Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gemoynya Politik Dinasti Masa Kini

Topswara.com -- Kondisi pilpres masih memanas pasalnya tidak hanya saling adu argumentasi di sosial media tetapi menjadikan lagu dan tarian sebagai daya tarik masyarakat. 

Begitu pula kata “gemoy” yang menjadi trend di sosial media karena digunakan salah satu capres sebagai slogan kampanye. Tidak hanya mencerminkan fisik, tapi juga menekankan semakin nyata politik dinasti yang sudah terbentuk. 

Pada tahun 2019 seorang akademisi UGM mengatakan bahwa politik dinasti tidak tiba-tiba muncul, melainkan sudah di persiapkan dan digunakan untuk mempermudah kartelisasi politik partai. (Rmol, 18-12-2019)

Politik dinasti menggambarkan kondisi politik saat ini. Di mana seorang pemimpin menyerahkan kepada keluarganya untuk melanjutkan kepemimpinannya. Politik dinasti bukanlah hal baru, melainkan sudah terjadi sejak dulu yang dikenal dengan sistem kerajaan/kesultanan. 

Politik dinasti tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga diberbagai negara. Sejak dulu para raja ataupun sultan menyerahkan kepemimpinannya kepada anak, cucu atau saudaranya dan mereka telah disiapkan sejak kecil. 

Hal ini bertujuan agar sistem pemerintahan dan perencanaan dalam memimpin sebuah negara saat itu bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Selain itu pemimpin menggunakan politik dinasti ditujukan untuk mempertahankan kekayaan dan kekuasaannya agar tidak berpindah ke tangan lain yang bukan berasal dari keluarganya.

Seperti yang telah ditorehkan dalam sejarah Indonesia pada masa kesultanan yang tersebar di berbagai pulau yang beberapa masih dilanjutkan sampai saat ini, sebagai contoh Keraton Jogjakarta yang masih dipimpin oleh generasi dari nenek moyangnya. 

Sayangnya politik dinasti tidak hanya terjadi di sistem kesultanan saja, tetapi juga politik. Para pejabat yang ingin kekuasaannya padam pun menghalalkan segala cara untuk tetap bisa menempati posisi nomor satu di negeri ini. 

Politik dinasti memang sengaja dilakukan untuk melanjutkan politik oligarki. Tentu saja semua itu ditujukan untuk kebutuhan partai dalam memasuki posisi legislatif maupun posisi yang lebih tinggi dari itu. 

Posisi legislatif ataupun menjadi pemimpin nomor satu di negeri ini yang sudah diajukan tentu saja sudah direncanakan strategi politiknya. Semua itu dilakukan tidak hanya untuk mempertahankan kekuasaan tetapi juga memudahkan bisnis baik perorangan maupun keluarga. 

Posisi legislatif dan juga jabatan tertinggi diperebutkan untuk kepentingan pribadi. Seperti yang terjadi saat ini pejabat negara pasti memiliki bisnis SDA yang besar dan mempengaruhi ekonomi negeri ini. 

Maka wajar saja jika pengusaha ini melakukan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankannya dengan mengusungkan keluarga beserta agen-agen bisnisnya. 

Karena bisnis yang di bangun untuk membiayai keluarga mereka sampai keturunan berikutnya. Inilah yang disebut kapitalisme. Akar dari adanya politik dinasti yang membuat banyaknya pengusaha berebut kekuasaan dalam sebuah negara. 

Kapitalis ini saling jatuh menjatuhkan saingannya demi memperpanjang masa kekuasaannya. Terkadang mereka menjadi lawan tetapi ketika masa pemilu habis, berubah menjadi kawan dalam satu barisan. Saling berbagi proyek dan jabatan. 

Politik Islam

Dalam memberantas politik dinasti yang berasal dari kapitalisme ini perlu solusi yang pasti dan tuntas. Politik islam (siyasah Islam) adalah solusi yang bisa memberantas politik dinasti. Tidak hanya politik dinasati tapi juga korupsi, kriminalitas, ekonomi yang menurun bahkan pendidikan yang minim bisa dituntaskan dengan politik islam.  

Islam memilki sistem politik yang lengkap dan adil dalam mengatur sebuah pemerintahan. Islam juga mampu membentuk pemerintahan yang terbukti bisa bertahan dan ditakutkan oleh banyak kalangan pada masanya. 

Sebuah negara yang diatur dengan sistem pemerintahan Islam akan memiliki tujuan yang pasti dan sama yakni ridha Allah SWT, sehingga tidak menimbulkan hasrat kekuasaan maupun kekayaan dalam kepribadian pejabatnya. 

Seperti yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin yang menetapkan pemimpin daulah (negara) islam setelah meninggalnya Rasulullah SAW. dengan melihat sosok yang layak dan pantas dijadikan pemimpin. 

Tidak hanya dilihat dari segi kekayaan tetapi yang paling utama adalah ketakwaannya kepada Allah SWT. Agar saat memimpin sebuah negara mengedepankan syariat Islam sebagai sumber hukum dan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama. 

Oleh karena itu, tidak menjadikan anak cucu maupun kerabatnya begitu saja dijadikan pemimpin karena seorang pemimpin dalam sistem politik Islam harus memenuhi kriteria tersebut. 

Kriteria pemimpin yang patut dicalonkan dalam sistem Islam pun tidak sembarangan. Ia harus seorang yg paham tentang Al-Qur'an, hadis, menguasai berbagai macam bahasa, menguasai sistem peperangan dan pemerintahan wilayah lain, dan masih banyak lagi. 

Walaupun dalam sejarah kepemimpinan Islam setelah masa Khulafaur Rasyidin diwarnai pula dengan politik dinasti, tetapi pada hakikatnya syariat Islam tidak pernah mengatur untuk memilih pemimpin dari keturunan pemimpin sebelumnya. 

Jika mengambil cara dan jalan yang telah dilakukan oleh masa Khulafaur Rasyidin yang masih sesuai dengan yang Rasulullah SAW contohkan, maka Islam akan bertahan di tangan yang tepat. 

Inilah Islam yang sebenarnya, yang mengatur kehidupan manusia sampai dalam mengatur dan memilih pemimpin sebuah negara. Tidak seperti saat ini yang memimpin dan mencalonkan diri sebagai pejabat hanya perlu modal yang banyak meskipun mantan narapidana maupun koruptor. 

Wallahu’alam bisshawwaab.


Oleh: Rifka Fauziah Arman, A.Md. Farm.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar