Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pendidikan Gratis dan Berkualitas Mungkinkah?


Topswara.com -- Tahun ajaran baru, akan selalu diwarnai dengan bermacam permasalahan pendidikan, baik pendidikan di tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Sebagaimana yang menjadi perbincangan hangat di media sosial tentang tingginya biaya masuk perguruan tinggi melalui jalur mandiri. Banyak pihak mengeluhkan hal ini, belum lagi beberapa persyaratan yang dianggap memberatkan lainnya.

Sebagaimana dikutip dari kompas.com (22/7/22), yang mewartakan banyaknya keluhan tentang biaya kuliah yang mahal untuk masuk perguruan tinggi jalur mandiri. Dalam laman yang sama juga diberitakan tanggapan dari Konsultan Pendidikan dan Karier Ina Liem yang menyampaikan, penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di beberapa universitas negeri tersebut karena dorongan agar universitas tersebut untuk berbadan hukum.

Ia mengatakan, Sejak sebelum pandemi, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang didorong untuk berbadan hukum supaya bisa menerima dana dari masyarakat, agar bisa lebih berkembang," ujarnya (kompas.com 22/7/22).

Dari fakta ini sebenarnya bisa disinyalir ada sebuah indikasi ke arah komersialisasi pendidikan. Sebagaimana tanda-tanda tersebut sudah bisa dirasakan oleh masyarakat. Seperti mahalnya biaya UKT, yang tentunya tidak semua warga negara bisa mengenyam pendidikan tinggi yang mereka impikan.

Ilusi Pendidikan Gratis di Sistem Kapitalis

Semakin beratnya beban pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi ini tidak bisa terlepas dari adanya komersialisasi pendidikan. Lepasnya peran negara dari pembiayaan pendidikan tinggi semakin terpampang nyata di depan mata. Meskipun ada berbagai program beasiswa, namun jumlahnya penerima sangat jauh dari harapan.

Namun, ini adalah sebuah konsekuensi logis dari sistem pendidikan yang dianut oleh sistem pemerintah saat ini. Yakni sistem pendidikan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) dan kapitalistik yang berorientasi hanya pada hasil materi saja, untung dan rugi seolah menjadi acuan terlaksananya sebuah pendidikan. Hal inilah yang akhirnya akan menambah beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan oleh rakyat.

Sistem pendidikan yang diterapkan dalam satu negara, sudah pasti akan dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang diadopsi oleh negara tersebut. Dalam sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, yang mana keberadaan agama hanya diakui dari segi eksistensinya saja, membuat pengaturan kehidupan publik atau negara sepenuhnya diserahkan kepada manusia dan aturan agama hanya dijadikan sebagai aturan yang bersifat individu semata.

Hal inilah yang menjadi malapetaka bagi suatu negeri, karena segala sesuatunya juga akan dihitung berdasarkan materi yang akan didapatkan ketika mereka mendidik generasi pewaris negeri. Sistem sekuler juga akan menghasilkan generasi yang jauh dari aturan agama dan mengagungkan materi.

Hal ini juga diperparah oleh pendidikan yang berbiaya tinggi, sehingga tidak semua generasi bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Pendidikan di privatisasi, negara lepas tanggung jawab dan diserahkan pada urusan pribadi. Sehingga pendidikan tinggi semakin tak terjangkau bagi kalangan lemah dalam hal ekonomi.

Maraknya pendidikan berbasis investasi dan komersialisasi membuat hubungan lembaga pendidikan dan peserta didik mengarah pada transaksi harga antara penjual dan pembeli. Pendidikan diarahkan pada penyesuaian kebutuhan industrialisasi.

Oleh karena itu, dalam sistem kapitalis sekuler akan sangat sulit untuk melahirkan generasi yang bisa mengubah masa depan peradaban. Sistem pendidikan kapitalis sekuler hanya akan menghasilkan SDM yang unggul secara sains dan teknologi demi tuntutan pasar global. 

Namun, lemah dari sisi keterikatan pada agama (Islam). Hal inilah yang akan mengancam tingkah laku para generasi yang tidak akan memperhatikan halal haram dan aturan agama (Islam). Kondisi ini jelas akan mendorong pada semakin lunturnya pandangan terhadap fungsi lembaga perguruan tinggi sebagai sumber ilmu dan penghasil para ilmuwan.

Sistem Pendidikan dalam Islam

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah mencetak generasi yang memiliki kepribadian dan pola sikap yang berbasis ideologi, sehingga menghasilkan generasi yang mandiri dan inovatif. Generasi yang terbentuk akan memiliki kepedulian dan akan turut serta menyelesaikan permasalahan umat berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Generasi yang akan membangun peradaban yang cemerlang.

Di dalam Islam pendidikan menjadi sebuah kebutuhan asasi seluruh rakyat. Karena pendidikan adalah hak setiap warga negara tanpa membedakan martabat, usia maupun jenis kelamin. Sehingga menjadi kewajiban negara untuk memenuhi pelayanan pendidikan secara menyeluruh untuk semua warganya.

Negara dalam sistem Islam berkewajiban untuk menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten dan etos kerja yang baik serta mampu menjadi teladan bagi peserta didik. Negara wajib memberikan pendidikan berkelanjutan bagi peningkatan kualitas pendidik serta tunjangan dan jaminan kesejahteraan.

Negara memberi izin pelaksanaan pendidikan secara informal dan non-formal oleh lembaga keluarga dan masyarakat yang dilakukan di rumah, masjid, partai politik, media massa, dan lain sebagainya, namun negara tetap bertanggung jawab atas pendidikan informal dan non-formal ini agar berbagai pemikiran dan pengetahuan tetap berlandaskan akidah Islam.

Negara juga berkewajiban membangun sarana dan prasarana belajar seperti gedung sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, asrama, ruang seminar, pusat kajian dan penelitian, pusat informasi dan publikasi, percetakan, berbagai buku, jurnal, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan lain sebagainya. 

Dalam hal ini, negara Islam memberikannya secara gratis, sebagai bentuk pelayanan kepada umat. Sebagai upaya untuk meniscayakan lahirnya ulama mujtahid dan para ahli yang menghasilkan karya inovasi baik temuan (discovery) maupun ciptaan (invention).

Di dalam sistem Islam, pembiayaan diambil dari kas Baitul Mal dari pos Fai’ dan Kharaj serta pos Milkiyyah Ammah, jika semua terpenuhi maka negara tidak akan memungut uang pendidikan dari rakyat atau gratis. Jika tidak terpenuhi maka negara akan meminta sumbangan kepada seluruh umat Muslim. Itu pun hanya sementara, sampai keuangan negara kembali stabil.

Negara Islam akan membuat undang-undang yang mendukung sistem pendidikan Islami dengan anggaran yang sangat besar, sehingga tersedia fasilitas yang sangat baik bagi pengajar dan pelajar. Seorang pengajar akan sangat dihargai dalam sistem Islam, sebagaimana pada masa pemerintahan Umar bin Khatab r.a yang memberi gaji dengan nominal 15 dinar, yang jika di konversi dengan harga emas sekarang, maka gaji guru akan mencapai hampir Rp.40 juta. Inilah gambaran biaya pendidikan dalam Islam, semua pembiayaan akan ditanggung oleh negara. Dan hanya negara yang menjalankan sistem pemerintahan Islam yang bisa mewujudkannya. 

Islam sebagai ideologi memberikan gambaran bagaimana pendidikan gratis dan berkualitas akan benar-benar bisa dirasakan oleh umatnya. Namun, hal ini hanya akan bisa dirasakan apabila sistem Islam diterapkan menjadi sebuah aturan yang menyeluruh dalam bingkai syariah Islam kaffah. 

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Dan Kami telah menurunkan Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al-Maidah:48)

Wallahu’alam bishawab

Oleh: Isty Da'iyah
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar