Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hasil Panen Tidak Terserap, Bulog Impor Beras?


Topswara.com -- Stok Cadangan Beras  Pemerintah (CBP) milik Perum Bulog diproyeksi hanya tersedia 3999.950 ton hingga akhir 2022 jika tidak dilakukan penyerapan atau importasi. Sebelumnya, Perum Bulog menyampaikan stok beras saat ini hanya tersedia  594.856 ton, kurang setengahnya dari target, yakni minimal 1,2 juta ton (Bisnis.com).

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseno, mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya  untuk melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Namun, penyerapan tersebut masih di bawah target. Sehingga Kondisi tersebut memunculkan wacana Impor yang  diusulkan oleh Perum Bulog. 

Padahal pada awal tahun 2022, pemerintah tidak merencanakan impor. Pada 17 Oktober 2022, Badan Pusat Statistik merilis data bahwa produksi beras pada 2022 diperkirakan sebesar 32,07 juta ton. Sementara konsumsi beras mencapai 30,2 juta ton. Artinya, produksi beras di Indonesia diperkirakan surplus hampir 2 juta ton tahun ini. (Katadata, 26/11/2022).

Surplus produksi diakui oleh Kementan. Dilansir dari Tempo (21/11/2022), Kementrian Pertanian memastikan produksi beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun. Dengan peluang tambahan stok pada produksi periode Oktober – Desember 2022, Kementan memperkirakan mencapai 5 sampai 6 juta ton beras. 

Total produksi padi 2022 diproyeksikan meningkat 2,31 persen (1,25 juta ton) dari 2021 sehingga secara komulatif mencapai 55,67 juta ton. Jika dikonversi ke beras tahun 2022 mencapai 32 juta ton. Sementara kebutuhan konsumsi setahun sebesar 30,2 juta ton. Artinya, tahun ini diperkirakan surplus beras mencapai 1,8 juta ton. Apabila ditambah surplus taun sebelumnya, jumlah surlus mencpai 5, 7 juta ton/ ton beras.

Bulog Tak Mampu Serap Beras Petani
 
Ketidakmampuan Perum Bulog menyerap gabah dan beras dari hasil petani membuat Cadangan Beras Pemerintah makin menipis, sehingga Perum Bulog ngotot untuk melakukan impor beras. Ketidakmampuan Perum Bulog menyerap beras dari hasil petani menunjukkan adanya kegagalan perencanaan beras cadangan dan buruknya kordinasi berbagai pihak terkait.

Harga beras di pasar yang tinggi membuat petani saat ini lebih memilih menyimpan berasnya atau menjualnya langsung di sawah dibandingkan dengan menjualnya ke Perum Bulog yang menawarkan harga lebih rendah dari pasar. Kenaikan harga beras di pasar tidak terlepas dari kebijakan kapitalistik dimana tidak lepas dari harga kenaikan BBM, harga pupuk, dan harga gabah. 

Alhasil stok cadangan beras pemerintah di Perum Bulog menipis dan lebih memilih untuk impor beras daripada membeli hasil padi milik petani sendiri.

Dampak ketidakmampuan Bulog serap beras dari panen petani dan memilih impor akan sangat merugikan petani di dalam negeri. Apalagi impor dilakukan ketika beras di tengah surplus produksi beras secara nasional. Impor yang dilakukan bukan solusi mensejahterakan rakyat. 

Sampai sejauh ini, kebijakan impor yang dilakukan pemerintah makin menunjukkan bahwa pemerintah bukanlah berpihak dan serius mengurusi rakyat, melainkan asas manfaat yang berjalan. Apalagi kebijkan tata kelola pangan yang kapitalistik tentu tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya.

Akar permasalahnya terletak pada sistem kapitalistik, maka perlu ada pembenahan. Sudah seharusya pemerintah membuang kebijakan kapitalistik, seperti kenaikan BBM yang mempengaruhi harga seluruh sektor produksi barang dan jasa. 

Tata Kelola dalam Sistem Islam

Dalam sistem Islam, ketika harga melambung tinggi, seharusnya pemerintah menstabikan harga, dicari penyebabnya. Rantai distribusi setiap daerah dijaga ketersedian stoknya. Melarang adanya bentuk penimbunan barang.

Islam melarang adanya penimbunan barang dan permainan harga pasar, Adanya larangan itu, stabilitas harga pangan di pasar akan terjaga. Kebijakan distribusi juga dilihat dari kebutuhan pangan per individu. Maka, negara akan mengetahui kebutuhan keluarga. 

Pemerintah bertanggungjawab penuh terhadap kebutuhan pangan rakyat secara merata, mencukupi dan harganya pun terjangkau. Pemerintah terus mendukung petani dalam berproduksi, semua akses diberikan kemudahan. 

Begitu pula, proses distribusi dikawal oleh negara agar menciptakan pasar yang sehat, dan tidak terjadi anjlok harga yang merugikan para petani. Sehingga jika pengurusan pangan dalam negeri dikelola dengan baik, maka negara tak perlu melakukan impor pangan. Pada akhirnya terwujudlah kedaulatan pangan dalam negara.

Islam dengan seperangkat aturan yang sempurna memiliki sistem pengelolaan yang terbaik, yang menjamin ketersediaan cadangan pangan oleh negara dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi maksimal menjadi swasembada pangan. 

Pengaturan Islam tidak membolehkan impor saat didalam negei diketahui produksinya surplus pangan. Demikianlah peran negara sebagai raain yaitu sebagai penanggung jawab atas seluruh urusan rakyatya.


Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Topswara 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar