Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hukum Jilbab di Dalam Rumah Ketika Ada Non-Mahram


TopSwara.com -- Ahli Fikih Islam Ustadz Shidiq Al Jawi mengatakan bahwa boleh hukumnya tidak menggunakan jilbab di dalam rumah meskipun ada non mahram.

"Jilbab disini dalam artian syar'i yaitu pakaian terusan (bukan potongan) yang longgar, menutupi seluruh tubuh yang dipakai atas baju rumahnya misalnya daster, kulot, dsb. Jadi, seorang muslimah tidak wajib menggunakan jilbab di dalam rumah, melainkan wajib menutup auratnya dengan busana yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan," paparnya  kepada _TopSwara.com,_ Sabtu (25/11/2023).

Syekh Rawwās Qal’ah Jie dalam kitabnya Mu’jam Lughat Al-Fuqaha', menjelaskan definisi jilbab dalam makna syar’inya sebagai berikut :

الْجِلْبَابُ هُوَ ثَوْبٌ وَاسِعٌ تَلْبَسُهُ الْمَرْأَةُ فَوْقَ ثِيَابِهَا

“Jilbab adalah sebuah baju yang longgar yang dipakai oleh wanita muslimah di atas baju rumahnya (daster, dsb).” (Rawwās Qal’ah Jie, Mu’jam Lughat Al-Fuqaha`, hlm. 144).

Syekh ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasytah, seorang ulama Palestina, penulis kitab Taysīr Al-Wushūl Ilā Al-Ushūl, menjelaskan definisi yang sama untuk jilbab syar’i, sebagai berikut :

الْجِلْبَابُ هُوَ ثَوْبٌ وَاسِعٌ فَوْقَ مَلاَبِسِهَا الْمُعْتَادَةِ يُرْخىَ إِلىَ أَسْفَلَ حَتىَّ الْقَدَمَيْنِ

“Jilbab adalah sebuah baju yang longgar di atas baju rumahnya yang biasa dipakainya (daster, dsb) yang terulur hingga ke bawah hingga kedua kakinya.”

"Jilbab dalam pengertian ini, merupakan busana yang wajib dipakai dalam kehidupan umum (al-hayāt al-‘āmmah), misalnya di jalan raya, di lapangan, di kantor, di sekolah, di masjid, di kendaraan umum, dan sebagainya," jelasnya.

Dalilnya adalah hadits Ummu ‘Athiyah RA sebagai berikut :

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قالَتْ: أَمَرَنَا رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنْ نُخْرِجَهُنَّ في الفِطْرِ وَالأضْحَى، اَلْعَوَاتِقَ، وَالْحُيَّضَ، وَذَوَاتِ الخُدُورِ، فأمَّا الحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ، وَيَشْهَدْنَ الخَيْرَ، وَدَعْوَةَ المُسْلِمِينَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إحْدَانَا لاَ يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ، قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِن جِلْبَابِهَا
Dari Ummu ‘Athiyah RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah memerintahkan kami (kaum wanita) untuk keluar rumah pada hari raya Idul Fitri dan Idul ‘Adha, baik gadis-gadis yang baru baligh, wanita-wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Adapun kaum wanita yang sedang haid, mereka tidak ikut sholat, namun mereka menyaksikan kebaikan dan mendengarkan dakwah untuk kaum muslimin.” Aku (Ummu ‘Athiyah RA) berkata,”Wahai Rasulullah, salah seorang wanita dari kami tidak mempunyai jilbab.” Maka Rasulullah SAW bersabda,”Hendaklah saudaranya sesama muslimah meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR. Al-Bukhari, no. 980; Muslim, no. 883).

Setelah menyajikan hadits ini, dan dalil-dalil lainnya, Syekh ‘Atha bin Khalil Abu Ar-Rasytah berkata :

فَهَذِهِ الْأَدِلَّةُ صَرِيحَةٌ فِي الدَّلَالَةِ عَلَى لِبَاسِ الْمَرْأَةِ فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ
“Jadi dalil-dalil ini, secara jelas menunjukkan adanya busana bagi wanita muslimah dalam kehidupan umum (al-hayāt al-‘āmmah), (yaitu jilbab).”

Ustadz Shidiq Al Jawi juga menjelaskan bahwa jilbab ini dalam arti busana terusan yang longgar (satu potong) yang terulur hingga ke kedua kaki, bukan dalam arti kerudung (hijab), merupakan busana yang wajib dipakai wanita muslimah dalam kehidupan umum (al-hayāt al-‘āmmah), seperti di jalan raya, di sekolah, dsb. Artinya, jilbab tidak wajib dipakai bagi wanita muslimah yang berada dalam kehidupan khusus (al-hayāt al-khashshah), seperti di rumah, di apartemen, di kos-kosan, di dalam kendaraan pribadi, dan yang semisalnya.

"Adapun jika di dalam kehidupan khusus (al-hayāt al-khashshah) tersebut terdapat laki-laki bukan mahram, misalnya abang ipar atau adik iparnya, maka wanita muslimah hanya diwajibkan berbusana yang sopan yang menutup seluruh auratnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan." imbuhnya

Dalilnya hadits dari Qatādah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

إنَ الْجَارِيَةَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَ مِنْهَا إِلاَ وَجْهَهَا وَكَفَيْهَا إِلَى الْمِفْصَلِ
”Sesungguhnya seorang perempuan jika telah haid maka tidak boleh dilihat darinya kecuali wajahnya dan tangannya hingga pergelangan tangan.” (HR Abu Dawud, Al-Marāsil ma’a Al-Asānid, Kitābul Libās, hlm. 215).

"Kesimpulannya, boleh hukumnya seorang wanita muslimah tidak mengenakan jilbab di dalam rumah, misalnya memakai mukena, seperti yang ditanyakan di atas, ketika ada laki-laki bukan mahram di dalam rumah tersebut. Di dalam rumah wanita muslimah tidak diwajibkan mengenakan jilbab, hanya diwajibkan mengenakan busana yang menutup aurat, yaitu busana yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Hanya saja, yang lebih afdhol (utama) adalah, wanita muslimah tersebut tetap mengenakan jilbab walaupun di rumahnya sendiri, ketika ada saudara. laki-laki ipar, sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyāth)," tutupnya. [] Indah Setyorini
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar