Topswara.com -- Lagi dan lagi dunia maya digemparkan dengan fakta hari ini, pasalnya banyak anak muda menghindari sebuah ibadah bernama pernikahan. Jika ditelusuri, pada generasi milenial ketika mencapai usia 25 tahun sampai 30 tahun belum menikah, maka itu suatu hal yang buruk. Bahkan bisa dikatakan mengalami kemalangan, dan banyak orang memberikan label sebagai “perawan tua”.
Menurut badan statistik tahun 2024 sekitar 69,75 persen generasi muda belum menikah, fenomena tersebut berkaitan dengan narasi “marriage is scary” salah satu yang ditakutkan adalah tuntutan ekonomi yang semakin sulit. Banyak anak muda menganggap bahwa kestabilan ekonomi jauh lebih penting daripada menikah. (Kompas.id 27 November 2025).
Belum lagi hari ini gen Z masih sibuk dengan mencari pekerjaan. Dalam tahun 2025 banyak penduduk berusia 15-24 tahun belum mendapatkan pekerjaan, bahkan upah yang mereka terima tergolong sangat rendah.
Di sisi lain mereka terpapar racun sosial media yang menyuguhkan hidup mewah sehingga mereka terkesan takut terlihat miskin. Alasan lainnya adalah karena tingkat perceraian di Indonesia tergolong besar, yaitu mencapai 399,9 ribu pasangan yang bercerai tahun 2024.
Generasi hari ini banyak yang menjauh dari ajaran agamanya, akhirnya mereka memandang pernikahan adalah sebuah beban bukan ladang kebaikan untuk mencetak generasi peradaban.
Belum lagi gaya hidup hedon dari sistem pendidikan sekuler dan pengaruh media yang liberal. Mereka mencontoh kehidupan selebritis atau para idola mereka yang baru menikah lalu bercerai, belum lagi retaknya rumah tangga akibat orang ketiga.
Yang tidak kalah mencengangkan adalah generasi muda tidak takut untuk pacaran (zina), padahal di dalam aktivitas pacaran ada tuntutan mengorbankan materi dan waktu.
Kemudian muncul pola pikir “tanpa menikah bisa menikmati apa yang didapatkan seperti orang yang sudah menikah” pola pikir ini sangat berbahaya. Akibatnya generasi muda terbiasa hidup dalam aktivitas yang mengarah ke dosa besar yaitu perzinahan.
Sangat disayangkan negara yang seharusnya menjadi regulator justru lepas tangan dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Negara seolah tidak peduli pada nasib generasi muda.
Bagaimana Islam mengatasi hal ini?
Menikah adalah ibadah, maka dari itu bagi dua orang yang sudah ingin melangkah ke pernikahan membutuhkan banyak ilmu. Sebab menikah bukan hanya menyatukan dua manusia saja, tetapi menyatukan dua karakter yang berbeda, dua keluarga dan kebiasaan yang bertolak belakang.
Dalam kitab Nizham al-ijtima’i karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan bahwa pernikahan merupakan pengaturan interaksi antara dua jenis kelamin dengan aturan yang khusus. Peraturan tersebut menegaskan untuk menghasilkan keturunan hanya bisa ditempuh melalui jalur pernikahan.
Islam telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban pria dan wanita. Contohnya, Allah menetapkan kewajiban mencari nafkah kepada laki-laki, mendidik istri, atau menjadi pemimpin keluarga. Begitupun dengan syariat menganjurkan perempuan untuk taat pada suami, semua karena tuntutan syariat, bukan karena adanya superioritas laki-laki atas perempuan.
Di tengah arus budaya liberal dan kehidupan yang serba bebas seperti sekarang, anak muda banyak salah mengidolakan seseorang. Mereka tidak memperdulikan baik buruk nya perilaku idolanya, alhasil sekalipun aktivitas tersebut menjerumuskan manusia dalam lubang kemaksiatan mereka rela agar terlihat sama dengan idolanya.
Sistem kapitalis sekuler hari ini telah menjauhkan fungsi penciptaan manusia, bahwa tujuan diciptakannya manusia untuk beribadah, dalam sistem saat ini manusia hanya dijadikan roda perputaran ekonomi, sehingga yang dipikirkan hanya bekerja mencari materi.
Dalam Islam manusia tidak dilarang untuk mencari penghasilan, justru menjadi kewajiban bagi kepala keluarga untuk menafkahi keluarganya.
Tetapi Islam tidak menjadikan fokus utama untuk mencari materi, sebab peran negara lah yang harus lebih banyak dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, karna di dalam Islam hasil dari SDA akan dikembalikan untuk rakyat. Sehingga dalam kebutuhan dasar, rakyat tidak mengorbankan seluruh waktunya hanya untuk mencari materi.
Begitu banyak problematika yang dihadapkan kepada umat hari ini karena tidak ada institusi untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah, alhasil dalam pengaturan baik di bidang sosial, politik, maupun ekonomi semua dijauhkan dari aturan Islam akibatnya terjadi banyak kerusakan di muka bumi.
Sudah saatnya kembali pada sistem Islam yang mana para pemimpin nya akan ditempa agar menjabat sesuai dengan kemampuan, bahkan menjadi pelayan umat.
Jika sistem Islam tidak diterapkan di muka bumi ini, kerusakan akan terus terjadi, maka kita sebagai umat muslim harus senantiasa menyuarakan betapa perlunya umat hari ini dengan kepemimpinan Islam yaitu Daulah Khilafah Islamiah yang menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Wallahu'alam bishawab
Oleh: Dinar Kusrini
Aktivis Remaja

0 Komentar