Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

L68T Bukan HAM, tetapi Penyimpangan


Topswara.com -- Penyimpangan seksual semakin masif di era liberalisasi ini. Miris dan sedih sekali, kala mereka bangga dengan penyimpangannya dan menuntut untuk diakui secara sah oleh masyarakat bahkan negara.

Masyarakat awam pun akan berpikir jika L967 ( L3sbi, G4y, Biseksual, dan Transgender) adalah sesuatu yang rusak dan merusak, jijik jika di sekitar mereka ada pelaku L967. Tetapi saat ini karena banyak negara yang sudah melegalkan pelaku penyimpangan ini, sehingga sudah tidak ada rasa malu bagi mereka untuk mempublikasikan diri, dan masyarakat bahkan tidak sedikit yang membiarkannya. 

Negara yang masuk dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Seperti Singapura yang kini bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Jika terwujud, maka Singapura akan menyusul Thailand dan Vietnam yang sudah sudah resmi melegalkan pernikahan sesama jenis. (republika.co.id, 22/08/2022) 

Vietnam dan Thailand telah melegalkan eksistensi L68T, dan Singapura bersiap mengikuti jejak kemaksiatan ini. Hal ini akan mendorong pelaku maksiat makin leluasa, juga dimungkinkan memfasilitasi pelaku L68T di negeri tetangganya untuk melegalisasi pernikahan sejenis ini juga. Melihat makin mengakarkan liberalisme dan seks bebas maka desakan akan Indonesia untuk melegalkan hal yg sama bisa muncul dari kelompok mereka. 

Karenanya masyarakat Muslim wajib terus menunjukkan penolakan terhadap perilaku L68T dan menentang setiap kebijakan yang membuka jalan legalisasi L68T ini. L68T adalah penyimpangan yang merusak, jika terus dibiarkan akan jadi apa negeri ini, akan seperti apa generasi selanjutnya. 

Sudah banyak kasus yang terjadi akibat penyimpangan ini, seperti penyakit kelamin, HIV/AIDS yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, dan masih banyak lagi hal yang diakibatkan dari L68T.  Bahkan sampai saat ini terus bertambah orang yang terjangkit HIV/Aids  artinya masih banyak disekitar kita orang yang melakukan penyimpangan seksual.

Untuk menuntaskan permasalahan ini perlu adanya peran negara yang tegas dalam menghadapi para pelaku penyimpangan ini. Bisa dimulai dengan sistem pendidikan yang berbasis Islam, disertai pembinaan dan sosialisasi kepada setiap warga negara. Sehingga nantinya akan tercipta sebuah ketakwaan individu dan juga kontrol sosial yang baik dalam masyarakat. 

L68T bukanlah hak asasi manusia. Tetapi penyimpangan kodrat yang diberikan oleh Allah Sang Pencipta. Psikolog, Ibu Elly Risman, bahkan menuturkan bahwa perilaku penyimpangan L68T ini, telah berkembang menjadi wabah menular yang mendunia (pandemik).

Perilaku penyimpangan ini bukan hanya mengancam generasi, tetapi juga populasi manusia. Inilah akibatnya, ketika negara tidak memberlakukan hukuman yang tegas pada pelaku penyimpangan ini. Tetapi justru membela atas dasar hak asasi manusia.

Karena ketegasan negara takkan berlaku bagi negara yang masih menerapkan aturan kapitalisme yang melahirkan liberalisasi ini. Kita butuh sebuah negara yang mandiri yang menerapkan sistem shahih yang berasal dari Pencipta yakni syariat Islam. 

Karena syariat Islam adalah aturan terbaik bagi manusia, bahkan bagi alam semesta. Syariat Islam itu justru memuliakan, mengembalikan makhluk kepada fitrah penciptaannya, memberikan rasa adil dan menjadi rahmat ketika diterapkan secara menyeluruh dan sempurna.

Agar pelaku penyimpangan ini jera dan masyarakat ngeri dan takut untuk melakukan tindakan itu, maka perlu adanya sanksi hukum yang tegas, seperti hukuman mati salah satu caranya dengan dilempar dari atas gedung yang tinggi di hadapan khalayak. 

Ibnu Abbas Ra mengatakan,

"Lihat tempat yang paling tinggi di kampung itu. Lalu pelaku homo dilemparkan dalam kondisi terjungkir. Kemudian langsung disusul dengan dilempari batu.”

Ibnu Abbas berpendapat demikian, karena inilah hukuman yang Allah berikan untuk pelaku homo dari kaumnya Luth. (al-Jawab al-Kafi, hlm. 120). Wallahu'alam bissawab


Oleh: Ana Dia Friska
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar