Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menjadi Ibu Waras dalam Himpitan yang Deras


Topswara.com -- Lagi-lagi kejadian memilukan menghiasi jagad maya. Ramai diberitakan tentang sosok ibu bernama Kanti Utami dari Brebes, Jawa Tengah yang tega ingin membunuh ketiga anaknya. Namun, dua dari tiga anaknya berhasil selamat, sementara anak keduanya meninggal dunia dengan gorokan di bagian leher.

"Saya gak mau anak-anak sakit, hidup susah kayak saya. Saya ingin menyelamatkan anak saya biar gak hidup susah. Cara menyelamatkan mereka ya biar mereka mati." ungkap tersangka dalam jeruji besi di Mapolsek Tonjong Minggu, (pikiran-rakyat.com, 21/03/22)

Kejadian pembunuhan oleh Kanti Utami kepada tiga anaknya, tidak lepas dari himpitan ekonomi dalam sistem Kapitalisme. Kesulitan untuk hidup berakhir pada pembunuhan anak. Anak yang seharusnya mendapat kasih sayang, cinta dan kebutuhan yang cukup dari kedua orang tuanya kini sulit dinikmati masyarakat menengah ke bawah.

Bagaimana tidak, di saat yang sama masyarakat disulitkan dalam mencari rezeki sekadar untuk makan satu keluarga saja sulit, apalagi untuk kebutuhan lain seperti pendidikan maupun kesehatan semua tidak gratis dan semua itu dikeluarkan oleh individu. Itu semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit, alhasil ibu Kanti Utami memilih jalan pintas untuk keluar dari problem kehidupan. Beliau dan ketiga anaknya adalah korban dari keganasan sistem kapitalisme.

Saat ini ibu dipaksa untuk berdamai dengan himpitan ekonomi yang mencengkam. Di tengah kesulitan ibu membeli migor untuk sekadar memenuhi kebutuhan pangan, di saat yang sama di tempat lain seorang ibu, rela mengantri migor murah tanpa lagi ia mengenal lelah, lapar bahkan hausnya dahaga terlewatkan hingga lelah menghampiri dan ajal pun menyapanya semua tak lepas sistem yang zalim.

Ingatkah kisah seorang gadis kecil menangis meminta makan karena rasa lapar yang tidak tertahankan. Sebab sejak pagi belum makan hingga sore hari, sementara sang ibu, janda, terpaksa memasukan batu ke dalam panci untuk menghibur anaknya yang kelaparan.

Pada sore itu Amirul mukminin Umar bin Khattab ra sedang blusukan turun langsung untuk memantau dan mencari, masih adakah rakyatnya yang kelaparan atau tidak makan dalam sehari. Di depan pintu rumah itu Umar bin Khattab ra mendengar tangisan gadis kecil yang kelaparan itu, sementara seorang ibu dari gadis kecil itu di dapur sedang membalik balikan sesuatu yang ada di dalam panci, Umar bin Khattab a.s berkata: “Apa yang anda masak wahai ibu?” Lihatlah sendiri! Jawab ibu itu. 

Ketika Umar bin Khattab ra melihatnya ternyata ibu itu sedang memasak batu untuk Anaknya yang kala itu mau ‘berbuka puasa’. Umar bin Khattab menagis, air matanya terus mengalir bak air bah yang deras keluar, sementara ibu dari anak itu tidak tahu kalau yang ada di depan matanya adalah Amirul Mukminin.
Ibu itu terus memaki-maki Umar bin Khattab sebagai pemimpin yang tidak bertanggung jawab.

Umar bin Khattab terus menangis, Ia kemudian pulang ke Madinah, dan malam itu juga ia memanggul gandum dengan pundaknya sendiri dalam perjalanan yang cukup jauh.

Itulah gambaran masa dimana Islam memimpin. Kisah masyhur Umar bin Khattab sebagai seorang pemimpin di dalam sistem Islam. Seharusnya peduli, khawatir, jika masih ada rakyatnya yang sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup, terlebih kebutuhan pokoknya. Seharusnya pemerintah menjadi pelayan bagi umat, bukan untuk dilayani.

Sayangnya hal demikian tidak akan bisa dirasakan dalam sistem kapitalis-sekuler. Dimana ibu dituntut untuk tetap waras di tengah himpitan yang deras. Saatnya kita bangkit, paham dan bergabung dalam menggali dan mendakwahkan Islam kaffah sebagai ideologi sempurna di dalam kehidupan.

Diriwayatkan dari Abu Gurairah, dari Nabi, Nabi bersabda:
"Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah; dan ia berlaku adil, maka bagi mereka pahala. Tetapi jika mereka memerintahkan selainnya (bukan hal yang baik), maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu." (HR Bukhari, Sahih Bukhari, Jilid 3, halaman1080).
 
Maka di antara tugas penting sebagai jhalifah di dalam sistem Islam adalah memberi jaminan dan keamanan kepada segenap rakyatnya. Baik yang berada di luar negeri maupun dalam negeri.

Pemimpin, khususnya sebagai kepala negara, baik dalam bentuk langsung atau tidak langsung, harus mampu memberikan perlindungan kepada mereka serta dapat mengembalikan hak-haknya bila terjadi ketidakadilan.

Wallahu a'lam bishawab 


Oleh: Lia Haryati, S.Pd.I
(Pemerhati Umat, Praktisi Pendidikan dan Pendakwah Ideologis)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar