Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jaminan Ketahanan Pangan dalam Sistem Islam


Topswara.com -- Ketahanan pangan adalah kondisi di mana terpenuhinya kebutuhan makanan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan  yang cukup baik secara jumlah maupun mutunya. 

Sumbernya tidak selalu berasal dari tanaman yang ada di sawah atau di ladang saja, melainkan bisa juga disediakan sendiri. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan pekarangan yang ada di sekitar rumah untuk ditanami sayuran berusia pendek.

Gerakan menanam sayuran di Kabupaten Bandung sudah dicanangkan oleh Bupati Bandung guna menjaga ketahanan pangan keluarga. Hal ini juga juga  diinisiasi oleh Ketua TP PKK Kabupaten Bandung,  Ema Dety Dadang Supriatna. Bersama para petani dan Kepala Dinas Pertanian, ia memetik hasil panen sayuran komoditas Buncis Baby Kenya di halaman pekarangan rumah dinas Bupati Bandung di Soreang. (Rmoljabar, 14/12/2022)

Pangan merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk dapat mempertahankan hidup, kecukupannya merupakan hak azasi yang harus dipenuhi. Dan pemenuhannya merupakan masalah yang seharusnya menjadi sasaran utama kebijakan suatu negara. 

Tetapi faktanya, di negeri yang menerapkan sistem kapitalis, pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator antara rakyat dan pemilik modal. Masalah pemenuhan pangan diserahkan kepada pasar (korporasi), sementara rakyat berjuang sendiri untuk mencukupi kebutuhannya. Hal inilah yang menyebabkan kedaulatan pangan hanya sebatas angan-angan.

Gerakan menanam sayuran di pekarangan hanya bisa disambut oleh orang-orang yang mempunyai lahan. Bagaimana dengan orang yang tidak memilikinya? Atau orang yang tidak mempunyai waktu untuk bercocok tanam? Hal ini menjadi bukti bahwa program tersebut akan menemui banyak kendala. 

Faktanya sistem kapitalisme tidak memiliki solusi untuk menjamin ketersediaannya. Padahal sudah ada Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yang inti dari PP tersebut adalah  menyangkut ketersediaan pangan (food avaibilitas), stabilitas harga pangan (food price stability) dan keterjangkauan pangan (food accessibility).

Sayangnya aturan yang ideal ini di lapangan tidak bisa direalisasikan. Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade Organization (WTO) bersama 125 negara lainnya, sudah sepakat untuk menurunkan dukungannya pada sektor pertanian. Hal inilah yang menyebabkan subsidi pupuk, benih, dan subsidi ekspor pertanian dicabut. Sementara impor hasil pertanian dibuka lebar-lebar dengan rantai tataniaga yang panjang. 

Sehingga wajar, jika kemudian harga di tingkat konsumen menjadi mahal akibat penguasaan perdagangan pada kelompok tertentu (monopoli, kartel dan oligopoli). Hal ini tentu menjadi ancaman yang sangat mengkhawatirkan. Sementara Indonesia membutuhkan ketersediaan pangan dan lahan pangan/pertanian yang cukup besar.

Solusi ini pada dasarnya bisa saja dilakukan jika keinginan politik dari para pemangku kebijakan pun ada. Indonesia  mempunyai tanah yang subur, sumber air yang melimpah dan jumlah penduduk dengan angkatan kerja yang banyak. Modal untuk terwujudnya negara swasembada pangan itu sudah dimiliki. Dengan memaksimalkan potensi lahan pertanian baik secara intensifikasi ataupun ekstensifikasi. 

Tapi faktanya, yang terjadi Indonesia makin bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan, sementara nasib petani makin terpuruk. Akhirnya usaha pertanian makin ditinggalkan karena tidak menguntungkan. Alih fungsi lahan pertanian pun terus berlangsung. 

Ketahanan pangan hanya akan terwujud jika negara berdaulat, yaitu negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan  rakyatnya, mampu  menentukan dan menetapkan kebijakannya tanpa intervensi negara lain atau lembaga internasional. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang akan menjalankan politik ekonominya melalui pengelolaan pangan dan pertanian. Dalam Islam negara wajib bertanggung jawab secara penuh dalam mengurus kebutuhan rakyat karena penguasa fungsinya adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. 

Sebagai wujud tanggung jawabnya, negara hadir dalam pengelolaan pangan mulai dari konsep sampai teknis pelaksanaannya. Sehingga proses produksi lancar, stok pangan terjaga serta distribusinya aman sampai ke setiap individu rakyat.

Untuk itu negara akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi usaha pertanian yang dilakukan rakyatnya. Itu dilakukan dengan memberi kemudahan mengakses benih unggul, alat pertanian yang modern atau teknologi tercanggih, memberikan subsidi, membangun infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan, komunikasi dan sebagainya. 

Selain itu negara juga akan menyelenggarakan riset-riset, pendidikan, pelatihan, pengembangan dan seterusnya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah negara yang menerapkan hukum syariah dalam mengatur kepemilikan tanah sehingga menjamin produksi secara maksimal.

Adapun dalam masalah distribusi negara akan menjamin keamanannya dari terjadinya distorsi pasar seperti penimbunan, kartel dan sebagainya. Jika terjadi pelonjakan harga yang tidak normal karena permintaan dan penawaran tidak seimbang, maka negara akan segera menyeimbangkannya dengan menyuplai barang dari daerah lain atau jika perlu dengan mengimpor dari luar negeri. Tetapi dengan syarat dan ketentuan yang sesuai syariah Islam dan tidak merugikan petani.

Dengan begitu, negara yang menerapkan sistem Islam akan menjamin ketahanan pangan rakyat sehingga kedaulatan pangan terwujud. Inilah berkah penerapan syariah Islam oleh negara. Seperti firman Allah SWT. dalam QS. al-'Araf ayat 96: 

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akadem Menulis Kreatif
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar