Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kampanye 16 HAKtP, Mampukah Selesaikan Persoalan Kekerasan Perempuan?


Topswara.com -- Kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi dalam berbagai bentuk. Seperti KDRT yang dilakukan oleh para suami ataupun kekerasan yang menimpa para pekerja perempuan.

Organisasi Perempuan Mahardhika melakukan aksi Nasional untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Ketua Organisasi Perempuan Mahardhika Mutiara Ika memberikan pernyataan, kekerasan banyak terjadi di sektor padat karya. 

Seperti perusahaan tekstil, makanan, minuman dan lain- lain. Pada sektor ini sebagian pekerjanya adalah perempuan.
Sebab terjadi krisis, di sektor ini banyak pekerja yang kehilangan status karyawan dan berubah menjadi karyawan kontrak. Hal ini terjadi secara masif, sebab terjadi penurunan permintaan barang, sehingga PHK besar-besaran tak terelakkan (Tempo.co,27/11/2022).

Dalam rangka memperingati 16 HAKtP, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta dengan berupaya mewujudkan ruang yang aman bagi perempuan dan anak. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk talk show, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan launching fasilitas sarana ramah perempuan dan anak (Tempo.co, 26/11/2022).

Sementara itu Komnas perempuan melakukan pengembangan pengetahuan tentang femisida (pembunuhan terhadap perempuan) sejak tahun 2020. Kasus femisida yang diperoleh data dari pemberitaan media rentang tahun 2018-2020.

Hal ini dilakukan sebab pengaduan kasus femisida ke lembaga layanan maupun Komnas Perempuan nyaris tidak ada. Temuan dari media masa tercatat ada 84 kasus femisida yang dilakukan oleh pasangan intim, baik itu suami atau mantan suami korban. 

Berbagai bentuk penganiayaan yang ditemukan,semisal dipukul,ditendang, dicekik, atau dimutilasi bahkan pembuangan mayat korban. Sementara motif dari pembunuhan pun beragam. Kasus terbanyak adalah pertengkaran dan kecemburuan. Catatan tahun membuktikan bahwa perempuan belumlah terbebas dari kekerasan yang selalu mengintai (Komnas perempuan.go.id, 25/11/2022).

Para pengusung kesetaraan gender mengusung ide penyetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dan laki-laki punya hak yang sama untuk berkiprah di ranah publik. Para perempuan didorong untuk bisa mandiri dan berperan sebagai pemimpin. Harus mampu berkarya agar setara dengan laki-laki dengan berkarir untuk mendapatkan penghasilan sendiri. 

Jika perempuan bekerja maka ia harus memikul beban ganda. Yaitu sebagai ibu dan sebagai pencari nafkah. Ditambah penghasilan ayah yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Menambah seorang istri sekaligus ibu untuk memutar otak agar kesulitan ekonomi dapat dilalui. Sementara kekerasan di dunia kerja nyata adanya. 

Jika kedua orang tua harus bekerja, kondisi ini akan berdampak pada anak.  Anak-anak jauh dari pendampingan orang tua khususnya ibu. Sedangkan bagi anak perempuan sangat rentan mengalami kekerasan. Seperti pemerkosaan atau sodomi. Mirisnya para pelaku adalah orang yang terdekat dengan korban.
Konsep kesetaraan gender telah nyata membawa perempuan kepada gerbang kesengsaraan.

Ide kesetaraan gender adalah ide yang terlahir dari cara pandang barat yang serba liberal. Liberalisme merupakan akar persoalan maraknya kekerasan pada perempuan dan anak.

Di setiap bulan November di gelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Hal ini sudah berlangsung sejak tahun 2021. Sekalipun kampanye terus digaungkan dan UU Kekerasan seksual (UU TPKS) telah di ketok palu,namun persoalan masih jauh dari solusi. Bahkan banyak kasus yang tak terlaporkan. Selama konsep dan ide ini masih bercokol maka mustahil para perempuan akan terlepas dari kemalangan. Serta mengakar kuat pada sistem yang diterap hari ini.

Dalam cara pandang Islam, perempuan ditempatkan di posisi yang mulia dan harus dilindungi. Dalam hal ketakwaan perempuan dan laki-laki punya derajat yang sama. Namun syariat membedakan keduanya dalam hal kewajiban. Perbedaan ini bukan berarti adanya pilih kasih, tetapi bertujuan untuk menciptakan keharmonisan, keselarasan dalam hubungan berkeluarga dan bermasyarakat.

Allah menetapkan seorang laki-laki menjadi pemimpin dan berkewajiban untuk mencari nafkah. Sementara para ibu bertugas untuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak. Dalam tugas ini antara laki-laki dan perempuan adalah mitra, untuk bersama-sama membentuk keluarga yang melahirkan generasi penerus pengukir peradaban

Negara pun menjamin perlindungan bagi rakyatnya. Untuk menjaga pemikiran dari kerusakan, negara membersihkan dan menjamin siaran media dari hal hal yang bisa merusak masyarakat. Seperti tayangan pornografi dan kekerasan. Para pelaku media akan diberikan sanksi jika melanggar peraturan. Bahkan dicabut izin pendiriannya.

Negara mengatur agar para ayah bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Sehingga para ibu tidak susah payah harus banting tulang membantu memenuhi kebutuhan.
Sekalipun dalam Islam tidak melarang perempuan bekerja, tetapi dalam rangka untuk mengamalkan ilmunya.
Sementara itu negara juga menjamin kebutuhan pokok, dan layanan publik yang murah, bahkan gratis.

Bagi pelaku kejahatan berupa kekerasan terhadap perempuan, negara memberikan sanksi yang tegas. Yaitu jilid dan rajam bagi pemerkosa dan qisas bagi para pembunuh. Dengan demikian hukuman yang diberikan mampu membuat pelaku jera. Sehingga kejahatan yang sama tidak terus berulang.

Inilah konsep Islam dalam melindungi rakyatnya khususnya kaum perempuan. Konsep ini tidak kita temukan dalam sistem sekuler seperti saat ini. Untuk itu kembali kepada sistem Islam agar para perempuan dan anak dapat merasakan kenyamanan tanpa bayang bayang kejahatan yang setiap waktu mengintai.
Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar