Topswara.com -- Dilansir dari CNN Indonesia (13/01/2024) - Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Peternakan (DPKPP) Kota Solo mencatat terdapat 27 warung yang hingga kini aktif menjual olahan daging anjing. Puluhan warung itu bahkan tercatat mengolah 90 hingga 100 ekor anjing untuk disajikan setiap hari.
Ketua DPKPP Solo Eko Nugroho Isbandijarso menyebut catatan itu diperoleh setelah dinas tersebut melakukan pendataan terkait warung olahan daging anjing yang tersebar di Solo. Eko menegaskan bahwa daging anjing itu termasuk dalam jenis daging yang ilegal.
Eko juga mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan sosialisasi dan edukasi dengan berbagai pendekatan. Namun, Eko mengakui upaya itu belum berhasil karena jual beli olahan daging anjing masih marak di Solo. Ia menyebut penjualan olahan daging anjing itu sulit dihentikan karena tingginya minat masyarakat. Eko juga menyinggung pasokan anjing yang masih banyak dikirim ke Solo.
Melihat fakta beredarnya daging anjing ini sungguh sangat meresahkan masyarakat. Selanjutnya jika kita melihat tindakan yang diambil dari masalah ini, maka bisa dikatakan masih kurangnya keseriusan pemerintah daerah dalam merespons maraknya penjualan olahan maupun daging anjing, yakni seperti disebut di atas bahwa tindakan hanya sebatas memberikan edukasi maupun sosialisasi saja.
Dari kasus ini pemerintah juga memperlihatkan seolah hanya menjadi pemadam kebakaran, yakni baru bertindak ketika kasus sudah merebak dan merugikan masyarakat. Meskipun ada UU Jaminan Halal dan Lembaga Perlindungan Konsumen maka sejatinya ha ini tidak bisa menjadi penjamin pangan halal di masyarakat, sebab UU tersebut dibalut oleh sistem kapitalisme sekuler yang hanya fokus pada keuntungan materi semata.
Pemerintah kapitalistik memberikan label atau sertifikasi halal bukan didorong oleh keimanan kepada Allah, namun karena faktor ekonomis dan materialistik. Maka dari itu sangat wajar jika negara tidak memantau kehalalan produk dari hulu hingga hilir dengan sungguh-sungguh.
Sehingga seringkali ditemukan kecurangan oleh pelaku usaha. Hal ini lagi-lagi menunjukkan bahwa negara dalam sistem kapitalis gagal melindungi rakyat dari produk haram yang juga merugikan kesehatan.
Bagi umat Islam mengonsumsi produk halal adalah kewajiban. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah ayat 168).
Mengonsumsi produk halal bagi seorang muslim merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tujuan yang ingin diraih yaitu semata-mata meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itu dalam khilafah, kehalalan makanan dan minuman merupakan perkara penting dan wujud ketaatan kepada Allah. Bukan karena perhitungan bisnis seperti dalam sistem kapitalis hari ini.
Selanjutnya, akidah Islam yang menjadi dasar negara Khilafah akan menjadikan semua urusan harus diatur dengan syariat Islam, termasuk makanan.
Teladan utama penjaminan produk halal adalah Rasulullah ﷺ. Lesley Stone dalam "A Contextual Introduction to Islamic Food Restrictions" menulis, catatan hadits menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ menyembelih hewan dengan terlebih dahulu menyebut nama Allah. Ini merupakan bentuk dari upaya memberikan jaminan halal terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Tidak hanya soal makanan, sejarah Islam mencatat bahwa aturan-aturan tegas yang diberlakukan untuk lindungi muslim dari minuman yang haram dan tidak thayyib. Khilafah juga memberikan edukasi agar masyarakat makan dan minum yang halal dan thayyib.
Pada masa Khilafah Utsmaniyah pilihan menu makanan sehari-hari harus memenuhi spesifikasi yang disebut, "Enam peraturan yang harus dikaji (diikuti) untuk hidup sehat."
Salah satu dari peraturan tersebut adalah menyeimbangkan menu makanan. meskipun Islam tidak melarang non muslim memakan makanan dan minuman haram secara pribadi. namun Islam melarang produksi makanan dan minuman haram untuk dijual atau diedarkan di pasar-pasar, supermarket, pasar online, dan sebagainya.
Negara juga hadir menjamin kehalalan pangan dengan sungguh-sungguh. Negara akan memantau kehalalan produk dari hulu hingga hilir secara berkala dengan pengawasan yang ketat terhadap produk-produk yang beredar di pasaran.
Demikianlah jaminan produk halal yang seharusnya diwujudkan saat ini. Sikap tegas pemerintah dalam menindak dan dalam menjamin kehalalan produk tentu hanya akan terwujud dalam sistem Islam yang berlandaskan pada akidah Islam dan keimanan kepada Allah.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Asih Lestiani
Aktivis Muslimah
0 Komentar