Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dengan UMKM, Nasib Perempuan Lebih Baik?


Topswara.com -- UMKM terus digenjot untuk menjadi solusi keterpurukan ekonomi dan kondisi kesejahteraan rakyat, termasuk perempuan. Perempuan digadang untuk aktif berperan sebagai pelaku ekonomi dengan berwirausaha dalam usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM). 

Dengan berwirausaha, perempuan akan memiliki pemasukan untuk diri dan keluarganya dan membuka lapangan kerja bagi yang lainnya. UMKM menjadi jurus perubah nasib perempuan untuk keluar dari kemiskinan dan meraih kesejahteraan. 

Pesan ini tersirat dan tersurat dalam beberapa program penggalakan UMKM oleh pemerintah di lintas kementerian seperti kementrian pemberdayaan Perempuan yang bekerjasama dengan kementerian Koperasi dan UMKM. Dan seperti tidak mau ketinggalan, kemensos turut memprogram pemberdayaan ekonomi dalam masalah sosial. 

Dalam agenda Opening Roadshow mensos Tri Rismaharini mengatakan PE digagas untuk mengubah nasib warga yang kurang mampu. Melalui pemberdayaan UMKM, warga diajarkan dalam hal produksi, pengemasan, perizinanan hingga marketing. Hasilnya, banyak pelaku UMKM sukses menjual berbagai produk hingga ke luar negeri hingga merekrut banyak pekerja  (detikJatim, 27/06/2022). 

Pelaku UMKM yang sukses dan disebut Pahlawan Ekonomi dari Surabaya akan memulai menjadi mentor. Mereka akan berkeliling mengenalkan strategi menjaga bisnis UMKM secara nasional, khususnya di wilayah Indonesia Timur. 

Pemberdayaan ekonomi melalui UMKM menjadi solusi masalah kemiskinan. Tapi benarkah berwirausaha melalui UMKM bisa menjadi harapan perubahan nasib? Akankah nasib rakyat tersebut termasuk perempuan menjadi lebih baik atau justru lebih buruk?

Upaya ‘Survive’ Versus Sistem Mematikan

Selayaknya memang setiap orang harus berusaha untuk meraih kebutuhan-kebutuhannya. Bahkan sebenarnya setiap orang memiliki dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. 

Kenyataannya, secara alamiah setiap orang ingin dan suka bekerja dan berwirausaha demi kesejahteraan atau menjadi kaya. Sebenarnya pemerintah tidak perlu mendorong masyarakat dan perempuan ber-UMKM, karena tanpa didorongpun masyarakat sudah begitu berjuang untuk menyambung hidup. Terbukti setiap lowongan pekerjaan dibuka, pelamar pekerjaan berlimpah berkali lipat dari yang dibutuhkan. 

Banyak pula yang mencari modal dan terkendala berwirausaha karena tidak punya modal atau tidak bisa menambah modal yang ada. Yang sudah memiliki usaha baik industri rumahan maupun UMKM, begitu sulit mempertahankan usahanya di tengah persaingan dan daya beli yang merosot. Iklim usaha lesu dan dingin. 

Di titik ini, penggalakan UMKM seperti mengaburkan masyarakat, perempuan dan pemerintah dari akar persoalan kemiskinan dan kesejahteraan yaitu tata kelola ekonomi yang keliru. 

Tatanan ekonomi yang berlaku saat ini kontradiktif dengan upaya masyarakat membangun unit usaha pribadi, yang menjadi ikhtiar individu agar keluar dari jurang kemiskinan. Sistem ekonomi yang ada justru cenderung mematikan ekonomi dan menghilangkan peluang kesejahteraan. Fakta tersebut adalah konsekuensi sistem ekonomi kapitalisme yang semakin liberal.

Sistem yang bertumpu pada kebebasan kepemilikan ini memberi akses ekonomi dan privilige (hak istimewa) pada para pemilik modal. Para kapitalis menguasai sumber daya strategis dan primer yang menjadi kebutuhan dasar hidup rakyat dan bahkan untuk kelangsungan usaha mereka. 

Para kapitalis menguasai tanah, hutan dan barang tambang mineral dan energi. Tata kelola energi mestinya memasok energi secara lancar dan murah. Karena bagaimanapun energi adalah kekayaan negara yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Namun saat ini rakyat harus membayar mahal untuk kebutuhan mendasar tersebut bahkan sering pula pasokannya macet. 

Sama halnya dengan energi, tanah juga modal usaha yang sangat penting. Tanah adalah asas dalam usaha pertanian dan perkebunan yang sangat diandalkan rakyat. Faktanya, hukum pertanahan yang ada membuka konsentrasi penguasaan tanah oleh para kapitalis. Segelintir orang bisa menguasai ribuan hektar melalui izin usaha seperti Hak Guna Usaha (HGU), sebaliknya rakyat kebanyakan sulit mendapat lahan untuk tempat tinggal dan usahanya.

Para kapitalis menguasai aset strategis dengan payung undang-undang yang mengatur izin konsesi, kuasa pertambangan serta hak guna usaha. Inilah wujud sistem kapitalisme yang dijustifikasi oleh hukum dan perundangan.

Tidak hanya modal aset strategis yang dikusasi para kapitalis. Para kapitalis melalui korporasi menguasai hilir usaha yaitu distribusi dan unit bisnis. Mereka mendirikan jaringan toko ritel, pengecer di kota-kota hingga pelosok pedesaan. Begitu banyak usaha ritel yang dimiliki individu tersingkir karena tidak kuat bersaing. Usaha makanan, minuman yang dikonsumsi harian juga dikuasai korporasi. 

Bidang usaha rakyat menyempit. Andaikan bisnis rakyat bertahan, keadaannya terbatas karena kalah dalam kekuatan modal untuk produksi dan distribusi. Dahulu gerai swalayan ditarget membantu memasarkan produksi UMKM. 

Sekarang platform seperti Tokopedia, shopee, dan lazada diandalkan UMKM. Namun seberapa mampu ritel modern membantu UMKM? Faktanya market place tersebut juga mengecer hasil produksi korporasi. Fakta ini juga menunjukkan kenyataan bahwa usaha rakyat begitu tergantung pada unit bisnis yang dimiliki pemodal besar dan harus bersaing dengan para kapitalis lokal lainnya bahkan dari luar negeri. 

UMKM harus bertahan menghadapi serbuan produk impor yang membanjiri negara karena pasar bebas. Kenyataan ini menjadikan wirausaha yang susah payah dirintis individu sangat rentan dalam iklim bisnis yang tidak sehat.

Dan jika wirausaha berhasil bertahan dan sukses, apakah akan mengubah nasib rakyat termasuk perempuan menjadi lebih baik dan sejahtera? Wirausaha dan UMKM sendiri di didominasi usaha mikro, yaitu 97 persen dimana para pekerja yang terlibat mayoritas digaji di bawah UMR. Jadi sangat sulit berharap kesejahteraan. 

Pekerja dengan gaji UMR saja kesulitan mencukupi kebutuhan mendasar pangan, sandang dan papan. Belum terhitung kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Ini sangat logis karena jaminan kebutuhan dasar manusia mestinya tidak mengandalkan kekuatan individu sebagai pemilik ataupun pekerja dalam usaha menengah, apalagi usaha kecil dan mikro.

Dalam sistem ekonomi Islam bertumpu pada tiga kaidah dan pondasi ekonomi; kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Ini menjadikan sistem Islam unik dan berbeda secara mendasar dalam sistem kapitalisme yang memiliki prinsip kebebasan kepemilikan.

Unit-unit usaha individu akan berkembang dan berada dalam iklim yang mendukung. Ini karena Islam mengatur dan menjaga kepemilikan pribadi dan pengembangannya dalam koridor syariat. Contohnya, syariah melarang keras pengembangan harta dengan riba.

Iklim usaha individu dan kelompok akan didukung oleh peran pemerintah yang tidak sebatas regulator atau penjaga regulasi/aturan. Pemerintah dalam Islam turut aktif sebagai operator yang mengelola kepemilikan umum seperti mengelola hutan, air, listrik dan barang tambang mineral serta barang energi.  

Dalam syariat manfaat sumber daya inilah yang harus diterima rakyat baik secara langsung, misalnya distribusi minyak dan gas atau tidak langsung, yaitu hasil penjualannya yang menjadi pemasukan negara. Berbeda dengan sistem kapitalisme dimana penguasaan ast strategis memperkaya beberapa individu. Pengelolaan aset strategis akan menunjang dunia usaha. Karena ketersediaan energi adalah modal dasar usaha dan kebutuhan pokok rakyat.

Hukum pertanahan dalam syariat tidak kalah penting dalam mendukung usaha. Tanah dimiliki negara dan induvidu. Individu memiliki tanah dengan cara menghidupkannya. Apabila tanah pribadi ‘dimatikan’ selama 3 tahun berturut-turut, kepemilikannya. terlepas. Dengan hukum ini Islam mendorong produktivitas tanah karena menyatukan kepemilikan tanah dan pengelolaan tanah. Di sisi lain, negara memiliki tanah-tanah mati yang bisa diberikan pada individu dan untuk membangun fasilitas dan sarana umum seperti pasar.

Namun terlepas dari produktivitas ekonomi oleh individu, dalam hal ini menjadi kewajiban para laki-laki, para suami dan bapak untuk bekerja, membangun usaha dalam rangka memenuhi nafkah, ada satu hal yang mendasar dalam Islam. 

Islam tidak menumpukan kesejahteraan di pundak mereka saja. Penguasa, pemimpin negara adalah penanggung jawab puncak kondisi rakyat. Penguasa harus menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dengan penjaminan perorangan. Setiap individu rakyat harus dipastikan terpenuhi pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanannya. Jaminan ini terealisasi dengan mekanisme syariat yang diberlakukan negara.

Walhasil, dalam Islam kaum perempuan tidak akan tereksploitasi dengan beratnya persaingan dan perjuangan merubah nasib. Begitu pula kaum laki-laki, para suami dan bapak tidak harus berjuang mati-matian demi ekonomi keluarga.

Sudah saatnya rakyat di negeri ini menerapkan sistem Islam yang akan mendatangkan kesejahteraan, keselamatan dan keberkahan dari Allah SWT.
Wallahu alam bis shawab



Oleh: Harmiyani Moidady
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar