Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dakwah Tidak Harus Menunggu Sempurna


Topswara.com -- Kadang lucu ya, manusia itu. Kalau disuruh dakwah, jawabnya, “aku belum pantas.” Tetapi kalau disuruh scroll gosip selebriti, jempolnya secepat kilat. Eh, bukan dakwah juga namanya kalau nunggu sempurna dulu. Karena kalau begitu, sampai kiamat pun enggak bakal jalan. Lah wong Nabi aja, keluarga beliau aja enggak semuanya “sempurna” kok.

Coba deh, flashback sedikit ke zaman para nabi. Bapaknya Nabi Ibrahim, Azar, itu pembuat patung, literal tukang bikin berhala! Tetapi apa Nabi Ibrahim nunggu bapaknya tobat dulu baru berdakwah? Enggak. Beliau tetap menyampaikan kebenaran, bahkan meskipun yang dilawan itu bapak sendiri. 

Kalau zaman sekarang mungkin kayak, “ayah, berhentilah bikin patung, itu syirik!” Terus ayahnya jawab: “Kamu kurang ajar! Saya kan orang tua kamu!” Eh, Nabi Ibrahim tetap tenang, tetap sopan, tetap santun, tetapi prinsipnya enggak goyah. Karena bagi beliau, kebenaran itu bukan soal siapa yang ngomong, tetapi apa yang benar di sisi Allah.

Terus lihat Nabi Nuh. Subhanallah, sabarnya bukan kaleng-kaleng. Bayangkan, dakwah 950 tahun, tetapi yang ikut cuma segelintir. Parahnya lagi, anaknya sendiri malah milih “kabur” dari seruan bapaknya. Waktu banjir besar datang, Nabi Nuh panggil, “wahai anakku, naiklah kapal ini!” tetapi si anak malah jawab, “aku akan naik ke gunung, ayah, aman kok.” Dan ya, kita tahu kelanjutannya. Anak itu tenggelam. Bukan karena Nabi Nuh gagal, tetapi karena hidayah itu milik Allah Ta’ala. 

Dakwah bukan jaminan keluarga langsung dapat hidayah. Atau lihat Nabi Luth. Istrinya sendiri durhaka. Coba bayangin, jadi istri Nabi, tetapi malah ikut-ikutan kaum Sodom yang rusak moralnya. Kalau di zaman sekarang mungkin headline-nya: “Breaking News: Istri Nabi Ikut Komunitas Maksiat” clickbait banget. Tetapi begitulah kenyataannya. 

Jadi sob, kalau ada yang bilang, “aku belum bisa dakwah, keluargaku aja belum bener,” itu alasan basi. Bahkan istri nabi aja bisa khianat, masa kamu mau berhenti dakwah gara-gara malu sama keadaan keluarga?

Dan terakhir, kisah paling nyesek tetapi juga penuh pelajaran, yaitu Rasulullah SAW sendiri. Beliau bukan dari keluarga yang “ideal” versi dunia. Sejak kecil yatim. Umurnya baru 6 tahun, ibunya meninggal. Lalu diasuh kakeknya yang tidak lama juga wafat, lalu dipelihara pamannya. Kalau pakai standar “harus dari keluarga bahagia dan mapan” ya Rasulullah bisa aja bilang, “Aku kan yatim, belum pantas jadi dai.” Tetapi enggak. Justru dari keterbatasan itulah beliau tumbuh jadi manusia paling mulia.

Dan jangan lupa, paman beliau sendiri Abu Thalib yang melindungi beliau sejak kecil, nggak masuk Islam sampai akhir hayatnya. Nabi sedih banget, sampai Allah SWT turunkan ayat, “sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki” (QS. Al-Qashash: 56).

Jadi, please banget, stop alasan “aku belum pantas.” Dakwah bukan karena kita udah sempurna, tetapi karena kita sedang menuju kesempurnaan yang Allah ridai. Lagian, kalau semua orang nunggu jadi sempurna dulu, siapa yang bakal ngingetin orang buat berhenti maksiat?

Ingat sabda Rasulullah SAW, “sampaikan dariku walau satu ayat” (HR. Bukhari).

Artinya, selevel “baru tahu satu ayat” aja udah cukup buat mulai dakwah. Nggak usah nunggu hafal 30 juz, enggak usah nunggu punya ribuan followers, nggak usah nunggu hidupmu rapi kayak feed Instagram. Dakwah itu bukan soal gaya, tetapi niat.

Lagipula, dakwah itu bukan buat orang lain aja itu terapi buat diri sendiri. Saat kamu menulis, berbicara, atau sekadar mengingatkan teman, sebenarnya kamu sedang menguatkan imanmu sendiri.

Dakwah tuh kayak ngaca, saat kamu ngomong, pantulannya balik ke hati kamu duluan. Kadang justru dari dakwah, Allah bersihkan aib kita satu per satu. Kadang dari dakwah, Allah turunkan kekuatan luar biasa buat kita istiqamah. Kalau nunggu sempurna, kapan mulainya? Dunia ini nggak nunggu kamu selesai memperbaiki diri. Sementara setan juga nggak cuti dari menggoda manusia.

Jadi yuk, mulai aja dulu. Entah lewat tulisan, ucapan, atau sekadar share kebaikan di status. Dakwah enggak harus ribet, tetapi harus niat. Dan jangan takut salah, karena setiap langkah menuju Allah pasti dijagaNya, asal niatmu lurus.

Kalau Nabi Ibrahim bisa berdakwah meski ayahnya penyembah berhala, Nabi Nuh tetap menyeru meski anaknya durhaka, Nabi Luth tetap sabar meski istrinya khianat, dan Rasulullah tetap berjuang meski pamannya kufur, maka apalagi alasan kita?

Jadi, kalau ada yang nyinyir, “sok suci banget sih ngomong agama?” Senyum aja. Balas dalam hati, “aku enggak sok suci, aku cuma pengen disucikan Allah.” Karena dakwah bukan tanda kita udah bersih, tetapi bukti kita enggak mau terus terkena kotor.

Toh pada akhirnya, dakwah itu bukan untuk orang lain. Dakwah itu buat kita sendiri, biar Allah ridha, biar hati hidup, biar langkah nggak sia-sia. Jadi, nggak usah nunggu jadi malaikat buat berdakwah. Kita manusia, tugasnya bukan jadi sempurna, tetapi istiqamah. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar