Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Saat Rumah Tak Lagi Aman dan Nyaman


Topswara.com -- Miris, keluarga seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi anak untuk berlindung dari marabahaya diluar. Namun apa daya, jaman sekarang justru sebaliknya, keluarga malah menjadi ancaman fisik dan mental bagi anak. 

Setidaknya hal itulah yang dirasakan DN, bocah berusia 7 tahun yang tinggal di Kedungkandang, kota Malang yang ditemukan warga terdapat bagian lebam dan terbakar di bagian tangan serta terlihat sangat kurus dan lapar. 

DN mengaku telah menjadi korban penganiayaan oleh keluarganya sendiri yang tak lain adalah ayah, ibu tiri, paman, kakak tiri dan nenek korban. Kasus ini sudah ditangani kepolisian setempat. 

DN bukanlah satu-satunya korban penganiayaan oleh keluarganya sendiri. Di Koja Jakarta Utara, seorang ibu 30 tahun yang telah 2 bulan berpisah dengan suaminya, tega menusuk anaknya sendiri yang berusia 6 tahun.

Penusukan tersebut diketahui warga yang mendengar teriakan histeris dari dalam kontrakan yang bersangkutan sehingga pintu kemudian didobrak warga dalam kondisi ibu tersebut masih menusuk putrinya dengan pisau. 

Warga segera menangkap tangan seraya merebut pisau dan segera membawa korban ke puskesmas dan RS Koja. Kasus ini masih dalam penyelidikan motif dari pelaku.

Bukan itu saja, di Subang seorang anak berusia 13 tahun tewas setelah dianiaya ibu, paman dan kakek korban dengan cara yang sangat sadis karena sang anak (berinisial MR) meminta ponsel. Diketahui MR adalah korban perceraian orang tuanya dimana sang ayah jarang menengok dan tidak tau kondisi yang menimpa MR. (www.tribunnews.com, 6/10/2023) 

Tiga kasus diatas hanyalah sampel saja dari banyaknya kasus penganiayaan anak yang samakin kesini semakin banyak jumlahnya dengan berbagai macam motif dan latar belakang kejadian. 

Setidaknya ada tiga kesamaan dari ketiga kasus di atas, yaitu korban hidup dalam kondisi keluarga yang tidak utuh apakah orang tua mereka bercerai atau mempunyai salah satu orang tua tiri.

Cermin keluarga yang tidak utuh setidaknya menandakan kondisi bangunan sosial masyarakat yang tidak baik-baik saja. Apalagi bila disana terdapat hak dan kewajiban yang terabaikan antara orang tua dan anak. Tentu saja hal tersebut bukan kondisi yang bagus untuk perkembangan generasi yang ke depan menjadi generasi penerus bangsa. 

Penganiayaan anak adalah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan bahkan termasuk perbuatan pidana atau tindak kriminalitas. Penganiayaan atau penyiksaan anak berbeda dengan menghukum anak dalam konteks pendidikan. Kasus penganiayaan tentu berefek trauma fisik dan mental yang butuh pemulihan jangka panjang bagi korban.  

Disitulah gambaran sebagian masyarakat yang akhlaknya kurang baik. Tampak sekali perilakunya tidak mencerminkan bahwa mereka paham Islam. 

Namun, hal tersebut juga suatu kewajaran ketika untuk memahami Islam hari ini diserahkan kepada individu masing-masing. Bagi yang mempunyai kecenderungan Islam silahkan, bagi yang tidak pun tidak apa-apa. 

Islam hanyalah tampak pada aktivitas spiritual ibadah dan nasehat yang hampir tidak bergigi terhadap permasalahan manusia.

Seperti itulah kondisi sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sistem sekuler dengan segala tatanan kebebasan individunya telah berhasil mengatur manusia untuk jauh dari Tuhan dan kehidupan akherat. 

Manusia tidak memahami bagaimana menyelesaikan segala permasalahan kehidupan dengan benar termasuk interaksi dengan sesama, keluarga, anak istri suami dan sebagainya.

Sebagai gambarannya, masyarakat saat ini hidup di tengah tontonan yang rusak, pornoaksi, pornografi dan kekerasan yang bebas diakses, miras yang mudah didapat termasuk hiburan-hiburan yang merusak hingga penegakan hukum dan pengaturan pemerintahan yang jauh dari ideal pula. 

Sementara, untuk menjalani hidup yang benar, haruslah memahami dan melaksanakan Islam kaffah sebagai pedoman hidup. Sedangkan Islam yang kaffah saat ini tidak diterapkan. Untuk mengetahui tentangnya saja juga butuh kemauan pribadi yang kuat dan mungkin tidak serta merta mudah mendapatkan akses infonya.

Berbeda dengan negara yang menjadikan Islam sebagai asasnya, dimana syariat Islamlah yang diterapkan sehingga aturan apapun diatur dengan Islam termasuk pendidikan. 

Maka, menuntut ilmu akan diwajibkan atas setiap individu dan negara akan memudahkan dalam pelaksanaannya. Saat masyarakat diatur dengan Islam inilah, yang tercipta masyarakat yang perperilaku luhur, beradab, berakhlak mulia, mampu menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang ada dengan penerapan aturan Islam yang ada pada mereka.

Hal ini akan mengeliminir kasus-kasus buruk akibat depresi sosial yang menimpa sebagian masyarakat akibat ketidak mampuan menyelesaikan permasalahan kehidupan mereka baik itu pada ranah filosofi hingga ranah praktis dan teknis. 

Termasuk cara pandang terhadap generasi, bahwa keberadaan mereka tidak semata-mata tempat melampiaskan amarah ataupun seseorang yang keberadaannya merepotkan orang tua.

Justru sebaliknya, anak adalah amanah dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban akan pengasuhan dan pendidikan kita terhadapnya. 

Lewat perantara anak yang shalih dan shalihah, amal jariyah akan mengalir kepada orang tuanya tanpa putus, sebaliknya lewat kemaksiatan anak pula, orang tua yang sudah berada di surga bisa ditarik oleh anaknya ke neraka. 

Bila peran ini tidak dipahami orang tua, bahkan menjadikan anak korban kekerasan di rumah mereka sendiri, akan menjadi generasi apakah di masa depan? 

Wallaahu ‘alamu bi ash shawab.


Oleh: Ratna Mufidah, S.E.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar