Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rumah Layak Huni Adalah Tanggungjawab Negara

Topswara.com -- Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman Azis Andriansyah saat peresmian rumah sederhana layak huni yang digagas PT Djarum di Pendopo Kudus, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2025) mengatakan bahwa sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk kategori rumah tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrem. 

Lalu untuk menyelesaikan masalah itu, pemerintah menargetkan dalam 1 tahun bisa membangun 3 juta rumah melalui program bedah rumah dengan gotong royong antara pemerintah dengan pihak swasta serta CSR. (beritasatu.com/25/April/2025)

Rumah termasuk kebutuhan dasar dari sandang, pangan, papan. Dengannya manusia berteduh dan berlindung dari panas terik matahari, hujan, dan dinginnya udara malam. 

Rumah juga tempat bagi manusia untuk beristirahat melepaskan segala penat. Rumah adalah tempat dimana ada kata "pulang" dari penghuninya untuk berkumpul bersama keluarga. Karena itu setiap manusia pasti membutuhkan rumah dengan segala fungsinya. 

Kendati demikian, ternyata masih terdapat 26,9 juta rumah di Indonesia yang terkategori tidak layak huni. Bagi rakyat kecil sekedar bisa untuk berteduh dari panas dan hujan sudah disyukuri. Keinginan untuk memiliki rumah yang layak tentu impian setiap dari mereka. 

Namun apalah daya kondisi saat ini harus pandai-pandai mengatur ekonomi mencukup-cukupkan untuk kebutuhan yang lain. Maklum, segala kebutuhan harus bayar sementara uang pas-pasan bahkan minus. Akhirnya untuk perbaikan rumah menjadi nomor sekian.

Kesenjangan ekonomi yang tinggi antara si kaya dan si miskin menjadikan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Kemiskinan yang ekstrem dan terstruktur menjadikan rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, salah satunya rumah layak huni. 

Terlebih lagi harga tanah dan material bangunan yang setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Akibatnya rakyat lebih memilih rumah yang tidak layak (menyesuaikan budget) dengan risiko dapat mengancam jiwa mereka. Sementara orang yang kaya bisa dengan mudah membeli tanah, rumah, merenovasinya, berapa pun harganya.

Adanya pembangunan perumahan-perumahan untuk rakyat sejatinya dikendalikan oleh korporasi. Tujuan dari korporasi tentu adalah mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka memberikan akad ribawi bagi siapa saja dari individu rakyat yang ingin memiliki rumah namun belum ada cukup uang. 

Akhirnya sebagian besar rakyat mengambil KPR dengan cicilan bertahun-tahun (biasanya 10-15 tahun) dan "berbunga-bunga". Hal inilah yang menjadi penyebab mahalnya harga rumah, sedangkan dari pihak negara hanya sebagai regulator dan lepas tanggung jawab terhadap jaminan kebutuhan perumahan bagi rakyat. Demikianlah pengaturan kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Adapun dalam sistem Islam, Khilafah akan menjamin setiap warga negaranya mendapatkan jaminan kesejahteraan mulai dari sandang, pangan, dan papan dengan pengaturan berdasarkan hukum Syara'. Khilafah akan membuka lapangan pekerjaan bagi warganya dengan gaji yang cukup untuk memiliki rumah tanpa perlu mengambil riba. 

Khilafah akan mewujudkan perumahan yang jauh dari pencemaran limbah, sampah, dan zat-zat berbahaya lainnya yang dapat mengancam jiwa. Khilafah memberikan kemudahan dari sisi regulasi dan kebijakan khalifah kepada individu rakyat yang ingin memiliki rumah, salah satunya berkaitan dengan batas waktu memiliki tanah yang tidak boleh lebih dari 3 tahun. 

Apabila tanah tidak dikelola atau dibangun lebih dari 3 tahun, maka kepemilikan akan beralih dengan diambil oleh negara dan diberikan kepada individu lainnya yang mampu mengelola tanah termasuk dengan pembangunan rumah. 

Material bangunan yang dibutuhkan pun murah dan mudah didapatkan sebab sebagian besar adalah kepemilikan umum. Demikianlah pengaturan berdasarkan Islam jika diterapkan dalam kehidupan bernegara.

Wallahua'lam bishawab.


Oleh: Iliyyun Novifana, S.Si.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar