Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tata Kelola Gula Tak Semanis Rasanya


Topswara.com -- Swasembada gula sejatinya telah berkali-kali dicanangkan pemerintah sejak lebih dari satu dasa warsa yang lalu. Target swasembada dimulai tahun 2008 yang berlanjut pada 2013, namun tidak berhasil. Di era pemerintahan sekarang, target swasembada gula pada 2022 juga gagal saat program dicanangkan pada 2019 lalu.

Solusi jangka pendek yang diambil pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan gula bagi masyarakat sekaligus menstabilkan harga gula yaitu dengan impor gula. 

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menetapkan kuota impor gula khusus kebutuhan industri untuk tahun 2023 sebanyak 3,61 juta ton, dan gula konsumsi sebesar 991 ribu ton. Impor gula konsumsi dilakukan dalam dua jenis yakni gula kristal mentah yang harus diolah dahulu atau gula kristal putih (GKP) yang siap dikonsumsi masyarakat.Tahap pertama  kedatangan GKP sebanyak 2.000 ton  pada Sabtu (1/4/2023) melalui Pelabuhan Kade 101 Tanjung Priok (Republika.co.id, 1/4/2023)

Sungguh ironis, negeri subur dengan ungkapan 'gemah ripah loh jinawi' , sejak 2016 menjadi pengimpor gula terbesar sedunia

Peningkatan jumlah konsumsi gula di Tanah Air, salah satunya disebabkan oleh bertambahnya populasi penduduk yang  tidak diimbangi ketersediaan gula yang cukup karena rendahnya produksi gula dalam negeri. 

Beberapa faktor berkontribusi pada rendahnya produksi gula dalam negeri. 

Pertama, makin berkurangnya area tanaman tebu karena keengganan petani untuk menanam tebu dan mengonversi lahannya.Hal ini dipicu oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gula tani sebesar Rp 11.000 per kilogram yang dinilai merugikan petani karena masih dibawah biaya pokok produksi.  

Kerugian petani semakin bertambah dengan masuknya gula impor  ke Indonesia. Terjadinya kelangkaan pupuk subsidi dan benih bagi para petani tebu, makin menambah keengganan petani untuk bertanam tebu. Luas area tanaman tebu diperkirakan semakin berkurang  seiring meningkatnya pembangunan kawasan industri dan pengembangan infrastruktur besar-besaran terutama di Pulau Jawa.

Kedua, berupa kualitas bibit tebu yang rendah dan ketidaksesuaian antara varietas tebu dengan lokasi pertanian yang tersedia. 

Ketiga, yaitu praktek pertanian tradisional karena relatif tidak tersedianya tenaga kerja yang mampu menerapkan budidaya tebu dengan teknologi modern.

Keempat, mesin-mesin berusia tua yang minim pemeliharaan. Seperti kita ketahui, sebagian besar pabrik gula di Indonesia merupakan peninggalan kolonial Belanda  yang berusia lebih dari 100 tahun,yang  membutuhkan revitalisasi

Berbeda dengan Islam, impor bukan satu-satunya solusi dalam memenuhi ketersediaan stok kebutuhan pangan termasuk gula. Impor hanya akan dilakukan pada saat produksi dalam negeri benar-benar tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan barang tersebut. 

Dalam Islam, negara harus memiliki lahan pertanian yang akan maksimal memproduksi kebutuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan per individu rakyatnya. Negara akan memperhitungkan kebutuhan per individunya sehingga dapat memetakan jumlah produksi yang dibutuhkan

Negara harus mengatur lahan untuk industri dan pemukiman sehingga dapat memaksimalkan lahan pertanian. Kebijakan ini dibarengi dengan  kemudahan mendapatkan bibit, pupuk, peralatan pertanian, dan lain-lain yang dibutuhkan petani. Termasuk menyediakan lahan pertanian dan modal bagi yang membutuhkan. 

Negara harus melarang lahan pertanian, perkebunan dan sejenisnya dari penguasaan oleh individu, korporat, apalagi kapitalis asing. Kebijakan ini akan melindungi petani maupun lahan pertanian dari dominasi pemodal besar maupun pemodal asing. 

Sebagaimana sabda Rasuslullah "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Untuk menunjang kebutuhan peralatan pertanian yang memudahkan kerja para petani,pemerintah  harus menerapkan politik industri berbasis industri berat meliputi mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku

Yang tidak kalah penting, negara wajib menganggarkan biaya untuk kemandirian industri, termasuk dana riset untuk memajukan pertanian

Bila terjadi kekurangan ketersediaan barang, solusi pertama bukanlah impor, namun mendatangkan barang tersebut dari daerah lain yang memiliki stok  berlimpah. 

Sebagaimana saat terjadi kekeringan yang menimbulkan paceklik di Semenanjung Arab, Makkah dan Madinah pada masa kepepmimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra. Saat itu khalifah mengirim surat kepada jenderalnya di Mesir, Amr Ibn al-'Ash untuk mengirimkan makanan guna membantu warga di Hijaz yang kelaparan. 

Rasulullah SAW. bersabda: الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ “

Artinya : “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Atas dasar kesadaran akan kewajiban utamanya sebagai pengurus rakyat, negara tidak akan mudah menjadikan impor sebagai solusi satu-satunya, apalagi untuk komoditas pangan strategis yang dapat dihasilkan dari lahan pertanian. 

Masihkah kita ragu untuk menerapkan syariat Islam dalam kehidupan? 

Wallahu A’lam.


Oleh: Pujiati SR
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar