Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Salah Satu Tujuan Pernikahan adalah Menjaga Kesucian Diri


Topswara.com -- Pakar Parenting Ideologis ,Ustaz Iwan Januar menyatakan, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk  menjaga kesucian diri. 

"Tujuan pernikahan itu salah satunya yang disebutkan oleh agama, adalah untuk menjaga kesucian diri," ujarnya dalam Rubrik Jendela Keluarga Muslim, di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Jum'at (27/5/2022). 

Ustaz membacakan, sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu'anhu, yang artinya,

"Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya."

Namun ia menyesalkan bahwa kini di masyarakat justru terjadi fenomena  yang menurutnya mengerikan, yaitu longgarnya penjagaan kesucian diri sebelum pernikahan. Itulah mengapa tema menjaga kesucian diri sebelum pernikahan, perlu dibahas. 

"Topik ini sengaja dipilih berkaitan dengan munculnya satu fenomena, satu hal yang sebetulnya sudah cukup lama, tapi ada beberapa fenomena tambahan," urainya. 

Menurutnya, ada dua fenomena yang sangat mengerikan. Pertama, tidak sedikit orang yang ketika sudah  memiliki ikatan khitbah (lamaran) misalnya, merasa sudah sah menjadi pasangan. Sehingga kemudian mereka kurang, bahkan tidak menjaga diri. 

"Mereka berkhalwat, melakukan berbagai hal, bahkan tidak sedikit yang na'uudzubillah melakukan hubungan biologis, terlibat pergaulan bebas sebelum pernikahan. Mereka berzina," paparnya. 

Kedua, fenomena  jatah mantan yang tertangkap dari sosial media. "Jadi ada beberapa orang yang mereka ini ketika mau menikah, mereka menjalin hubungan pacaran. Kemudian entah dengan pacarnya ini hubungannya sudah sangat dekat, yang kemudian tidak lagi menjadi pasangannya. Ketika ada kabar dia akan menikah, maka mantan pacar meminta jatah. Yang dimaksud jatah di sini sampai naudzubillah meminta hubungan badan sebagai tanda pertemuan yang terakhir," terangnya. 

Selanjutnya Iwan Januar menerangkan bahwa mengawali pernikahan dengan perbuatan zina adalah tindakan yang berlawanan dengan tujuan pernikahan itu sendiri, yaitu menjaga kesucian diri. Sementara, zina merupakan perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan. Islam memasukkan zina sebagai dosa besar. 

Ustaz membacakan beberapa nash, baik ayat Al-Qur'an maupun hadis yang menjelaskan tentang kedudukan zina. Misalnya, dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 32,

"Janganlah engkau dekati zina, karena zina adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan."

Ia juga menyitir bagian awal surah Al-Mukminun yang menjelaskan ciri-ciri orang beriman yang beruntung. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang beriman yang beruntung, di antaranya adalah yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istrinya. Artinya, mereka tidak melakukan hubungan biologis, kecuali dalam pernikahan. 

Solusi Islam

Iwan Januar kemudian menjelaskan, kenapa fenomena tersebut terjadi. Pertama, bisa jadi karena ketidaktahuan. Mereka tidak memahami nizham ijtima'i (sistem pergaulan) laki-laki dan perempuan dalam Islam. Maka, perlu diajarkan kepada mereka bagaimana Islam mengatur tentang khitbah (lamaran) dan pengaturan hubungan laki-laki dan perempuan. 

"Padahal, yang  namanya pertunangan (khitbah) itu belum menjadikan seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri. Jadi, mereka ini belum siapa-siapa, selain bahwa sudah ada ikatan khitbah di antara mereka," paparnya. 

Ia pun melanjutkan, khitbah tidak serta merta menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan telah sah. "Jangan disalah pahami bahwa namanya pertunangan atau khitbah itu sudah menjadikan mereka sah. Bukan! Yang  namanya lamaran (khitbah) itu adalah akad atau janji seorang laki-laki akan menikahi seorang wanita. Yang menjadi calon suami dan calon istri. Sehingga kemudian tertutup peluang bagi laki-laki lain untuk mempersunting. Untuk melamar perempuan itu," jelasnya. 

Ia menyitir hadis Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,

"Janganlah seseorang itu mengkhitbah lamaran saudaranya."

Iwan Januar menegaskan bahwa ikatan khitbah belum menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan, kecuali sebatas berbicara, berdialog atau saling memberi hadiah. Tetapi, masalah aurat, apalagi sampai hubungan biologis, sama sekali tetap terlarang, sampai nanti ikatan nikah atau akad nikah itu sudah dinyatakan sah, mengikuti syarat, dan rukun-rukun pernikahan. 

"Oleh karena itu, para orang tua yang punya anak laki-laki, anak perempuan yang sedang masa khitbah (masa lamaran) wajib mengingatkan untuk tetap menjaga hubungan mengikuti koridor hukum syara. Begitu juga laki-laki dan perempuan yang bersangkutan, harus memahami hukum syara tentang khitbah dan tunduk pada aturanNya," pesannya. 

Kedua, karena kesengajaan, artinya ada itikad yang tidak baik dari salah satu atau keduanya sampai kemudian berani melanggar batas-batas pergaulan antara pria dengan wanita yang belum sah dalam ikatan pernikahan. 

Menurut Ustaz, hal tersebut sangat mungkin terjadi karena mengikuti pola pergaulan yang serba bebas, serba liberal, serba permisif, serba boleh, hedonis, dan hanya mengejar kesenangan jasadiah semata. 

"Kehidupan ini tidak akan pernah selesai, yang liberal, yang hedonis, yang permisif ini, kecuali memang ada syariat Islam yang menata kehidupan masyarakat," tegasnya. 

Ia menegaskan, enggak ada hukum-hukum Allah yang ditegakkan, jika sistem kehidupan tetap seperti sekarang. Yang bisa dilakukan hanya sebatas seruan moral. Tidak ada sanksi hukum yang melindungi wanita dan laki-laki. Tidak ada hukum yang membuat Jera dan membuat takut, untuk meninggalkan perbuatan dosa. 

"Harus ada penegakan syariah, ada penegakan aturan, hukum yang memberikan perlindungan menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan. Untuk itu, sekarang ini kita harus berdakwah menyampaikan kewajiban ini sambil menjaga diri menjaga kehormatan sampai nanti," pungkasnya. []Binti Muzayyanah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar