Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Keadilan Hanya Ilusi dalam Negeri Demokrasi


Topswara.com -- “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”(HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Dalam hadis tersebut telah jelas bahwa Allah memberikan harga yang sangat tinggi bagi nyawa umat-Nya. Apalagi umat yang bertakwa dan selalu taat akan perintah Allah SWT.  

Laskar Front Pembela Islam yang dapat dikatakan, mereka adalah organisasi yang bergerak di jalan Allah SWT. Dimana seluruh hidupnya didedikasikan penuh untuk tegaknya agama Islam ini. Namun apa yang terjadi saat ini, bertolak belakang dengan apa yang telah Islam ajarkan. Apalagi, negeri kita tercinta ini menganut sistem demokratis kapitalis. Dimana setiap keadilah hanya bertumpu pada mereka yang memiliki wewenang, kekuasaan dan uang. 

Tragedi yang menimpa anggota FPI yang terjadi di tol KM 50 Jakarta-Cikampek pada Desember 2020 kini menemui babak baru. Enam aktivis yang wafat di tangan aparat waktu itu, kini telah terlihat hasilnya. Proses pengadilan yang sangat panjang hingga tahun 2022 menyatakan bahwa, aparat yang menjadi tersangka dapat melenggang bebas tanpa dijatuhi hukuman sama sekali. 

Aparat tersebut adalah Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella. Keduanya dinyatakan tak bersalah lantaran melakukan pembelaan atas kesalahannya karena telah melakukan tindak pembunuhan dan penganiayaan sehingga menyebabkan kematian. 

"Menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan M. Yusmin sebagaimana dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas, menyatakan tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (www.cnnindonesia.com, 18/3/2022).

Dengan hasil yang didapat dari proses pengadilan tersebut maka kini rasa keadilan publik kembali terusik. Kasus besar yang menimpa sejumlah Muslim hingga hilangnya nyama, mendapatkan penanganan yang sangat mengecewakan. Padahal keenam orang tersebut mati tanpa tahu apa yang menjadi kesalahan mereka. Peristiwa tersebut membuat duka lara bagi keluarga korban. Peradilan seperti ini dirasa tak adil bagi korban dan keluarganya namun, mungkin adil di mata sipembunuh. 

Bisa dilihat bahwa keadilan di negeri ini hanya untuk mereka yang memiliki kepentingan untuk keuntungan. Sisanya hanya kemalangan bagi mereka yang tak memberikan apapun. Bahkan bagi kaum Muslim sekalipun yang notabene di negeri ini adalah mayoritas. Tapi, hal tersebut sangat wajar karena memang kaum Muslim di negeri ini tak mengambil Islam sebagai hukumnya. 

Jika Islam adalah tumpuan hidup mereka dan hukumnya adalah nomor satu, maka keadilan pasti dapat tercipta. Karena segala sesuatu pasti harus dihukumi sesuai syariat Islam. Mulai dari pemilihan anggota peradilan hingga pemimpin negeri, semua didapat melalui syariat Islam. Sehingga yang mengelola negeri ini pastilah mereka yang takut akan hukum Allah SWT. Bahkan tak akan ada yang berani merenggut nyawa seorang Muslim tanpa tahu dan terbukti mereka bersalah. Karena memang dalil di dalam Al-Qur’an telah jelas. 

Barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.(Q.S. An-Nisa' : 93).

Banyak kisah yang telah dituliskan dalam sejarah Islam, tentang keadilan hukum yang dibawa olah agama ini. Salah satunya adalah kisah sahabat Umar bin Khatab. Ketika itu ada tiga orang pemuda yang bersengketa. Mereka menginginkan agar salah satu pemuda tersebut dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh ayah mereka. Namun Umar tak langsung menjatuhi hukuman, tapi beliau mendengarkan terlebih dahulu kesaksian pemuda tersebut. Kasus yang di alami oleh pemuda itu adalah kasus yang sebenarnya adalah ketidaksengajaan. 

Karena unta pemuda itu dilempari oleh pemilik tanmanan hingga mengenai kepala sampai mati, kemudian pemuda itu membalasnya sehingga ayah kedua pemuda tersebut mati juga. Jatuhlah hukuman atasnya qisas. Namun, ia ingin hukuman ditangguhkan karena ingin menyelesaikan amanah yang ia emban. Haruslah ada penjamin untuknya, sehingga Salman Al-Farisi tanpa mengenalinya mau menjadi jaminan. 

Tibalah pada hari untuk menjatuhi hukuman, namun pemuda itu tak kunjung datang hingga waktu menujukkan senja. Majulah Salman untuk menerima hukuman atas kesalahan pemuda itu. Dengan tergesa-gesa dan nafas terengah pemuda itu datang, sehingga selamatlah Salman dari qisas tersebut. Umar bertanya kepada pemuda tersebut, bukannya ia dapat kabur dari sanksi yang harus ia terima. 

Pemuda itu berkata, "Supaya jangan sampai ada yang mengatakan di kalangan Muslimin tak ada lagi kesatria tepat janji," kata pemuda itu sambil tersenyum. Mendengar perkataan itu, kemudia dua pemuda yang menuntut pembuhun ayahnya mencabut tuntutannya. Ia tak ingin pemuda itu dihukum, karena terharu atas sikap pemuda pembunuh tersebut yang menepati janjinya. 

Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan. Dimana saksi dan persaksian harus ada pada kedua belah pihak. Sehingga tak timbul iri antara satu dengan yang lainnya, juga ketidak adilan pada masing- masing pihak yang bersengketa.

Maka dengan hukum Islam, seluruh umat yang berada dalam negeri yang menggunakan syariat Islam sebagai tumpuan, mereka akan terjamin kehidupannya, keselamatannya dan keamanannya. Bagi mereka yang berperan sebagi anggota peradilan tak hanya akidah mereka yang terjaga namun sanksi yang berat pasti diberikan pada semua pelanggaran.

Waallahu a'lam bishawab.


Oleh: Deny Rahma 
(Komunitas menulis Setajam Pena)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar