Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kemiskinan Bertambah di Tengah Kekayaan Berlimpah


Topswara.com -- Ironis, di tengah kekayaan Indonesia yang berlimpah tetapi kemiskinan semakin bertambah. Yang mana saat ini pemerintah sedang menargetkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024, namun menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen.

Untuk mengejar target itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 yang menugaskan 28 kementerian/lembaga dan seluruh pemerintah daerah mengambil langkah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Adapun jumlah penduduk miskin di September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang atau 200 ribu jiwa dibanding Maret 2022 dan menurun 0,14 juta orang dibanding September 2021.

Di sisi lain, jumlah penduduk miskin September 2022 di perkotaan meningkat sebanyak 0,16 juta orang dari 11,82 juta orang pada Maret 2022 menjadi 11,98. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan meningkat sebanyak 0,04 juta orang dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi 14,38 juta.

Kemudian, garis kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 397.125,00 atau 74,15 persen. Sementara garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 138.422 atau 25,85 persen (Kumparan Bisnis, 30/01/2023).

Jika berbicara masalah mengentaskan kemiskinan, pangkalnya ada pada ada tidaknya kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses kekayaan yang ada dalam bentuk kegiatan ekonomi, seperti industri, perdagangan, jasa dan pertanian. 

Yang di mana saat ini rakyat Indonesia kesulitan untuk mengakses sumber-sumber ekonomi, baik tanah, SDA, bahkan meningkatkan skill dalam berusaha sehingga bisa mendapatkan penghasilan dari kemampuannya tersebut.

Kesulitan ini, karena SDA strategis yang dibutuhkan publik telah dikuasai pihak swasta dan korporasi. Tanah sebagai sumber ekonomi yang paling utama juga sulit diakses karena adanya konsensus lahan oleh investor demi kegiatan ekonomi skala besar semisal perkebunan, pertambangan dan industri pertanian. Peningkatan skill melalui pendidikan juga tidak terjadi. Karena mayoritas tenaga kerja Indonesia adalah lulusan SD-SMA hampir 95 persen. 

Hal ini menjadikan mereka sulit memiliki nilai tambah bagi aktivitas ekonomi mereka. Pemerintah juga belum mampu menyelenggarakan pendidikan berkualitas yang melahirkan tenaga kerja berskill tinggi bahkan para ahli di bidangnya.

Sempitnya kesempatan untuk mengakses kekayaan alam ini, menjadikan ekonomi di tingkat bawah tidak tumbuh. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan tambahan pendapatan. Kondisi ini rentan untuk terjatuh pada kemiskinan jika terjadi kenaikan harga bahan pangan, bencana atau inflasi.

Mengentaskan kemiskinan dengan sistem kapitalisme, mustahil. Selama kekayaan alam dikuasai oleh perorangan atau korporasi atas nama kebebasan kepemilikan, pasti ekonomi masyarakat tidak akan tumbuh. Pemerintah juga semakin tidak berdaya akibat minimnya anggaran untuk memberikan subsidi, bantuan dan penyelenggaraan pelayanan publik. 

Menurunnya kualitas layanan publik, yakni pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar akan menjadikan rakyat semakin lemah dan tidak memiliki daya saing. Kondisi ini akan mengantarkan pada lingkaran kemiskinan baru yang lebih rumit.

Meski ekonominya melambat bahkan memburuk, petinggi negeri dan para pejabatnya tetap dengan kebijakannya. Mereka mensolusi ekonomi dengan utang riba dan malah mempercepat pembangunan infrastruktur demi memuluskan kepentingan para kapitalis.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam satu-satunya harapan yang akan memberikan kesejahteraan. Tidak ada harapan sama sekali jika masih menggantungkan kehidupan kepada penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Kembali pada aturan Islam lah satu-satunya solusi untuk mengakhiri segala penderitaan, termasuk keluar dari lingkaran kemiskinan. 

Solusi Islam mengatasi kemiskinan bukan hanya sekedar tataran konsep dan pidato panjang yang sering kita saksikan selama ini, melainkan bukti nyata yang diwujudkan oleh para pemimpin Islam terdahulu yang direalisasikan melalui politik ekonomi Islam yang dijalankan para pemimpinnya. 

Pemimpin dalam sistem Islam akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik harta bergerak maupun tak bergerak, yang diambil dari Baitulmal. 

Pemimpin Islam juga akan memenuhi kebutuhan mendesak dan kebutuhan jangka panjang bagi penerima subsidi. Departemen Sosial dalam sistem Islam bertugas membantu pemimpin mendata orang per orang secara detail terkait penghasilan rakyatnya, siapa saja yang terkategori miskin dan tidak miskin. 

Bagi yang miskin dan memiliki kemampuan bertani, maka akan diberikan modal, seperti sebidang tanah, traktor, bibit, hingga pupuk. Selain itu, juga memberikan pengarahan terkait teknologi pertanian yang dihasilkan lembaga riset di bawah Dinas Perindustrian.

Jika rakyatnya miskin dan memiliki kemampuan yang lain, akan didukung dengan sejumlah modal untuk membangun usahanya. Pemimpin Islam juga akan membuat sistem yang memonitor pergerakan harta, siapa-siapa saja yang memiliki harta, sehingga bisa dijadikan indikator kapan terjadi ketimpangan ekonomi dan kapan mengambil langkah subsidi. 

Sumber dana subsidi pada rakyat bisa diambil dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Lalu dari harta milik negara, baik fai, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, serta harta ghulul pejabat dan aparat. 

Kemudian dari harta milik umum, seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak, itu pun hanya kepada laki-laki muslim dewasa yang kaya.

Kita bisa dapati dalam perjalanan gemilang Islam saat diterapkan, ada pemimpin Islam yang memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Ada yang membangun “rumah tepung” bagi musafir yang kehabisan bekal. Ada pula pemimpin yang memiliki kebijakan membantu para pemuda yang kekurangan uang untuk membiayai pernikahannya. 

Maka marilah kita dukung penerapan Islam secara kaffah yang telah menjadi bukti betapa sejahteranya manusia saat hidup dalam naungan Islam. Sabda Rasul SAW., “Sebaik-baik pemimpin ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga kalian yang mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim).

Maka, sudah sepatutnya mengganti kondisi saat ini dengan menuntut penguasanya menerapkan Islam kaffah dalam kehidupan. Agar kemiskinan berubah menjadi kesejahteraan. Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Lilis Iyan Nuryanti, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar