Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BLT BBM Bukan Solusi Hakiki


Topswara.com -- Indonesia tanah air beta, tanah kubayari pajaknya, air pun kubeli dengan harganya. Lirik lagu yang diplesetkan ini mungkin benar adanya mewakili suara hati sebagian besar rakyat Indonesia. Hidup di negeri zamrud khatulistiwa tetapi miskin dan sengsara.  Belum pulih perekonomian akibat dihantam pandemi, kini rakyat harus bersiap pada ‘perkelahian sengit’ anggaran keuangan menghadapi kenaikan BBM imbas ‘dialihkannya’ subsidi. 

Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sabtu (3/9/2022) pukul 13.30 WIB dan resmi berlaku sejam kemudian. Kini harga Pertalite resmi naik dari Rp7.650 kini menjadi Rp10.000 per liter, Pertamax naik dari dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter, dan Solar subsidi naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter.

Sebelum harga BBM naik, beban masyarakat sudah berat akibat kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok, seperti LPG, sembako, dan lain-lain. Bagaimana pun, kenaikan BBM lebih dari 30 persen akan mengganggu psikologi  ‘dompet’, mengacaukan anggaran keuangan rumah tangga, industri, bahkan negara. Selain itu, pengalihan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai BBM jelas bukan merupakan keputusan yang tepat. Terbukti, pelaksanaanya rawan dikorupsi atau salah sasaran seperti yang sudah-sudah, misalnya bantuan sosial selama pandemi.

Bila kita cermati, pengalihan alokasi subsidi energi menjadi Bantuan Langsung Tunai BBM terlihat sangat timpang. Subsidi energi selama Januari-Agustus 2022 sebesar Rp208,9 triliun. Artinya, per bulannya mencapai lebih dari Rp26 triliun atau sebesar Rp104 triliun untuk empat bulan. Sedangkan Bantuan Tunai BBM  hanya Rp24,7 triliun untuk 4 bulan. 

Coba bandingkan! Kondisi ini meniscayakan akan ada banyak kelompok masyarakat yang tidak menerima Bantuan Langsung Tunai BBM. Atau akan ada banyak pekerja yang tidak menerima bantuan subsisi upah misalnya yang memiliki gaji di atas Rp3,5 juta per bulan.

Bantuan Langsung Tunai BBM ini pun diyakini tidak dapat mencegah inflasi harga-harga di pasar. Katakanlah yang terjadi adalah penerima Bantuan Langsung Tunai BBM bisa jadi mampu beli BBM tetapi tidak mampu membeli bahan-bahan pokok yang harganya naik. Belum lagi jangka waktunya yang temporal, sedangkan efek domino kenaikan harga BBM terus berkelanjutan. 

Jadi, mau tak mau rakyat harus “siap tempur” menghadapi dampaknya, yaitu inflasi karena kenaikan harga-harga. Dalam catatan Kemenkeu, laju inflasi diprediksi akan meningkat dari 4,69 persen pada Agustus 2022 (yoy) menjadi 6,8 persen. Inflasi yang ditimbulkan dari sisi supply karena naiknya ongkos produksi, bukan karena naiknya demand konsumen sebab dari sisi demand, daya beli rakyat masih belum pulih akibat pandemi. 

Inilah bentuk keserakahan di tengah-tengah masyarakat. Negara tega menghisap rakyat dengan aneka kebijakan zalim. Tidakkah mereka merasa iba menyaksikan banyak kelompok ibu rumah tangga yang harus mencari nafkah karena suaminya di PHK, misalnya menjadi driver Ojol bahkan ada yang sambil menggendong balitanya? Sungguh betapa ‘kuatnya’ rakyat negeri ini ditempa oleh derita hidup yang diciptakan penguasa mereka. Sampai kapan rakyat mampu bertahan? Sampai kapan negara sanggup memberi bantuan?

Bagaimanapun juga, ketidakpastian global ini tidak bisa didiamkan. Negeri ini harus berbenah dari kekacauan tata kelola perekonomian yang tak kunjung kelar. Tetapi bukan dengan mempertahankan sistem kapitalisme neoliberal yang terbukti kian menyengsarakan. Lantas, sistem apakah gerangan yang dapat menyelamatkan? Dialah Islam.

Islam adalah agama sekaligus sistem kehidupan yang sempurna karena memiliki konsep yang paripurna dalam mengatur kehidupan manusia seluruhnya, baik kehidupan individu, masyarakat, maupun negara. Sistem Islam adalah kesatuan sistem perekonomian, sosial, sanksi, hukum, dan lain-lain yang terintegrasi dalam sebuah institusi politik khas bernama khilafah islamiyah.

Khilafah memiliki visi ekonomi mandiri sehingga mampu menjaga kedaulatan ekonominya. Khilafah tidak akan tunduk pada keinginan dan arahan asing ataupun perusahaan multinasional yang jelas-jelas memudaratkan. Termasuk tunduk pada perjanjian atau kesepakatan perdagangan dan sistem moneter internasional yang sejatinya mengukuhkan penjajahan. 

Khilafah akan mengelola semua SDA milik umum dan menggunakannya untuk kesejahteraan rakyat, yakni untuk pendidikan, pelayanan kesehatan, pertahanan, infrastruktur, dan mengentaskan kemiskinan. Untuk itu, negara khilafah akan melarang segala jenis penimbunan kekayaan dan memastikan bahwa kekayaan yang beredar di tengah masyarakat secara adil dan merata. Hal ini karena basis utama kebijakan ekonomi negara khilafah adalah untuk pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, yakni kebutuhan pokok (primer) tiap individu rakyat, bukan angka rata-rata.

Pemimpin dunia Islam hari ini, senyatanya telah menjadikan kapitalisme ala Barat sebagai contoh dalam bernegara. Sehingga kebijakan ekonomi yang diambil pun cenderung meminimalisir peran negara dan mengutamakan peran pasar, antisubsidi, ‘hobi’ pajak dan ‘doyan’ utang. Padahal, terbukti bahwa jebakan utang nyaris ‘menghabisi’ eksistensi suatu negara, seperti Sri Lanka. 

Hal ini berbeda diametral dengan Islam. Sejarah penerapan Islam telah sukses menyejahterakan umat manusia dari berbagai bangsa dan agama yang hidup di bawah kepemimpinannya. Maka, selayaknya pemimpin negeri-negeri muslim seperti Indonesia, berkaca pada kepemimpinan para khalifah dalam mengambil kebijakan. Para khalifah memimpin berdasarkan petunjuk wahyu yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. Karena hanya Allah SWT sajalah yang Maha Memberi petunjuk ke jalan kebenaran.

Ingatlah firman Allah SWT dalam surah Yunus ayat 35: “Katakanlah, "Apakah di antara sekutumu ada yang membimbing kepada kebenaran?" Katakanlah, "Allah-lah yang membimbing kepada kebenaran." Maka manakah yang lebih berhak diikuti, Tuhan yang membimbing kepada kebenaran itu, ataukah orang yang tidak mampu membimbing bahkan perlu dibimbing? Maka mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” Wallahua’lam.

Oleh: Pipit Agustin
Forum Hijrah Kaffah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar