Topswara.com -- Sabar tuh bukan cuma kata mutiara di stiker motor atau status WA pas lagi ditinggal pas sayang-sayangnya. Tetapi sabar itu modal utama manusia beriman. Kalau hidup ini jalan tol, maka sabar itu rem tangan biar gak nabrak takdir karena kebanyakan panik.
Allah sudah berjanji dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 153, "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Bersama lho, catat! Bukan cuma sekadar tahu. Artinya kalau kamu sabar, Allah ikut nemenin. Nah itu privilege yang enggak bisa dibeli di marketplace mana pun.
Lihat kisah Nabi Ayub AS. Semua musibah datang, mulai harta habis, tubuh sakit parah, anak-anak wafat, ditinggal istrinya meskipun ending-nya balik lagi. Tetapi beliau gak mewek sambil update status, “Disakiti terus tapi tetap bertahan, sampai kapan ya Allah? Capek banget.”
Tetapi Nabi Ayub justru mengatakan, “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang” (QS. Al-Anbiya: 83).
Beliau enggak nyalahin takdir, enggak maki-maki pasangan, apalagi nyari pinjol buat pelarian, na'udzubillah.
Masalahnya sekarang, kita hidup di zaman yang sistemnya sekuler, alias Allah enggak dilibatkan dalam mengatur kehidupan. Agama disuruh minggir, logika kapitalis yang diangkat.
Alhasil? Biaya pendidikan naik terus, anak gak bisa sekolah yang disalahin bedak tepung ibunya. Rumah sakit kayak ATM berjalan, masuk sehat, keluar bawa bon. Pekerjaan susah dicari, yang ada malah kerja serabutan walaupun titelnya sarjana, dari tukang ojek jadi dropshipper, malamnya jaga warkop.
Dan ketika dapur enggak ngebul, tagihan numpuk, utang nempel kayak ketombe di kepala, iman pun ikut diuji keras. Akhirnya? Stres menjamur, angka kriminalitas melonjak, perceraian bukan lagi aib, tetapi sudah menjadi rutinitas harian pengadilan agama. Bahkan bunuh diri dianggap sebagai jalan keluar tercepat.
Jembatan bukan lagi tempat untuk menikmati pemandangan indah, tetapi jadi tempat favorit kaum lemah iman untuk melakukan lompatan menuju neraka.
Padahal Nabi SAW pernah bersabda, "Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Semua urusannya baik baginya" (HR. Muslim).
Kuncinya? Sabar saat susah, syukur saat lapang. Para ulama juga bilang, sabar itu bukan diam doang. Ibnu Qayyim mengatakan, “Sabar itu seperti kepala dalam tubuh. Kalau kepala dipotong, tubuh enggak hidup. Begitu juga iman tanpa sabar."
Maka, sabar bukan pasrah, diam dan nangis mulu di pojokan kayak lampu hias. Tetapi tahan diri dari maksiat, ikutan ngaji kaffah biar bisa sabar jalani ujian, sabar taat sama Allah dan bergerak, berjuang terus untuk memperbaiki hidup.
Tetapi sabar sendirian juga gak cukup. Kalau sistem hidupnya masih sekuler yang adil cuma slogan, yang kaya makin kuasa, yang miskin makin dicekik pajak. Ending-nya? ya rakyat bakal terus terzalimi.
Solusinya Terapkan Islam Kaffah
Islam enggak cuma ngajarin sabar, tetapi juga mengatur hidup biar adil dan berkah. Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai periayah umat yang berupaya mewujudkan pendidikan gratis, kesehatan jadi hak rakyat, pajak bukan sumber utama negara. Di sini negara enggak mengemis ke rakyat. Pemimpin takut dosa, bukan takut survei elektabilitas dan gak bakal ditemui pengusaha yang "Serakahnomics".
Nabi SAW bersabda, “Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari).
Negara Islam tidak akan membiarkan rakyat terabaikan atau hidup dalam kelaparan. Negara hadir aktif, bukan pasif apalagi hanya sebagai wasit pasar bebas.
Sumber daya alam dalam jumlah besar seperti tambang, minyak, listrik, dan air tidak boleh diprivatisasi. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi)” (HR. Abu Dawud).
Dalam sistem Islam, kekayaan alam dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, hingga jaminan kebutuhan pokok. Enak to? Mantap to?
Dan kerennya lagi, rakyat enggak perlu kerja sampai tipes hanya untuk membayar pajak. Karena salah satu penyebab penderitaan rakyat dalam sistem sekarang adalah pajak yang berlebihan dan membabi buta hampir di segala lini.
Dalam Islam, pajak (dharibah) bukan sumber pendapatan utama. Negara memiliki pos-pos pemasukan lain seperti, zakat, jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, dan hasil pengelolaan milik umum. Pajak hanya diambil dalam kondisi darurat, yaitu saat kas baitu mal kosong dan dari orang-orang Muslim yang mampu, bukan dari rakyat miskin.
Pengelolaan zakat profesional dan efektif. Zakat dalam Islam bukan sekadar ibadah, tetapi instrumen ekonomi. Dikelola oleh negara melalui lembaga Baitul Mal dan disalurkan tepat sasaran untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat adalah jaring pengaman sosial, bukan hanya untuk membantu sementara, tapi untuk mengangkat martabat mustahiq menjadi muzakki.
Sejarah Membuktikan
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, para amil zakat kesulitan menemukan orang yang mau menerima zakat karena rakyat hidup berkecukupan. Mengapa? Karena sistem Islam diterapkan secara menyeluruh, mulai dari distribusi kekayaan adil, tidak ada korporasi rakus dan negara benar-benar hadir sebagai pelindung rakyat.
Jadi, negara Islam (khilafah) bukan cuma mengatur ibadah, tetapi jadi pelindung umat dari kezaliman sistem kapitalis. Sabar tetap penting, tetapi harus dibarengi perjuangan mewujudkan sistem Islam.
Karena sabar itu indah, tetapi kalau sabar terus dalam sistem yang zalim, itu namanya bukan sabar, tetapi dirampok sambil berharap perampoknya sopan dan mau nyisahin remah-remah rampokan untuk jadi bahan rebutan sang pemilik harta (rakyat). Masih mau? []
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar