Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masyarakat Makin Liberal, Non-biner Makin Eksis


Topswara.com -- Perbincangan mengenai apa itu non-biner kembali mencuat. Hal tersebut bermula usai viral di media sosial video mahasiswa (maba) Unhas dikeluarkan dosen pada Jum'at (19/8/2022). 

Diketahui bahwa seorang mahasiswa baru Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang dikeluarkan dosen dari ruangan saat proses pengenalan kampus terlihat pada video viral tersebut. 

Awalnya, seorang mahasiswa baru sedang mengenakan almamater dan berkaca mata dipanggil untuk maju kedepan. Kemudian, mahasiswa yang diketahui bernama NA ditanya oleh dosen mengenai status jenis kelaminnya. Mengejutkannya, NA justru menjawab bahwa dirinya berstatus sebagai non-biner (non binary). 

Jawaban NA ini tentuk membuat sang dosen tersulut emosi. Sehingga kemudian Dosen tersebut meminta agar NA dikeluarkan oleh panitia dari ruangan. Saat NA maju ke depan, rupanya ada yang memvideokan. Video tersebut lantas dijadikan konten oleh NA di media sosial dengan kata-kata yang kurang pantas hingga akhirnya menjadi viral. 

Menanggapi peristiwa tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan pihak kampus harus bertindak tegas mengenai jika adanya indikasi LGBT. "jika pelaku menyebut diri Non-Biner dalam hal orientasi seksual pribadi menyimpang, penyimpangan ini baik secara pemahaman ataupun perilaku, maka pihak kampus diharuskan menindak tegas bahkan memberi sanksi. Ini bisa menjadi kampanye LGBT. 

Pihak kampus harus melawan dengan memberikan sanksi dan menetapkan kebijakan, sehingga tidak akan terjadi hal serupa" tegasnya. Perkembangan paham dan kampanye LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) harus di tolak dan jangan sampai diberi panggung untuk penyebarannya. 

"Negara ini adalah negara hukum, sehingga wajib ada hukum sebagai Panglima tertinggi dengan cara tidak memberi ruang bagi perilaku penyimpangan LGBT. Semua Agama tidak ada satupun yang membenarkannya apalagi hingga mengajarkan perilaku LGBT. Setiap orang tua pun juga tidak ada yang menginginkan anaknya berperilaku menyimpang seperti itu," ujarnya, dikutip fajar.co.id. Minggu (21/8/2022) 

Sontak, banyak warganet yang bertanya-tanya dan mencari tahu mengenai apa itu non biner. Non-biner adalah gender yang mendefinisikan bahwa manusia bukan sebagai perempuan ataupun laki-laki. Hal tersebut tak jarang membingungkan banyak orang. Secara biologis, manusia hanya digolongkan dalam dua jenis, yaitu perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, secara gender, muncul berbagai golongan baru dalam mendefinisikan dirinya sendiri. 

Biasanya, gender non-biner ini memposisikan dirinya sendiri berbeda dengan struktur biologis  bawaan lahir. Kelompok gender ini biasanya akan memposisikan dirinya bukan dari bagian kelompok gender yang telah ada, atau bahkan mempunyai gender yang lebih dari satu. 

Menurut kaum liberal, LBGT merupakan sebuah pilihan sebagai bagian dari HAM meskipun kemudian muncul suatu permasalahan, hal itu akan dianggap sebagai kurangnya pengaturan baik dari masyarakat atau bahkan negara, dan dianggap bukanlah karena kesalahan atas pilihan mereka. Jelas hal ini pandangan yang salah. 

LGBT bukanlah pilihan bagi orang normal dan berakal, tapi pilihan bagi orang abnormal. LGBT merupakan sebuah penyimpangan dari fitrah manusia. Bahkan seolah tak pernah habis berita tentang LGBT dengan semua problemnya. 

Sejatinya, perilaku menyimpang kaum LGBT ini sebenarnya menimbulkan masalah serius baik bagi pelakunya maupun masyarakat. Prof. Abdul Hamid Al-Qudah, seorang dokter spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di sebuah lembaga Asosiasi Kedokteran Islam dunia (FIMA) dalam bukunya menuliskan bahwa kaum LGBT merupakan Kaum Luth Masa Kini, serta mengungkapkan bahaya yang ditimbulkan dari LGBT bagi kesehatan yaitu 78 persen pelaku homoseksual telah terjangkit penyakit kelamin yang menular. 

Kemudian dari penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research di Inggris mendapatkan hasil bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker. 

Dari sisi sosial, penyimpangan orientasi seksual ini merupakan ancaman bagi eksistensi sebuah keluarga. Awalnya perkawinan merupakan hal yang sakral dan legal, dengan tujuan adalah untuk melestarikan keturunan, kemudian berubah hanya sekadar menjadi pemuas nafsu birahi. Saat ini perkawinan sesama jenis bahkan sudah menjadi sesuatu yang biasa. 

Tentu hal ini berakibat secara demografi yaitu akan menghambat pertumbuhan umat manusia. Lebih dari itu, perilaku mereka sangat merusak dan meresahkan masyarakat, menimbulkan tindakan kriminal seperti dengan mudahnya menghilangkan nyawa demi memuaskan syahwat semata. Masih ingat kasus Ryan di Jombang, Jawa Timur yang menghabisi 11 nyawa manusia ?

Bahkan, data menunjukkan mereka tidak berdiri sendiri. Kaum LGBT merupakan gerakan global dengan dukungan dana yang besar. WHO sendiri telah menghapus LGBT dalam daftar penyakit mental tetapi LGBT ialah perilaku normal. 

Ditambah sebagai wujud pengakuan dunia terhadap eksistensi kaum LGBT, kini telah ditetapkan Hari Gay Sedunia di 14 negara dan hanya 3 negara yang menganggap LGBT ialah perilaku kriminal. Mereka telah berhasil menjadikan isu HAM, demokrasi, liberalisme, permisivisme sebagai kemasan untuk meligitimasi LGBT. Saat ini kehidupan masyarakat kian liberal, ditambah eksisnya para kaum non biner. 

Sejatinya, problem LGBT adalah problem sistemis, menyangkut banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, oleh karenanya butuh solusi sistematis. Ketegasan Gubernur Sulsel terhadap aksi yang baru-baru ini viral tadi seharusnya menjadi perhatian publik dan sepatutnya ditindaklanjuti dengan kebijakan menghapus beragam regulasi kampus seluruh negeri dari pengaruh nilai yang akomodatif terhadap LGBT. 

Di sinilah, peran negara menjadi sangat penting. Sudah seharusnya negara mengganti sistem ideologi kapitalisme yang diadopsinya saat ini yang telah tampak nyata melahirkan kemudharatan, kemaksiatan. 

Selama ideologi ini masih dipakai dalam sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara, mustahil problem LGBT ini bisa selesai sampai keakarnya. Sebagai gantinya, Negara seharusnya mengadopsi sistem ideologi Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara sempurna, syariat yang berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur manusia. 

Selanjutnya negara akan melakukan beberapa langkah sebagai berikut : Pertama, negara akan menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. Negara akan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam dengan melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana. 

Dengan ini, rakyat akan memiliki kendali dari dirinya sendiri dari perilaku menyimpang LGBT. Rakyat juga dapat menyaring informasi, budaya dan pemikiran yang merusak. Rakyat tidak didominasi oleh sikap hedonis, liberal serta mengutamakan kepuasan hawa nafsu. 

Kedua, negara wajib menutup akses penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi, baik yang dilakukan oleh sesama jenis maupun berbeda jenis. Negara wajib memblokir semua media yang mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya yang rusak seperti LGBT. Masyarakat akan diedukasi bagaimana penyaluran gharizah nau’ yang benar, yaitu dengan pernikahan syar’i. 

Negara pun akan memberikan kemudahan serta memfasilitasi siapapun yang hendak menikah dengan pernikahan syar’i. Ketiga, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat, sehingga tak akan ada pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi (karena miskin, lapar, kekurangan dan lain-lain) untuk melegalkan perilakunya yang menyimpang. 

Keempat, jika masih ada yang melanggar, maka akan diterapkan sanksi, Islam akan menjadi perisai yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu. Hal ini diterapkan agar memberikan efek jera bagi setiap pelaku kriminal dan mencegah orang lain melakukan tindak kriminal serupa. Dengan adanya hukuman (sanksi) yang berat kepada para pelaku Liwath, maka akan membuat siapapun berpikir berulang kali untuk melakukan penyimpangan terhadap fitrah manusia ini. 

Dalam pemberantasan LGBT, Islam menetapkan tugas kepada kaum muslimin secara umum untuk menjalankan syariat Islam di keluarganya masing-masing. Para orang tua harus terus berusaha membentengi anak-anak mereka dari perilaku LGBT dengan penanaman akidah dan pembelajaran syariat Islam di keluarga. 

Islam juga memerintahkan kepada masyarakat untuk berkontribusi dalam pemberantasan LGBT ini dengan cara ikut terlibat secara aktif dalam dakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar ke masyarakat yang ada di sekitarnya agar taat kepada perintah juga larangan Allah dan Rasul-Nya. Etika ada kemunkaran (pelanggaran hukum syariat) oleh para pelaku LGBT ini, maka semua anggota masyarakat harus berusaha mencegah, mengingatkan, menegurnya bahkan ikut memberi sanksi sosial, tidak mendiamkannya. 

Negara yang sanggup melakukan semua tugas dan tanggung jawab tersebut tak lain adalah Negara Khilafah. Di dalam naungan khilafah, umat akan dibangun ketakwaannya, diawasi perilakunya oleh masyarakat agar tetap terjaga, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggarnya sesuai syariah Islam. Maka, Islam akan terwujud sebagaimana yang telah Allah tetapkan yaitu sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahua’lam bish shawab


Oleh: Eva Sanjaya
Komunitas Tinta Pelopor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar