Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gila Konstestasi


Topswara.com -- Sebelum maupun pasca kenaikan harga BBM, gema demo penolakan kenaikan BBM merata di diwilayah RI. Mulai dari Aceh sampai Papua akan kita dapati aksi demo penolakan kenaikan BBM. 

Salah satunya aksi demo tanggal 6 September kemarin para mahasiswa berduyun-duyun merapatkan barisan di depan gedung DPR ibukota untuk menyampaikan aspirasinya. Berbanding terbalik, kondisi didalam gedung DPR sedang asik merayakan ultah ketua DPR. Sungguh menyayat hati.

Rakyat sedang kelimpungan merasakan dampak domino kenaikan harga BBM yang telah membuat harga-harga yang lain ikut melonjak naik. Disisi lain paras para politisi dan petinggi negara terpampang di baliho-baliho menghiasi jalan. Mereka sibuk mengejar kekuasan dari pada memikirkan nasib rakyat.

Salah satu bukti, pertemuan antara Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto pada Ahad, 4 September 2022, merupakan bagian dari safari politik dan komunikasi politik Puan Maharani jelang Pemilu 2024.

Begitu juga pasangan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kita dapati mereka berdua sering muncul bersama untuk menarik simpatis publik, misalnya pada event berjalan santai di lokasi car free day (CFD), Jalan Slamet Riyadi, Kota Surakarta, Jawa Tengah.(CNBC Indonesia, 8/08/2022).

Selain itu untuk mendongkrak popularitas/elektabilitas, mereka sesering mungkin tampil di televisi, mengadakan berbagai event ditempat umum dan mengadakan survei-survei. Misalnya survei pasangan Prabowo - Puan, Ganjar - Erick, Anis - AHY. Dan hasil surveinya sudah bisa ditebak, hasilnya wani piro. Dan untuk merebut hati masyarakat, mereka tidak segan untuk mengumbar janji-janji manis.

Ketika harga-harga pangan melambung naik. Bahkan, pada Juli kemarin indeks harga komoditas kelompok pangan telah melonjak lebih dari 10 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. hal tersebut berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Namun yang nampak bukan solusi tetapi para aparatur negara sibuk kontestasi.

Inilah wajah sistem demokrasi kapitalis. Keadaan rakyat dianggap tidak penting, yang penting bagaimana agar langgeng berkuasa. Rakyat dianggap penting hanya pada saat dibutuhkan suaranya menjelang pemilu/pilpres saja. Setelah itu rakyat ditendang. Miris.

Dengan kejadian seperti itu, sepatutnya masyarakat sadar, bahwa itulah watak sesungguhnya sistem demokrasi. Akan tetapi masih banyak yang terbius oleh sistem demokrasi. Dengan selogan-selogan manis yang dihembuskannya, seperti suara rakyat adalah suara Tuhan. 

Faktanya rakyat menyuarakan batalkan kenaikkan BBM dan batalkan UU omnibus law. Dari mulai mahasiswa, pekerja, para ojol bahkan anak-anak STM sampai turun kejalan pun tidak ada respon. Suara rakyat tidak didengar, wakil rakyat pun membisu. Selain itu sistem ini hanya melahirkan sosok pengabdi kursi bukan pelayan rakyat yang merasakan penderitaan  rakyatnya.

Hal ini wajar, karena di dalam sistem demokrasi. Para kandidat yang berhasil lolos menjabat aparatur negara butuh modal besar. Misal biaya kampanye, mulai dari pemasangan baliho, cetak kaos, berkunjung ke daerah-daerah dan sebagainya. Itu semua membutuhkan cuan.

Dan itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. "KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis. Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar. (wartaekonomi.co.id, 01/07/2022).

Dan setelah berkuasa yang ada dibenaknya adalah bukan bagaimana caranya membuat rakyat sejahterah akan tetapi mulai berhitung, bagaimana caranya bisa balik modal. Mulai dari tingkat teratas sampai bawah dalam sistem ini butuh biaya yang lumayan cukup banyak.

Sedangkan dalam sudut pandang Islam, kepemimpinan atau kekuasaan adalah sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat kelak. Sehingga yang tidak mampu dan belum memiliki ilmunya serta menguasainya sadar diri tidak akan mencalonkan diri. 

Seorang pemimpin itu harus melayani rakyat bukan malah sebaliknya. Selain itu rakyat juga wajib melakukan amal makruf nahi mungkar kepada penguasa, baik berupa kritikan, saran, maupun nasehat. Penguasa pun harus legowo menerimanya. wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Agung Andayani
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar