Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mencabar Telegram Rahasia




Salinan Telegram Rahasia an Kapolri No. STR/965/XII/IPP 3.1 6. /2020 tertanggal 23 Desember 2020 yang berisi perintah kepada jajaran di bawahnya untuk menindaklanjuti larangan aktifitas ormas tertentu telah beredar meluas. Apakah telegram rahasia ini asli? Saya meragukannya. Jika asli, maka saya sungguh prihatin karena surat ini tidak menunjuk perppu mana yang memuat tentang pembubaran ormas dan larangan aktifitas dari 6 Ormas sebagaimana disebut dalam telegram rahasia ini. 

Telegram semacam inilah yang membuat bawahan bisa salah tafsir dalam penerapannya. Mengapa demikian. Saya yakin, akibat gaya kepemimpinan yang bersifat komando, para bawahan Kapolri tidak akan berpikir panjang soal penalaran hukumnya terkait dengan ada tidaknya Perppu Pembubaran Ormas yang ditunjuk salam telegram rahasia ini. Yang pasti ada yaitu Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 dan Perppu tersebut telah menjadi UU Ormas No. 16 Tahun 2017 mengubah UU Ormas No. 17 Tahun 2013. Hingga sekarang ini saya belum menemukan Perppu baru tentang Pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam telegram rahasia ini. 

Ketika TR ini disalahtafsirkan oleh pejabat di bawah Kapolri, maka serta merta mereka akan memerintahkan semua anggota Polri untuk menyapu bersih kegiatan ormas-ormas yang disebut dalam TR ini. Ormas-ormas yang disebut dalam TR ini yaitu:
(1) HTI, (2) FUI,  (3) MMI, (4) JAT, (5) ANAS, dan (6) FPI. Instruksi ini sangat berbahaya karena akan berpotensi untuk melanggar hak kebebasan beragama tanpa berdasarkan putusan pengadilan yang sah. Memang betul, Pemerintah dapat mencabut badan hukum suatu ormas berdasarkan asas contrarius actus, tetapi perlu dicatat bahwa penggunaan kewenangan tersebut juga perlu memperhatikan tahap-tahap penjatuhan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 60 s/d Pasal 62 UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas. Selain itu, pencabutan Badan Hukum atau Surat Keterangan Terdaftar oleh Menteri juga harus memperhatikan pertimbangan dari instansi terkait, yakni kementerian atau lembaga di bawah koordinasi menteri yang membidangi sinkronisasi dan koordinasi urusan pemerintahan di bidang politik, hukum dan keamanan. Hal ini diatur dalam Pasal 61 UU No. 16 Tahun 2017.

Indonesia telah mendeklarasikan diri sebagai Negara Hukum. Berarti penggunaan kekuasaan negara oleh pemerintah harus berdasarkan hukum bukan bersarkan kekuasaan yang cenderung menerapkan prinsip SSK (Suka-Suka Kami). Tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga diperbolehkan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU. Ingatlah, Perppu yang serampangan itu sebenarnya sebagai pertanda bahwa pemerintahan sedang dijalankan secara otoriter. Apalagi Perppunya belum jelas ada, tetapi sudah dibuat Telegram Rahasia yang seolah menindaklanjuti Perppu tersebut, maka tindakan itu dapat dikatakan sebagai upaya penegakan hukum yang "ugal-ugalan" kalau tidak boleh disebut "bar-bar".

Banyak pejabat yang berteriak "salus populi suprema lex esto" namun teriakan itu akan tenggelam dan nyaris tak terdengar ketika tertimpa slogan "negara tidak boleh kalah dan aparat dilindungi hukum". Seharusnya negara c.q. Pemerintah itu berwatak benevolen, pemurah kepada rakyatnya tanpa kecuali. Mereka keluarga kita, mereka senasib sepenanggungan dengan kita maka jangan menggebuk tapi memeluk, jangan bernafsu membinasakan tetapi membina ormas apa pun warna karakternya, kecuali mereka tidak mau dipeluk dan dibina. OPM dan kelompok separatis lainnya justru lebih bahaya dibandingkan dengan ke-6 ormas-ormas  yang disebut dalam TR ini. Pemerintah harus kembali kepada visinya untuk melindungi, mengayomi dan melayani rakyatnya. Demikian pula aparat penegak hukum c.q Polisi. 

Untuk semua ormas yang disebut dalam TR yang belum jelas ini supaya tetap tenang dan istiqomah dalam perjuangan dan dakwah yang memang dijamin oleh Konstitusi dan UU HAM 39 Tahun 1999. Tidak perlu panik sembari menunggu kepastian dan kebenaran TR dimaksud. Prihatin saya, kapan negeri ini aman damai tidak ribut terus jika tidak ada niat suci Pemerintah untuk menyatu dan menghadirkan keadilan dan kebenaran kepada rakyatnya (bringing justice and truth to the people). Hanya dengan cara itu negeri ini akan damai dan aman. Will you? Tabik...!!!


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum
Pakar Hukum dan Masyarakat

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar