Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengkhawatirkan, Indonesia Darurat Judi Online


Topswara.com -- Mengkhawatirkan, Indonesia sedang darurat judi online. Berdasarkan perkataan Kepala Biro Humas PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Natsir Kongah kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/9/2023), transaksi judi online di Indonesia bertambah dari waktu ke waktu. Total hingga 2023 mendatang akan mencapai Rp 200 triliun.

Dalam laporan PPATK yang didapatkan CNBC Indonesia, nilai transaksi judi online terus bertambah dari 2017 hingga 2022 lalu. Pada 2017 dan Rp 2018 nilai transaksinya adalah Rp 2 triliun dan Rp 3,9 triliun. Jumlah itu terus bertambah pada 2019 mencapai Rp 6,1 triliun. Tahun 2020, nilai transaksinya mencapai Rp 15,7 triliun.

Setahun berikutnya, nilainya bertambah lagi menjadi Rp 57,9 triliun dan tahun lalu transaksinya mencapai Rp 104,4 triliun. Total dari tahun 2017 hingga 2022 menjadi Rp 190,2 triliun dan yang membuat geleng-geleng kepala adalah masyarakat yang terlibat judi online berasal dari berbagai kalangan. 

Tidak hanya dari golongan orang kaya, tetapi juga ekonomi menengah ke bawah, ibu-ibu, mahasiswa bahkan anak sekolah dasar (SD) ikut bermain judi online yang dikemas dalam permainan game online.

Padahal mayoritas mereka sudah tahu bahwa judi itu haram dan menyengsarakan serta merusak perilaku. Salah satu bahaya ketagihan judi online adalah dapat merusak kesehatan mental. 

Mereka sering mengalami gangguan seperti, tidak tenang, kecemasan, bingung, tidak bisa tidur hingga stres dan depresi 
Karena tidak pandai mengendalikan hawa nafsunya. Selain itu, kerugian finansial bisa menjadi pemicu paling utama timbulnya gejala rusaknya kesehatan mental masyarakat.

Begitulah perilaku manusia bermindset kapitalis. Mereka memandang segala sesuatu dari materi (uang atau eksistensi). Standar kebahagiaan ala kapitalisme adalah kepuasan jasadiyah. Jadi, orang kapitalis memandang bahwa hidup ini untuk meraih materi sebesar-besarnya dengan cara apa pun tanpa peduli halal atau haram. 

Mereka akan melakukan segala hal, asalkan puas dan bahagia. Jika menurut mereka judi tersebut menguntungkan, bisa membuat kaya secara instan tanpa susah payah dan lama, maka mereka akan melakukannya mengingat mencari pekerjaan di zaman sekarang itu sangat sulit, jadi kenapa tidak?

Padahal, sudah jelas dalam Islam judi itu dilarang alias haram. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 90,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

Seorang Muslim akan melakukan aktivitas yang Islami dan sesuai dengan misi hidupnya, tidak sembarangan asal senang. Apalagi melakukan perbuatan setan seperti judi.

Misi hidup seorang Muslim di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Jadi, standar bahagia dalam Islam adalah ketika kita mendapatkan ridha Allah Ta'ala sehingga kelak akan masuk surga. Misalnya seorang Muslim diuji Allah SWT kesulitan ekonomi, maka dia tidak akan melirik judi sebagai solusi.

Masalahnya, cara pandang kebahagiaan ala kapitalismelah yang sedang berkembang di tengah masyarakat saat ini akibat dari diterapkannya sistem pendidikan sekuler yang justru menjauhkan agama dari kehidupan. 

Orientasi pendidikannya hanya untuk  mendapatkan mendapatkan nilai bagus, agar bisa menjadi modal untuk mencari pekerjaan yang bergengsi tinggi. Outputnya, masyarakat hanya akan disibukkan mengejar uang.

Oleh karena itu, sistem pendidikan sekuler nyata-nyata gagal membina dan mendidik masyarakat untuk menjauhkan diri dari aktivitas yang dilarang agama seperti judi. Apalagi mendidik masyarakat menjadi Islami, yaitu masyarakat yang gemar melakukan amar makruf nahi mungkar, itu adalah mustahil dilakukan.

Akan tetapi, keberadaan masyarakat islami tidak akan mustahil jika sistem pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan islami yang berbasis pada akidah. Orientasi pendidikan Islami adalah mencetak generasi dan masyarakat yang paham agama dan cerdas iptek. 

Outputnya, masyarakat akan mempunyai benteng keimanan yang kokoh sejak kecil dan terbiasa melakukan kewajiban dakwah amar makruf nahi mungkar sebagai kontrol sosial. Jadi tidak ada ceritanya anak SD hingga ibu-ibu, rakyat biasa ataupun pejabat yang ikutan berjudi. Justru mereka semua akan berlomba dalam kebaikan.

Sudah sistem pendidikannya sekuler ditambah tidak adanya sanksi tegas yang dilakukan oleh pemerintah membuat bandar judi dan situs judi online semakin subur. Bahkan hingga dibuat model game buat anak SD.

Apalagi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut bahwa artis hingga selebgram yang terjerat kasus promosi judi daring atau online dapat dijadikan Kemenkominfo sebagai juru kampanye (jurkam) antijudi online bagi masyarakat. (tvonenews.com, 6/9/2023)

Sedangkan, negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah akan menghapus segala praktik yang diharamkan oleh agama termasuk judi. Setelah mengedukasi masyarakat dengan Islam, khilafah akan menerapkan hukum sanksi yang tegas jika ada praktek judi online maupun offline. 

Penerapan sistem sanksi dalam Islam memiliki dua efek khas, yaitu zawajir (pencegahan dari tindak kejahatan) karena pelaksanaan sanksinya tegas dan akan dilihat oleh semua orang dan yang kedua sebagai jawabir (penebus dosa di akhirat). 

Untuk kasus judi, Islam akan menjatuhkan sanksi takzir yang bentuk dan kadarnya ditetapkan oleh khalifah. Jadi, bukan hal yang mustahil untuk menghilangkan praktik judi yang sudah darurat ini dari muka bumi. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa semua itu bisa terjadi jika kita hidup dalam naungan negara khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah.


Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar