Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kurikulum Merdeka Berwajah Sekuler Kapitalistik


Topswara.com -- Arah pendidikan hari ini terus didorong untuk menjawab tantangan zaman, termasuk zaman perkembangan 
ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. 

Sistem kapitalisme yang dikuasai oleh negara adidaya terus mengeksiskan ideologi dan hegemoninya dihadapan negara-negara lain dengan menggunakan standar mutu pendidikan. Era revolusi industri 4.0 yang identik dengan artificial intelligence (AI), big data, robotic, nanoteknologi, dan sejenisnya. Kesemuanya bagian dari proses globalisasi yang mengincar perkembangan ekonomi berbasis digital. 

Untuk menghadapi tantangan zaman, berbagai upaya dilakukan Negara Indonesia terutama dalam pembaruan dunia pendidikan. Ditambah Kemendikbudristek saat ini amat dekat dengan dunia bisnis mutakhir. Sehingga mendorong Negara Indonesia mengikuti kompetisi global untuk meraih sistem pendidikan unggul, bermutu, dan berkualitas yang mampu bersaing dengan negara lain.  

Terkait kualitas pendidikan di Negara Indonesia saat ini sangat terlihat bahwa sistem pendidikan Indonesia masih menjadi problem serius. Hal tersebut, membuat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, yang dilakukan secara daring, Jumat (11/2). (kemdikbud.go.id, 11/2/2022).

Kebijakan tersebut dilakukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang dialami Indonesia setelah menghadapi pandemi Covid-19 selama kurang lebih 2 tahun. Nadiem menyebutkan bahwa kurikulum merdeka belajar, sebelumnya disebut kurikulum prototipe, akan lebih fleksibel dan lebih berfokus pada materi yang esensial. 

Adapun manfaat bagi siswa yaitu untuk mengembangkan potensi dan keterampilan siswa dalam bidangnya masing-masing. Gambaran kurikulum tersebut dapat kita ketahui pada tingkat SMA yang telah meniadakan jurusan IPA, IPS, dan bahasa, menjadi diberikannya opsi pada siswa agar memilah mata pelajaran yang diminati untuk menunjang karir yang diinginkan di masa mendatang.

Kebijakan tersebut tentu sarat akan asas kapitalisme yang menjadi agenda global. Dimana manusia diarahkan pada orientasi materi yang ujungnya mengembangkan skill tetapi nihil akhlak dan moralitas terpuruk. Bukan berangkat dari falsafah yang benar bahwa pendidikan mewujudkan misi penciptaan sebagai manusia.

Standar Pendidikan Berbasis Materialisme

Kurikulum menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. 

Perubahan kurikulum tersebut patut dicermati secara mendalam. Pasalnya, dengan adanya perubahan kurikulum merdeka belajar di tahun ini, menandai perubahan kurikulum di negeri ini telah terjadi sebanyak 12 kali perubahan. Tentunya akan berdampak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah dalam RDPU Panja Kebijakan Kurikulum (28/3)  menjelaskan sedari awal, pihaknya kurang setuju dengan konsep kurikulum merdeka yang ditawarkan. Menurutnya, Kemendikbudristek seharusnya fokus memperbaiki kurikulum yang ada. Pasalnya, grand design yang ditawarkan masih banyak hal yang perlu dikritisi. (kontan.co.id, 28/3/2022).

Terus bergantinya kurikulum di Negara Indonesia sejak tahun 1947 hingga saat ini, menandakan terdapat kecacatan dalam sistem pendidikan yang dianut negara ini. Selama ini, aturan dalam penataan bermasyarakat dan bernegara berbasis sekuler kapitalistik. Dimana, orientasi manusia yang mengusai ilmu dan keterampilan ditujukan untuk dunia kerja atau karier serta mendapatkan penghasilan untuk kehidupan individualis. 

Hal tersebut sangat tergambar dari kurikulum merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Sehingga memacu siswa untuk berusaha menghasilkan karya dan meningkatkan skill dalam tim yang berguna di dunia kerja.

Kebijakan tersebut sama sekali tidak menghasilkan manusia yang memiliki integritas tinggi dan memiliki keterikatan terhadap hukum syara. Dimana mereka adalah manusia yang jujur, amanah, berdedikasi, dan bersungguh-sungguh agar kemanfaatan ilmunya digunakan untuk kemaslahatan umat bukan kemaslahatan pengusaha.

Kacaunya kurikulum berawal dari asasnya yang sekuler, kemudian mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya kepada proses penguasaan ilmu (tsaqofah) Islam dan pembentukan kepribadian Islam.

Dalam sistem sekuler, aturan-aturan Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan. Agama Islam, sebagaimana dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja sementara dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Paradigma kapitalis dalam pendidikan, yaitu pendidikan hanya sebagai sarana menemukan gelar untuk digunakan kelak di dunia kerja.

Sistem Sahih Pendidikan Islam

Islam memberikan seperangkat aturan dalam aktivitas individu, masyarakat terlebih Negara, bukan untuk mengekang bukan pula membebaskan, aturan Islam untuk mengarahkan kehidupan manusia untuk teratur.

Pendidikan sebagai kebutuhan pokok manusia, seharusnya tidak hanya menjadikan tujuan utama pendidikan berorientasi dalam mengembangkan skill  saja, tetapi membentuk manusia memiliki integritas tinggi. Sebab, tujuan pendidikan Islam adalah menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Visi pendidikan Islam memiliki asas fundamental yang merujuk pada wahyu Allah. 

Oleh karena itu, output pendidikan Islam menghasilkan generasi yang jauh dari persaingan duniawi dan individualisme. Karena oreientasi mereka adalah pahala jariyah yang akan memikirkan kemaslahatan umat dan kebaikan bagi dunia. 

Penerapan sistem pendidikan Islam terbukti menghasilkan generasi cemerlang yang karyanya abadi sepanjang zaman seperti ahli bedah Al Zahrawi, ahli kedokteran Ibnu Sina (Avvicenna), ahli mekanik Al Jazari, ahli Kimia Jabir Ibn Hayyan (Geber), ahli sejarah dan sosiologi Ibn Khaldun, dan masih banyak lagi.

Semua pencapaian tersebut dapat diraih dan dirasakan keberkahannya oleh umat jika Islam dijadikan sebagai sistem yang mengatur kehidupan Islam. Bukan semata aspek spiritual individual. 

Sebagai seorang muslim tentunya kita merindukan kehidupan yang didalamnya diterapkan Syariat Islam. Hidup sesuai fitrah dan menentramkan hati. Untuk itu setiap muslim haruslah memiliki andil dalam memperjuangkan syariat Allah yang agung ini agar tercipta Islam rahmatan lil ‘alamin.
Wallahu’alam bis shawab.


Oleh: Khaeril Aslamiah
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar