Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hijrah, Istiqamah, Kaffah (Trilogi Metamorfosis Hamba Raih Cinta Rabb-nya)


Topswara.com -- Hijrah, siapa bilang mudah? Istiqamah tentu lebih susah. Menjadi pribadi Muslim kaffah? Pasti dengan berpayah-payah. Betulkah? Secara realitas begitulah adanya. Proses hijrah hingga level kaffah tentu memiliki konsekuensi. 

Pada masa transisi dari kondisi lama menuju keadaan baru inilah kesulitan bakal hadir. Tantangan bisa berasal dari 'rantai gajah' yang membelenggu diri, hingga orang atau lingkungan sekitar. Terlebih ini adalah proses antimainstream yang tak semua orang mau atau sanggup menjalani. 

Namun, meski tak mudah, susah, hingga berpayah-payah, tetap ada hamba yang memilih jalan ini, karena bisikan iman. Bagi seorang mukmin, tak masalah memilih yang berat demi taat. Memilih yang susah demi berpasrah pada Allah SWT. Dzat yang menciptakan serta mengatur dia dan hidupnya. Apapun itu, berat dalam taat insya Allah terasa nikmat. Dan berat yang nikmat, salah satunya adalah hijrah. 

Hijrah

Seiring pergantian Tahun Muharram, perbincangan seputar hijrah menyeruak. Spirit perubahan di balik penetapan dan peringatan Tahun Hijriyah menjadi bahasan tak lekang dimakan waktu. Terlebih saat ini, hijrah seolah menjadi tren. Dilakukan tak hanya kalangan jelata, juga para artis, selebgram, dan kalangan masyarakat terkemuka. 

Hijrah dalam konteks ini merupakan istilah zaman now alias kekinian. Dalam bahasa agama, lebih pas disebut tobat. Tobat berasal dari kata: taaba, yatuubu, taubatan, artinya kembali. Tobat bermakna kembalinya seorang hamba kepada Allah SWT. Semula maksiat kembali jadi taat. Awalnya kufur balik menjadi syukur. Yang dulu hobi minuman keras, mabuk, sekarang suka minum susu, teh, kopi, atau bajigur. 

Terkait ini, ada sabda Rasulullah SAW, "Laa hijrata ba'da fathul Makkah. Tidak ada hijrah setelah pembebasan Makkah. Tetapi yang ada adalah jihad dan niat." (HR. Muttafaq 'alaih). 

Ibnu Katsir menafsirkan, "Karena manusia telah masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Islam telah nampak menang, pondasinya kuat, sehingga tidak perlu hijrah. Hanya saja ketika muncul keadaan yang menuntut hijrah karena jajahan kafir dan umat tidak mampu menampakkan agama di tengah-tengah mereka, maka hijrah ke negeri Islam hukumnya wajib, tidak ada perselisihan di kalangan ulama." 

Dan kondisi saat ini meski masih terdapat penguasaan kafir terhadap kaum Muslimin, tetapi identitas dien ini tetap nampak. Menjadi tugas Muslim untuk mempertahankannya bahkan berjuang melepaskan belenggu tiran bangsa kafir agar kalimat Allah tegak sempurna di muka bumi.

Meski hari ini hijrah fisik sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat kala berhijrah dari Makkah ke Madinah sudah tidak ada, tapi bagi para pencari derajat tinggi di hadapan Allah tak perlu berkecil hati. Ada hijrah amaliyah/maknawi yang akan selalu ada. Rasulullah bersabda, "Al muhaajiru man hajara maa nahaallaahu 'anhu. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan larangan Allah." (HR. Bukhari dan Muslim). Meski nilai dan keistimewaannya tidak sama dengan hijrah fisik, tapi harus ada dalam diri Mukmin sejati. 

Istiqamah

Bersyukurlah, jika seseorang telah melewati pintu hijrah dan menjemput taufik-Nya. Selanjutnya, dia mesti merawat istiqamah agar proses hijrah senantiasa berbuah kebaikan dan lebih baik lagi. 

Istiqamah menurut Syaikh Ibnu Taimiyah berarti teguh hati dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya, tidak menoleh dari-Nya ke arah kiri/kanan. 

Seorang sahabat bernama Abdullah Ats Tsaqafi pernah meminta nasihat kepada Rasulullah SAW agar dengan nasihat itu ia tidak bertanya-tanya lagi soal agama kepada orang lain. 

Rasulullah SAW pun bersabda, "Qul amantu billah, tsumma istaqim. Katakanlah aku beriman kepada Allah lalu istiqamahlah!" (HR. Muslim)

Allah SWT berfirman, “Sungguh (Islam) inilah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan itu. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu pasti menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa.” (QS. al-Anam: 153)

Istiqamah hanya terwujud dengan mengikuti Islam, meyakini akidahnya, mengamalkan syariatnya, serta mengikuti manhaj dan sistemnya. Hamba Allah yang istiqamah memiliki karakter yaitu: pertama, konsisten dan terus-menerus dalam beribadah dan ketaatan. Kedua, tahan uji terhadap godaan, hambatan, dan penghalang. 

Agar seseorang istiqamah, fokuslah pada tiga hal yaitu: 

Pertama, menetapkan tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah SWT. Hidup buat apa, jika tidak untuk beribadah pada Allah SWT dan berjuang di jalan-Nya? (QS. Adz Dzariyat: 56)

Kedua, memahami bahwa Allah menurunkan umat Islam ke bumi sebagai khaira ummah (umat terbaik) yang memiliki ciri: melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah SWT. Sebagai bagian dari umat terbaik, menjadi pribadi istiqamah adalah keniscayaan. (QS. Ali Imran: 110)

Ketiga, menyadari bahwa hakikat hidup adalah ujian dari Allah agar nampak siapa hamba-Nya yang terbaik amalannya. Ujian semestinya tidak melemahkan karena bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Ujian justru membuat kita bangkit, menjadi pribadi kuat dan istiqamah (QS. Al Mulk: 2).

Istiqamah ialah harga termahal semua jenis kebaikan. Meski berat, insya Allah bisa diupayakan. 

Kaffah

Pribadi istiqamah akan berusaha menjalankan kehendak Allah SWT secara kaffah (menyeluruh). Ia paham Islam diturunkan Allah sebagai ajaran sempurna dan menyeluruh. Sempurna karena datang dari Sang Maha Sempurna. Menyeluruh, sebab mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. 

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al Baqarah: 208)

Kekaffahan syariat Islam nampak dari aturannya yang mencakup: pertama, hubungan hamba dengan Allah SWT. Terwujud dalam ajaran akidah dan ibadah. Kedua, hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Ada aturan  makanan minuman, pakaian, akhlak. Ketiga, hubungan manusia dengan manusia lainnya. Dipandu dengan aturan muamalah (ipoleksosbudhankam) dan uqubat (sanksi). 

Dari masuk kamar mandi, masuk masjid, hingga masuk liang lahat. Dari potong kuku, potong hewan, hingga hukuman potong tangan pencuri. Dari menutup aurat hingga menutupkan kafan ke jenazah. Dari bangun tidur, bangun rumah tangga, hingga bangun negara. Semua ada aturannya. Kurang apa?

Kiat from Hijrah to Kaffah

Agar hijrah bisa istiqamah dan mengantarkan pada kaffah, berikut kiat-kiatnya:  

Pertama, pastikan niat hanya mencari ridha Allah.

Lillah, fillah, billah. Bukan keridhaan manusia. Ketika ada sahabat yang berhijrah ke Madinah karena mengikuti wanita yang ia cintai, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya. Dan tiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau ingin mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada yang ia inginkan itu." (HR. Bukhari Muslim ).

Kedua, perkuat iman, perbaharui memaknai syahadat.

Dengan cara mengoptimalkan fungsi akal dalam memahami ayat-ayat Allah, baik yang terdapat dalam firman-Nya dalam Al-Qur'an dan ayat kauniyah yang bertebaran di alam semesta. Agar kita mampu menyingkap hakikat keberadaan kita sebagai hamba bagi Rabb kita. Allah SWT, Dia-lah Al Khaliq Al Mudabbir, yang mencipta kehidupan sekaligus mengatur hidup kita. Maka, jadikan aturan Allah SWT sebagai pemandu langkah kita. 

Ketiga, tidak menunda kebaikan.

Keempat, sabar menghadapi ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, gangguan) dalam hijrah. 

"Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu?" (HR. Al Baqarah: 214 )

Kelima, bergaul dengan kawan shalih/shalihah.

Perumpamaan kawan baik dan kawan buruk itu menurut Rasulullah,  ibarat berteman dengan penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Jika kita berteman dengan penjual parfum, jika  tidak dihadiahi parfumnya, kita bisa membelinya atau minimal mendapatkan baunya. Jika berteman dengan pandai besi, meski tidak mendapati badan atau baju kita terbakar, minimal kita mendapatkan bau tidak enak.  

Keenam, iringi dengan do'a.

Dalam QS. Al Imran: 8 dan HR. Tirmidzi  ada do'a khusus untuk ditetapkan dalam dien dan ketaatan pada-Nya. 

Ketujuh, giat mengaji ilmu Islam dan mengamalkan.

Istiqamah dibentuk dengan makin banyaknya ilmu Islam yang mentajasad dalam diri dan diamalkan dalam perbuatan. Apalagi Islam bukan sekadar ilmu, tapi ilmu plus amalan. 

Kedelapan, sampaikan walau satu ayat.

Ngaji, amalkan, sampaikan, juga akan merawat keistiqamahan. Dakwah juga merupakan upaya menuju sampainya penerapan Islam kaffah.

Patut digarisbawahi, berislam tak cukup berhenti pada proses hijrah. Namun mesti meningkatkannya hingga level istiqamah bahkan kaffah.  

Hijrahnya orang perorang atau sekelompok orang akan lebih terjaga keistiqamahannya dan sampai pada pengamalan Islam kaffah jika sistem atau aturan hidup yang melingkupi saat ini juga berhijrah dari sistem jahiliyah menuju sistem Islamiyah. Sebagaimana masa Rasulullah SAW ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah di tengah kaum Muslimin. 

Menjadi tugas kita untuk terus berjuang menuju penerapan Islam kaffah. Inilah jaminan kebaikan bagi manusia. Tak hanya di dunia, pun di akhirat. Maka, hijrah, istiqamah, dan memperjuangkan Islam kaffah, siapa takut? Inilah trilogi metamorfosis hamba sebagai bukti kecintaan pada Rabb-nya.


Oleh: Puspita Satyawati
Analis Politik dan Media 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar