Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Budaya Korupsi Harus Segera Diakhiri


Topswara.com -- Media kembali diramaikan dengan skandal besar yang mencoreng wajah negeri: kasus korupsi Electronic Data Capture (EDC) Bank BRI senilai Rp2,1 triliun. Angka yang fantastis ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang menggerogoti uang rakyat, di tengah proses hukum berbagai kasus lain yang masih menggantung dan penuh drama. 

Mirisnya, ironi ini terjadi ketika pemerintah justru sedang giat melakukan efisiensi anggaran, yang berimbas pada pemangkasan layanan publik dan pemotongan anggaran di sektor-sektor strategis seperti penonaktifan PBI, pengurangan tunjangan guru, pemotongan dana bansos, dana riset, hingga penghematan untuk militer. (kumparan.com 4 Juli 2025)

Fakta ini menegaskan satu hal: negara yang berpijak pada sistem sekuler kapitalistik neoliberal telah gagal dalam menjalankan amanah mengurus rakyat. Bagaimana mungkin sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan kekuasaan sebagai alat transaksi bisa melahirkan keadilan dan kesejahteraan?

Sistem demokrasi sekuler kapitalistik tidak membangun kepemimpinan atas dasar moral dan keimanan, melainkan atas dasar kekuatan modal dan suara. Pemilu menjadi ajang investasi para pemilik modal untuk menempatkan orang-orangnya di kursi kekuasaan. 

Setelah itu, timbullah budaya politik transaksional. Jabatan bukan lagi amanah, tetapi komoditas yang diperjualbelikan demi kepentingan pribadi dan kelompok.

Inilah akar dari maraknya praktik korupsi yang tak kunjung surut. Dari level bawah hingga elit pemerintahan, korupsi seakan menjadi budaya. Pemberantasan korupsi pun tak kunjung tuntas karena sistem yang ada justru memelihara suburnya praktek korupsi. 

Lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK pun kerap kali dilemahkan, dan proses hukum bisa dinegosiasikan melalui berbagai celah aturan hukum buatan manusia yang lemah dan mudah dimanipulasi.

Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankan sesuai syariat Allah SWT. Sistem pemerintahan Islam (khilafah) dibangun di atas akidah Islam, yang menjadikan seluruh aturan bersumber dari wahyu. 

Kepemimpinan bukanlah jalan untuk memperkaya diri, melainkan beban tanggung jawab yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Islam memiliki seperangkat sistem yang saling menyempurnakan dalam mencegah korupsi dan menjamin kesejahteraan rakyat, di antaranya:

Pertama, sistem akidah dan moralitas. Islam membentuk individu yang bertakwa melalui pendidikan dan pembiasaan taat kepada Allah. Rasa takut akan hisab akhirat mendorong pemimpin maupun rakyat menjauhi perbuatan zalim dan curang.

Kedua, sanksi tegas dan mendidik. Syariat Islam menetapkan hukum yang tegas dan memberi efek jera, namun tetap adil dan mendidik. Pelaku korupsi dapat dikenai hukuman ta’zir yang berat sesuai tingkat kejahatannya.

Ketiga, pengawasan yang aktif: Dalam Islam, masyarakat didorong untuk aktif melakukan amar makruf nahi munkar kepada pemimpin dan sesama.

Keempat, kesejahteraan yang dijamin negara: Negara Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat: sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Sejarah mencatat, pada masa kekhilafahan Islam, kehidupan masyarakat jauh dari praktik korupsi. Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, rakyat hidup dalam kecukupan hingga sulit menemukan penerima zakat. Para pejabat negara hidup sederhana dan tak berani menyalahgunakan jabatan.

Kini saatnya umat Islam membuka mata dan hati. Bukan lagi percaya pada janji-janji kosong demokrasi, tetapi berjuang untuk mengembalikan kehidupan yang diatur sepenuhnya oleh syariat Allah SWT melalui sistem Islam yang kaffah, yakni Khilafah Islamiah.

Allah SWT berfirman: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wallahu a'lam bish-shawab.


Oleh: Retno Indrawati, S.Pd.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar