Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketidakpastian Hukum Adalah Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi


Topswara.com -- Ketidakpastian hukum dalam administrasi negara merupakan tantangan serius yang dapat merugikan efisiensi, keadilan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, ketidakpastian hukum merupakan salah satu alasan terjadinya kemunduran di Indonesia. 

Dampak ketidakpastian hukum dalam sektor ekonomi, Mahfud mencontohkan banyak pengusaha yang harus mengikuti prosedur bertele-tele untuk mengantongi izin usaha, bahkan terdapat praktik suap-menyuap demi mendapatkan izin usaha atau berinvestasi. Hal ini ia sampaikan ketika memberikan orasi ilmiah dalam acara Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai secara virtual, pada Sabtu, 6 Januari lalu. (kompas.com, 6 Januari 2024)

Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam situasi di mana interpretasi atau penerapan hukum tidak jelas, meragukan, atau tidak konsisten. Kondisi ini dapat berdampak serius terhadap pemerintahan, seperti risiko ketidaksetaraan dalam perlakuan hukum, hambatan investasi, dan gangguan terhadap proses pengambilan keputusan administratif. 

Bahkan, ketidakpastian hukum pun dapat menimbulkan tantangan dalam penegakan hukum dan keadilan. 

Oleh karena itu, tegaknya hukum dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik kekuatan lembaga peradilan, kekuatan sumber daya manusia (SDM) maupun kekuatan hukum itu sendiri. Termasuk di dalammnya adalah penentuan model konsep bernegera dan sistem hukum yang berlaku.

Kini sistem demokrasi merupakan konsep bernegara yang diterapkan negeri ini. 
Dalam konsep ini aturan hukum dirancang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disepakati bersama lalu disahkan dan dijalankan oleh lembaga eksekutif. Pada kenyataannya rakyat yang diwakili oleh DPR merupakan insan yang lemah dan terbatas akalnya dalam memikirkan hukum yang terbaik bagi rakyat. 

Selain itu, hukum buatan manusia cenderung dapat berubah-ubah. Terlebih dimungkinkan ada sekelompok kecil rakyat yang memiliki kekuatan ekonomi dan kekuasaan dapat mengendalikan hukum. Sebut saja Omnibus Law dalam undang-undang Ciptakerja, banyak aturan yang tumpang tindih sehingga melahirkan ketidakadilan bagi masyarakat. 

Demikian pula undang-undang ITE yang dapat ditarik ulur sesuai kepentingan penguasa, dan masih banyak aturan lain yang kerap direvisi mengikuti perubahan situasi dan kondisi.

Dengan demikian, sesungguhnya hukum dan undang-undang buatan manusia tidak memiliki kapabilitas, justru membuka peluang ketidakpastian hukum dan munculnya kebutuhan akan aturan baru. Dan ini satu keniscayaan dalam sistem demokrasi ketika menjadikan kedaulatan di tangan rakyat.

Kondisi tersebut berbeda terbalik dengan sistem Islam yang menjadikan kedaulatan ada di tangan syarak (Allah dan rasul-Nya). Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. "... keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 40).

Islam menetapkan sumber hukum adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Karena pembuat hukum adalah Zat yang menciptakan manusia tentu Maha Mengetahui aturan yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hingga dalam Islam hukum bersifat tetap dan ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. 
 
Hukum Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Hingga untuk mewujudkannya diperlukan institusi negara yang menerapkan semua hukum serta aturan-aturannya. Penegakan hukum juga membutuhkan lembaga peradilan dan petugas negara yang andal. 

Dengan sistem pemerintahan Islam yang tegas dan dilandasi ketakwaan, hukum akan tegak tanpa kecuali. Pemimpin negara dan petugas negara akan selalu taat pada Allah karena memahami adanya pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Hukum pun dapat dirasakan secara adil oleh seluruh masyarakat.

Wallahualam bissawab.


Oleh: Siti Aisyah
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar