Topswara.com -- Presiden RI Prabowo Subianto meluncurkan program Sekolah Rakyat sebagai salah satu upaya memutus rantai kemiskinan yang telah berlangsung dalam beberapa generasi. Program tersebut menjadi langkah strategis untuk memberikan akses pendidikan berkualitas kepada anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
Sekretaris Jenderal Kementrian Sosial (Kemensos) Robben Rico menjelaskan, Sekolah Rakyat bukanlah program Kemensos melainkan program Presiden Prabowo yang diamanahkan kepada Kemensos melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 (kompas.com, 21/07/2025).
Namun Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jobo Priyono memastikan bahwa seluruh kebutuhan siswa-siswi dipastikan terpenuhi. Langkah itu sebagai upaya agar mereka fokus dalam belajar.
Termasuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan merupakan fasilitas yang diberikan secara cuma-cuma oleh negara kepada anak-anak bersekolah di Sekolah Rakyat.
Pemenuhan kebutuhan yang memadai tentu akan mendukung kelancaran proses belajar dan mengajar (detik.com, 20-07-2025).
Kebijakan Populis Pragmatis
Kebijakan meluncurkan program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah seolah menjadi solusi atas persoalan kemiskinan serta minimnya akses pendidikan. Program ini memang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang sulit mengakses pendidikan berkualitas.
Padahal sedari dulu mereka berhak untuk mendapatkannya. Tidak hanya masalah pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan lainnya, mereka berhak mendapatkannya semua pelayanan. Namun demikian kebijakan ini harus dikaji ulang kembali agar jangan sampai akhirnya terbengkalai.
Rakyat miskin memang perlu diakses secara luas salah satunya dalam masalah pendidikan. Kebijakan ini seolah membenarkan fakta di lapangan bahwa anak-anak dari keluarga miskin perlu mendapatkan perhatian lebih terutama masalah kemiskinan dan pendidikan berikut fasilitas yang diberikan.
Namun jika ditelusuri faktor penyebab kemiskinan itu sendiri sesungguhnya bukan hanya karena faktor pendidikan saja akan tetapi banyak faktor yang mendasari terciptanya kemiskinan bahkan tanpa disadari kemiskinan yang ada telah terbentuk secara struktural.
Jika dicermati lagi sesungguhnya sistem atau aturan yang diterapkanlah yang turut andil dalam menciptakan kemiskinan secara struktural. Mulai dari lapangan pekerjaan yang susah, bahan pokok kian melambung, pendidikan kian mahal, semua itu menjadikan keluarga harus merogoh kocek yang dalam agar dapat memenuhi kebutuhannya.
Namun sudahlah merogoh kocek yang dalampun masih saja belum cukup untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi pajak yang tinggi ditambah utang yang menumpuk. Mirisnya negara seolah tidak tahu menahu penderitaan rakyat.
Semua itu telah dibentuk oleh sistem aturan yang buruk, negara tak mampu memenuhi kebutuhan hidup rakyat dikala rakyat susah. Oleh sebab diterapkannya sistem aturan kapitalis sekuler yang menempatkan negara sebagai regulator oligarki. Selain itu kehidupan yang serba Kapitalis menjadikan orientasi hidup serba materi.
Akibatnya yang kaya tetap kaya, dapat menempuh pendidikan yang layak sementara yang miskin tetap miskin dengan pendidikan seadanya, sementara negara tetap dengan kebijakannya yang kapitalis dan sekuler.
Maka kebijakan program Sekolah Rakyat tidaklah tepat atasi pendidikan yang sudah kian suram dan carut-marut bahkan menyebabkan ketidakadilan. Justru menimbulkan banyak gesekan di antara rakyat.
Apalagi ketika angka kemiskinan di Indonesia masih kian bertambah, maka sudah pasti akan bertambah banyak anak-anak yang tertinggal pendidikannya bahkan ada yang belum terakses seperti di desa terpencil. Jelas dibutuhkan perhatian serius dari negara.
Pendirian Sekolah Rakyat seolah terjadi dikotomisasi pendidikan dengan sekolah yang lain dengan pemberian nama Sekolah Rakyat yang memang ditujukan bagi keluarga miskin. Terlihat ada jurang perbedaan yang jauh baik dari segi penamaan sekolah, kualitas pendidikan dan sarana yang dibutuhkan.
Bahkan kebijakan ini seakan tergesa-gesa didirikan. Dikhawatirkan kebijakan ini kebijakan populis yang pragmatis yang hanya ingin mendapatkan dukungan rakyat dengan menonjolkan kedekatan dengan 'rakyat biasa'. Lebih dari itu ingin mengambil manfaat besar dari sebuah kebijakan.
Kebijakan populis hanya ada dalam sistem kapitalis. Sistem kapitalis tidak menempatkan negara sebagai pengurus rakyat, baik dalam menyediakan layanan pendidikan dan menjamin kesejahteraan rakyat. Hanya ketika ada kepentingan tertentu kebijakan prorakyat dilakukan namun ketika sudah tak berkepentingan tak lagi memikirkan nasib rakyat.
Karena sistem kapitalis hanya membuat penguasa melayani kepentingan oligarki. Akibatnya rakyat terpinggirkan walaupun telah terjadi pergantian pemimpin, namun sistem kapitalis tetap berkuasa.
Sekolah Rakyat memang gratis, namun hal ini menunjukkan negara hanya mengurusi rakyat miskin yang tak mampu sekolah. Padahal hari ini masih banyak problem pada sekolah negeri, baik terkait kualitas pendidikan maupun sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk kualitas tenaga pendidikan dan lain-lain.
Nampak bahwa Sekolah Rakyat hanyalah sekedar solusi tambal sulam yang tidak menyelesaikan persoalan masyarakat hari ini. Mengingat kebijakan populis seperti MBG (Makan Bergizi Gratis) yang nyatanya hingga kini masih menjadi perbincangan pun tak terorganisir dengan baik. Semua kebijakan populis jelas tidak menyentuh akar persoalan.
Islam Menjamin Kebutuhan Rakyat
Islam sangat serius memperhatikan dunia pendidikan. Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan tanggungjawab negara yang diperuntukkan bagi semua rakyat, miskin atau pun kaya bahkan dalam semua jenjang pendidikan dengan biaya yang murah atau gratis ditanggung penuh oleh negara.
Sebab biaya pendidikan diperoleh dari pengolahan sumber daya alam (SDA) yang dikelola oleh negara dan dinikmati untuk seluruh rakyat. Karenanya Islam sangat menjamin kesejahteraan rakyat apalagi rakyat yang kurang mampu akan lebih-lebih diperhatikan. Sebab Islam tidak membiarkan rakyat dalam keadaan kekurangan.
Melalui SDA yang dikelola negara akan menjamin kesejahteraan. Seluruh kebutuhan rakyat akan terpenuhi secara merata. Lapangan pekerjaan dibuka luas, bahkan tak kan ada yang menganggur sebab Islam mendorong setiap muslim bekerja dan berusaha berikhtiyar untuk dunianya.
Karena sesungguhnya bekerja bagi laki-laki merupakan ibadah yang wajib. Karena itu negara harus mendukung dan mampu menopang biaya pendidikannya hingga ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu bersaing dan mandiri serta mampu berkontribusi untuk umat.
Tidak seperti kondisi saat ini, lapangan pekerjaan susah sedangkan banyak yang lulus sekolah antri untuk mendapatkan pekerjaan bahkan banyak yang menganggur, tak tahu harus bekerja apa. Sementara negara tak mampu menjamin hidup rakyata alhasil pendidikan ala kapitalis hanya sekedar mendapatkan pekerjaan.
Bahkan setelah mendapatkan pekerjaan pun kondisinya tetap miskin dan tak mampu membiayai pendidikan keluarganya. Karena itu tak ada yang bisa diharapkan dari kebijakan populis ini.
Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan yang benar-benar memikirkan nasib rakyat, dibutuhkan pemimpin yang mampu melayani dan melindungi rakyat. Pemimpin seperti ini sangat dibutuhkan apalagi di zaman saat ini.
Kepada siapa lagi kita berharap jika bukan pada pemimpin Islam (khalifah) yang akan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya tanpa memandang status sosial. Khalifah dalam negara dalam Islam merupakan ra'in (pelayan) dan junnah (pelindung).
Melalui khalifah keadilan akan didapatkan secara merata bahkan tak terlihat lagi kemiskinan di negeri Islam yang diberkahi sebab aturannya menggunakan aturan dari Yang Maha Menciptakan yaitu Al-Qur'an yang Agung dari Allah SWT berupa syariat Islam untuk mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Semua itu hanya akan mampu diwujudkan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam sebuah negara khilafah islamiah.[]
Oleh: Punky Purboyowati, S.S.
(Komunitas Pena Dakwah Muslimah)
0 Komentar