bersumber dari pencipta, yang mampu melahirkan pemimpin sekaligus menjadi khadimul ummah.

Kepemimpinan berdasarkan ketaqwaan dan tanggungjawab penuh sehingga mampu mewujudkan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan seluruh umat / rakyat.

“Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya)” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad). Saatnya umat kembali pada sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. []


Oleh: Nadia Fransiska Lutfiani S.P ( Pegiat Literasi dan Media, Pendidik, Pemerhati Generasi )

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar