Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kenaikan TDL 3000 VA: Benarkah Jadi Solusi?


Topswara.com -- Kado pahit terpaksa harus diterima rakyat baru-baru ini. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan 
tarif dasar listrik atau TDL bagi pelanggan 3.000 Volt Ampere (VA) sepertinya akan segera direalisasi.

Dikutip pada laman m.bisnis.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/5/2022) meminta kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan PT PLN untuk segera menyiapkan tahapan implementasi kebijakan tersebut.

Sri Mulyani menegaskan, tujuan kenaikan ini untuk menutup beban kompensasi dan subsidi dalam anggaran pemerintah. Lalu akan dibayarkan pada PT PLN (Persero) yang menanggung beban biaya mencapai Rp44,1 triliun pada tahun ini (bisnis.com, 20/05/2022). Kebijakan ini diambil dengan alasan untuk berbagi beban atas kesulitan pemerintah.

Ironi, niat baik pemerintah justru disambut dengan kesedihan, terutama pada Industri tekstil dan produk tekstil. Mereka mau tidak mau akan menambah anggaran untuk membayar tagihan TDL di tengah membengkaknya ongkos produksi akibat fluktuasi harga bahan baku global. 

Benarkah ini bisa menjadi solusi di tengah kekalutan ekonomi negeri?

Kenaikan TDL 3000 VA Bukan Solusi

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengkhawatirkan manuver pemerintah ini bakal menambah beban industri tekstil dalam negeri yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.

“Sebetulnya kita harus korek lagi alasan PLN harus menaikkan harga listrik, sampai saat ini PLN belum terbuka kepada pelanggannya, meskipun dalam beberapa kesempatan kita sudah tanyakan berkali-kali,” kata Redma melalui pesan WhatsApp, Kamis (19/5/2022).

Malahan, Redma mengatakan, kenaikan TDL sering tanpa disertai dengan perbaikan pada kualitas layanan. Dalam sebulan, kata dia, rata-rata terjadi lima kali trip dengan rentan waktu lima hingga satu menit. Dia menyesalkan kualitas layanan listrik tidak selalu mengikuti kenaikan TDL. Bahkan pelanggan premium yang harga per kWh-nya jauh di atas pelanggan biasa masih harus mengalami trip,” tuturnya.

Sunggu ironi, ternyata kebijakan pemerintah untuk menaikkan TDL pada kalangan mampu pengguna 3000 VA bukanlah solusi, justru menambah beban terutama pada bisnis atau industri yang terkait, yang nantinya pasti akan menaikkan biaya operasional untuk produksi. 

Alhasil, produk yang dinikmati rakyat menengah ke bawah juga ikutan naik. Kalo sebelumnya bahan pokok yang melambung tinggi harganya, sekarang apa yang tidak mungkin harga pakaian juga akan ikutan naik. Ini hanya dilihat dari industri tekstil saja, belum lainnya.

Berharap berbagi beban justru malah menambah beban. Tidak sampai disitu, ketika harga barang naik maka pasti berpengaruh pada daya beli masyarakat. Masyarakat akan menahan pengeluaran karena pendapatan tidak mengalami penambahan atau justru akan terjadi pemangkasan tenaga kerja karena biaya produksi yang sangat tinggi. Yang bertambah adalah tingkat pengangguran dan masyarakat miskin.

Begitulah watak sistem kapitalis sekulerisme yang tetap dipertahankan di negeri ini. Negara hanya sebagai pedagang yang menjual energi pada rakyatnya. Rakyat harus membeli, bahkan mengemis subsidi untuk dapat menikmati layanan listrik. Inilah jati diri sistem ekonomi kapitalisme, yang dicari hanyalah keuntungan sebesar-besarnya, tanpa memikirkan hati rakyat.

Sistem ini juga yang membebaskan tata kelola listrik, baik dari sumber energi primer maupun layanan listrik. Padahal kedua inilah yang menjadi andil besar sebab mengapa listrik mahal. Bebas kelola sumber energi primer nampak pada disahkannya UU 3 Tahun 2020 sebagai perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang semakin memudahkan penguasaan tambang batubara oleh korporasi. 

Jika pengeloaan diserahkan kepada swasta bukan negara, pasti keberpihakan bukan pada maslahat rakyat. Dalam layanan listrik juga begitu, swasta bebas ikut andil dalam penyediaan layanan listrik.

Sungguh, berbeda sekali dengan sistem Islam. Islam tidak sekedar agama ritual namun islam punya seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan. Dalam Islam, listrik merupakan kepemilikan umum, yaitu masuk dalam kategori api. Umat islam berserikat atasnya. Rasulullah SAW bersabda : "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Karena listrik termasuk kepemilikan umum maka haram hukumnya dikomersilkan. Pengelolaannya dilakukan negera kemudian diperuntukkan seluruhnya untuk rakyat. Negara juga bertanggung jawab setiap individu terpenuhi kebutuhan listriknya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas dengan harga murah bahkan gratis, untuk muslim maupun nonmuslim. MasyaAllah..

Oleh karena itu, mari kita memperjuangkan diterapkan sistem islam kembali yang dicontohkan Baginda Rasulullah saw. Ini adalah bagian dari perintah dan pembuktian ketaatan kita pada Allah. 

Allah SWT berfirman : Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al Baqarah : 208)

Oleh : Rasidah, S.T.
Sahabat Topswara

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar