Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Budayakan Sikap Tabayun

Topswara.com -- Kasus korupsi 271 T yang menyeret Suami Aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis sebagai tersangka kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, menjadi perbincangan netizen Indonesia.

Mirisnya, akibat rendahnya literasi masyarakat Indonesia, kabar ini menimbulkan fitnah pada sosok aktris Dewi Sandra padahal di antara kedua aktris itu tidak ada hubungannya sama sekali. Akun Dewi Sandra banjir hujatan netizen yang tersulut berita tersebut.

Walhasil bukannya mengurai permasalahan tetapi menambah masalah baru yaitu fitnah dan hujatan yang tidak pantas pada Dewi Sandra. Lebih fatal lagi para netizen yang rendah literasi itu menghujat dengan kata-kata yang menghina sosok Dewi Sandra dan suaminya.

Di bulan penuh berkah ini seharusnya netizen bisa lebih menahan diri tetapi ternyata tidak. Mungkin sudah jengah dengan kasus korupsi para pejabat dan pengusaha yang sudah diluar nalar.

Apalagi ketika mendengar nominal uang yang dikorupsi oleh suami Sandra Dewi itu hingga menyentuh angka 271 T, tentu itu nilai yang sangat fantastis di tengah himpitan ekonomi yang dirasakan masyarakat saat ini.

Di saat harga sembako melambung tinggi dan sulitnya rakyat mendapatkan lapangan pekerjaan muncul kasus korupsi dengan nilai fantastis ini sontak masyarakat geram.

Tetapi terlepas dari itu, perbuatan netizen pada Dewi Sandra tidak bisa dibiarkan, netizen yang sudah menghujat dan menfitnah harus meminta maaf karena hujatan yang dilontarkan salah alamat.

Bukan hanya sekadar meminta maaf pada yang bersangkutan tapi juga harus bertaubat pada Allah SWT karena sudah menfitnah dan menghujat orang yang tidak melakukan kesalahan apapun apalagi itu dilakukan di bulan yang diberkahi, Ramadhan.

Ungkapan yang menyatakan bahwa, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, ini bukan sekadar ungkapan tetapi ada dalilnya yakni firman Allah SWT dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 191

وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ

"Fitnah itu bahayanya lebih besar dari pembunuhan."

Oleh karena, dalam Islam diajarkan bagaimana adab ketika mendengar suatu berita tidak boleh langsung ditelan mentah-mentah tetapi harus cek dan ricek alias tabayyun.

Dan perlu diingat bahwa tabayyun adalah perintah Allah SWT dalam Al Quran di surat Al Hujarat ayat: 6,


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

Di dalam tafsir Al-Mukhtashar disebutkan melalui surat Al Hujarat ayat 6, Allah SWT memperingatkan orang-orang beriman dari kabar yang dibawa oleh orang fasik. Seorang yang beriman harus memastikan kebenaran kabar itu sebelum mempercayai dan menyebarkannya.

Tujuannya agar kabar ini tidak menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan zalim terhadap orang yang tidak bersalah, sehingga mereka menjadi menyesal karena sifat terburu-buru.

Oleh karena ketika menanggapi berita yang tersebar dengan cepat di berbagai media, hal yang harus dilakukan adalah membaca berita dengan teliti. Tidak setengah-setengah, namun dibaca dari awal sampai habis.

Mencari fakta atau data yang bisa mendukung berita. Memperhatikan kata-kata dengan seksama, sehingga jika ada kata-kata yang janggal maka bisa diteliti lebih mendalam sehingga salah hujat hingga berujung fitnah akan terhindar.

Sikap tabayun inilah yang sering dilupakan oleh masyarakat saat ini, dan ini terjadi karena masyarakat kurang literasi sehingga malas untuk membaca secara teliti. Bukankah masyarakat yang cerdas dan beradab itu dibangun dari budaya literasi yang tinggi.

Selain literasi yang tinggi juga harus dibarengi dengan keimanan kepada Allah sehingga akan menimbulkan sikap selalu berbaik sangka sebelum mengambil keputusan.

Tentu saja lahirnya masyarakat seperti ini tidak terjadi serta merta tetapi perlu adanya peran negara yang mensuport hal tersebut dan memberikan kesempatan para semua rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan yang mumpuni sehingga memiliki kecerdasan literasi dan keimanan yang tinggi kepada Allah SWT.


Oleh: Emmy Emmalya
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar