Topswara.com -- Menjelang perayaan akhir tahun, penderasan ide-ide terkait peringatan hari raya agama lain dan peringatan tahun baru kian mencolok.
Sebagaimana disampaikan Menteri Agama, Nasaruddin Umar bahwa kebahagiaan, kejayaan dan kedaulatan suatu bangsa tidak bisa lepas dari kerukunan beragama umat beragama (kompas.com, 23-11-2025). Menag Nasaruddin Umar juga berencana akan menggelar agenda perdana Natal Bersama di kantor Kementrian Agama.
Belum lama Menteri Agama juga meluncurkan Kurikulum Cinta yang akan diterapkan di setiap jenjang pendidikan. Mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Kurikulum Cinta memiliki lima pilar yakni Cinta pada Tuhan, Cinta pada sesama manusia, Cinta pada hewan dan tumbuhan, Cinta pada alam semesta dan Cinta kepada bangsa.
Dampak Pemahaman Keliru
Program-program yang diluncurkan Kemenag sekilas tampak bagus dan diklaim mampu meningkatkan nilai persatuan terutama bagi kerukunan umat beragama. Namun makna setiap program ini mesti diwaspadai.
Tengok saja nilai toleransi yang menabrak konsep akidah agama. Penguatan paham pluralisme kian kental di setiap ruang pemahaman masyarakat.
Pluralisme yang mengusung konsep pembenaran atas segala agama dan mengaruskan pada pemahaman bahwa tuhan adalah sama antara satu agama dengan agama lain, telah membidik kaum muslim agar lambat laun mengikis akidahnya.
Pluralisme juga kian diperparah dengan konsep sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran agama yang berbeda-beda dengan dalih untuk menggapai persatuan, dan kerukunan antar umat beragama.
Tengok saja penerapan konsep ini dalam Natal Bersama dan penyelenggaraan Shalawat Nabi SAW. di gereja yang disebut-sebut sebagai bentuk toleransi dan kerukunan umat beragama.
Jelas-jelas pemahaman batil ini keliru dan menghancurkan batas akidah. Masalah utama yang kini semakin menjadi bukanlah masalah kerukunan agama. Melainkan penerapan sistem rusak kapitalisme sekuleristik yang mengutamakan keuntungan materi ketimbang penerapan aturan agama yang menyeluruh.
Jauhnya aturan agama dalam penataan kehidupan telah melahirkan berbagai kezaliman. Akhirnya setiap individu tidak memiliki parameter yang shahih untuk menentukan nilai halal haram dan benar salah.
Semuanya berkutat pada kepentingan pribadi dengan ego masing-masing tanpa menyandarkannya pada aturan agama yang shahih.
Toleransi dalam Islam
Islam merupakan satu-satunya agama yang haq. Dan tidak layak baginya disandingkan dengan agama lain yang secara jelas beda akidahnya.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al Baqarah ayat 42, "Janganlah kalian mencampuradukkan yang haq dengan yang batil"
Abu Qatadah, Ibn Katsir menjelaskan makna ayat di atas, yakni: "Janganlah kalian mencampuradukkan agama Yahudi dan Nasrani dengan Islam. Sebabnya, agama Allah hanyalah Islam, sementara agama Yahudi dan Nasrani itu agama bid’ah, bukan berasal dari Allah"
(Tafsîr Ibn Katsir, 1/245).
Islam memiliki batasan jelas terkait konsep toleransi tanpa mengganggu batas-batas aturan hukum syarak yang Allah SWT. tetapkan atas seluruh kaum muslim. Islam juga menyajikan solusi tuntas terkait pencapaian kerukunan umat beragama.
Tertoreh dalam sejarah Islam, selama 13 abad sepanjang penerapan sistem Islam, toleransi dan kerukunan umat beragama terjalin indah. Salah satunya nampak dalam kebijakan Khalifah Umar bin al Khaththab saat menaklukkan Syam (Baitul Maqdis).
Beliau tidak pernah melakukan penindasan kepada kaum Nasrani. Namun sebaliknya, beliau justru menerbitkan perjanjian Umar yang termaktub dalam 'Uhdat 'Umar.
Tidak hanya itu, Khalifah Umar juga menolak menunaikan solat di gereja dengan alasan agar tidak terjadi perampasan rumah ibadah umat Nasrani. Beliau dan kaum muslim pun menunaikan solat di luar. Dan membangun masjid di lokasi tersebut.
Betapa indah kerukunan yang terjalin dengan pondasi akidah Islam. Jalan kompromi dengan akidah agama lain bukanlah solusi. Kekuatan sistem Islam mestinya menjadi bukti kekuatan kaum muslim dalam menjaga akidah. Hanya dengannya kekuatan hukum syarak terjaga, akidah umat pun terlindung sempurna.
Wallahu'alam bishawab.
Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

0 Komentar