Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penambahan Kuantitas Partai Politik, Mampukah Mengakomodasi Suara Umat Islam?


Topswara.com -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan tujuh belas (17) partai politik (parpol), telah memenuhi syarat untuk lolos tahapan verifikasi faktual, sehingga berhak menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Menetapkan 17 parpol yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, anggota dewan perwakilan rakyat, dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah tahun 2024," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari melalui keterangan tertulisnya, usai Rekapitulasi Nasional Hasil Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Calon Peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (14/12/2022).

Bertambah banyaknya jumlah partai politik yang masuk dalam parlemen hanya akan menambah beban berat APBN. Dalam demokrasi pendanaan menjadi hal yang mutlak bagi kinerja parpol untuk biaya kampanye, biaya operasional, meraih kursi kekuasaan dan lain-lain.

Besarnya biaya demokrasi dalam sistem kapitalistime, menjadikan partai menggantungkan nasibnya pada pemilik modal. Dan pemilik modal memanfaatkan ini untuk memuluskan usahanya. Kapitalis pemilik korporasi akan mendapatkan kompensasi dari penguasa berupa regulasi yang berpihak pada pemilik modal.

Parpol dalam sistem demokrasi baik yang bercorak islami ataupun bukan harus mempunyai uang yang banyak untuk memenangkan pemilu. Kemenangan parpol dalam sistem demokrasi adanya politik kekuasaan, uang bahkan  kecurangan, bukan kapabilitas dari parpol. Suara rakyatpun dengan mudah bisa dibeli.

Banyaknya partai politik Islam ataupun caleg-caleg dan anggota partai yang mayoritas umat Islam belum dapat mewakilkan suara umat Islam untuk menentukan kebijakan ataupun rakyat terpenuhi kesejahteraannya oleh negara.  Sistem demokrasi parlemen munutup jalan kemenangan bagi Islam karena lahir dari akidah sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan.

Para penguasa berusaha tetap mempertahankan jabatannya dan tidak amanah, kekuasaannya dijadikan alat untuk meraih kepentingan pribadi dan golongan tanpa peduli halal dan haram.  Sebaliknya kepentingan dan kemaslahatan rakyat sering diabaikan dan ditinggalkan.

Selama partai Islam masih berada dalam sistem demokrasi tidak akan bisa mengusung ide Islam kaffah justru menjadi terwarnai, bukan mewarnai karena menjadikan nilai dasar ideologi Islam menjadi kabur, terjerat dalam perangkap alur berpikir demokrasi.

Dalam Islam metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah pembaiatan untuk mengangkat seseorang menjadi khalifah. Adapun hal yang tidak baku adalah teknis sebelum pembaiatan khalifah terjadi.

QS Ali Imran Ayat 104
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dari ayat diatas menunjukkan bahwa membentuk partai politik Islam adalah merupakan kewajiban, di mana tugas partai politik tersebut adalah untuk berdakwah menyerukan Islam secara kaffah dan mengajak non muslim untuk memeluk Islam dengan sukarela. Juga untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran baik yang dilakukan dalam masyarakat ataupun negara. 

Untuk itu partai politik yang shahih yang dijadikan ikatan dan landasan berpikirnya adalah akidah Islam. Selain itu tugas partai politik Islam adalah muhasabah lil hukam atau mengoreksi penguasa dalam negara khilafah, di mana menjadi pengawas keberlangsungan penerapan hukum-hukum Islam dalam negara.  

Dan hal ini hanya bisa diterapkan jika negara mengemban ideologi Islam dimana  partai islam yang berlandaskan akidah Islam dan yang mengadopsi hukum-hukum syariat Islam kaffah, dimana fungsi utama kepemimpinan yakni sebagai pengurus (ra'in) dan penjaga (junnah) umat.

Wallahu a'lam bishshawab.




Oleh: Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar