Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Marak Bunuh Diri Anak, Implikasi Sistem Rusak


Topswara.com -- Ujian hidup seringkali mengantar pada pergejolakan batin. Ditambah dengan lingkungan yang penuh tekanan (toxic) menumbuhkan masalah mental (mental health). Apalagi di era digital ini yang justru menciptakan krisis kepribadian. 

Disisi lain, minimnya pemahaman tentang akidah menambah deretan persoalan. Alhasil, keputusasaan menjangkiti dan bunuh diri menjadi opsi.

Seperti halnya yang terjadi belakangan ini. Terdapat dua kasus anak bunuh diri di Cianjur dan Sukabumi dalam sepekan terakhir. Kasus serupa terjadi di Sumatera Barat, dua siswa SMP ditemukan bunuh diri di sekolah selama Oktober 2025 ini. 

Hasil penyelidikan sementara oleh kepolisian, tidak ada dugaan tindakan bullying dalam kedua kasus tersebut. Fenomena ini menunjukkan rentannya kesehatan mental generasi muda saat ini (Kompas.Id, 30-31 Oktober 2025).

Dilansir dari Republika.co.id (30/10), kondisi Kesehatan jiwa/mental anak Indonesia menghadapi “lampu merah”. Dari data program pemeriksaan gratis yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan lebih dari 2 juta anak di Indonesia saat ini berjuang dengan berbagai bentuk gangguan mental. 

Pemeriksaan ini telah menjangkau sekitar 20 juta jiwa secara keseluruhan dan mengungkap besarnya krisis yang tersembunyi di kalangan generasi muda. 

Tentu ini menjadi alarm bagi seluruh pihak agar memberikan perhatian khusus terhadap kondisi psikis anak. Sebab, kasus seperti ini bukan baru terjadi sekali saja. Alasannya pun beragam, mulai dari perundungan/bullying, percintaan bahkan masalah dengan orang terdekat/keluarga. 

Namun, faktor terbesar pemicu tindakan bunuh diri adalah depresi. Ketidakmampuan individu dalam menghadapi berbagai tekanan hidup membuat akal tidak mampu berpikir jernih. Sehingga muncul ide melakukan tindakan di luar nalar yang dianggap mampu menghilangkan depresi, baik melukai dirinya sendiri maupun bunuh diri.

Sistem Sekuler Merapuhkan Kepribadian Generasi

Kerapuhan kepribadian anak mencerminkan lemahnya dasar akidah anak. Hal ini merupakan implikasi pendidikan sekuler yang telah menjauhkan generasi dari agama. Pelajaran agama hanya diajarkan secara teori untuk mendapatkan nilai akademis tetapi tidak melekat secara ruhiyah. 

Sehingga terbentuklah generasi yang hanya menilai kebahagiaan dengan kesenangan dunia dan menginginkan sesuatu serba instan. Apabila keinginannya tidak terwujud seolah dunianya telah runtuh. Pemikiran sempit inilah yang mengantar mereka kepada jalan keluar yang salah seperti bunuh diri.

Kasus bunuh diri bukan hanya marak terjadi dikalangan anak-anak. Beberapa waktu lalu kasus serupa menimpa kalangan mahasiswa. Jika dicermati, hal ini terjadi karena pengasuhan pola hidup barat. 

Apalagi negara bukannya menjadi tameng masuknya budaya barat. Justru merekalah yang menerapkan sistem kehidupan Barat (kapitalis sekuler). Sehingga muncul pula paradigma bahwa penentuan usia dewasa yakni 17 tahun ke atas. Jika belum mencukupi usia tersebut masih dikatakan anak-anak dan tidak diberikan Pendidikan dalam menyempurnakan akalnya.

Selain itu, negara menerapkan sistem demokrasi liberal yang mengafirmasi segala bentuk kebebasan. Mulai dari kebebasan kepemilikan, beragama, berpendapat hingga bertingkah laku. Inilah yang memengaruhi pola pikir dan sikap generasi saat ini. 

Sementara itu, peran orang tua tidak maksimal dalam mendidik anak sebab disibukkan dengan bekerja. Yang tidak lain juga merupakan efek samping dari sistem yang tidak memberikan lapangan pekerjaan dan upah layak bagi rakyatnya.

Di rumah, kurang pengawasan dari orang tua dalam penggunaan handphone bagi anaknya. Akibatnya anak bebas menjelajahi segala informasi, termasuk terkait bunuh diri. Apalagi saat ini banyak sekali circle pertemanan yang tidak sehat. 

Banyak komunitas-komunitas sharing yang menjerumuskan anak pada pola pikir yang salah. Walhasil, generasi terdidik dengan kondisi salah dan berakhir pada problem solving yang salah pula. Untuk itu, dibutuhkan perhatian khusus dari berbagai elemen agar kejadian serupa tidak terulang.

Islam Membentuk Generasi Cemerlang

Sejatinya, Islam memberi perhatian besar pada generasi. Ketika Islam dijadikan sebagai landasan sistem kehidupan, maka akan diutamakan pembentukan generasi yang berkepribadian Islam. Yakni, generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. 

Islam menjadikan akidah sebagai asas pendidikan, baik dalam keluarga, sekolah dan seluruh jenjang pendidikan. Asas ini juga yang nantinya dijadikan dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan. 

Sehingga terbentuklah generasi yang memiliki kepribadian tangguh dan tidak mudah rapuh ketika menghadapi berbagai kesulitan.
 
Sistem pendidikan ini diterapkan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga tingkat tinggi. Pada sekolah dasar akan ditanamkan akidah islam dan tsaqafah Islam agar terbentuk kepribadian islam sejak dini. 

Ketika pendidikan tinggi barulah mereka mendapat tsaqafah asing agar mereka paham membedakan yang benar dan salah. 

Dengan penanaman akidah ini mereka akan lebih berpikir realistis dan paham bahwa kebahagiaan tertinggi adalah meraih ridha Allah, bukan sebatas kesenangan dunia. Dengan begitu, tidak akan ada lagi generasi yang bermental rapuh dan mudah depresi.

Seperti halnya di masa Daulah Islam, banyak lahir generasi unggul yang bukan hanya dalam ilmu sainstek tetapi juga sukses menjadi ulama yang fakih fiddin. 

Keseimbangan ini terbentuk dengan baik karena adanya peran negara dalam mengatur setiap aspek kehidupan agar sesuai dengan asas pendidikan yakni berbasis akidah Islam. 

Untuk mendukung sistem pendidikan ini, negara melakukan berbagai kebijakan berbasis syariat Islam. Diantaranya, menerapkan politik ekonomi islam, menetapkan kebijakan pendidikan gratis untuk semua peserta didik, dan pembinaan Islam secara komunal. 

Dengan demikian, sangat urgensi menerapkan sistem Islam kaffah untuk menyelamatkan generasi. Sebab, hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah yang mampu mewujudkan generasi berkepribadian Islam, cendekiawan yang cerdas dan berperadaban mulia.

Wallahua’lam bish-shawwab.


Watini, S.Pd. 
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar