Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hujan, Antara Berkah dan Bencana


Topswara.com -- “Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengar air itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat di panen, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengar air itu negeri yang mati (tandus), seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur)." (TQS. Al-Qaaf: 9-11)

Ayat di atas hanyalah salah satu dari beberapa ayat yang menyatakan bahwa sejatinya hujan adalah berkah, rahmat yang diturunkan Allah SWT kepada makhluknya di bumi. Lalu jika demikian, mengapa hujan terkadang dianggap pembawa masalah?

Penyebab masalahnya bukanlah hujan, namun tindakan manusia yang membuat keseimbangan alam menjadi terganggu. Bisa kita lihat seberapa banyak kerusakan alam terjadi, jumlah pepohonan terus berkurang, efek rumah kaca serta pemanasan global yang terus meningkat, polusi di mana-mana, pembuangan sampah sembarangan, dan lainnya. Air dan udara yang menjadi komponen penting pun tercemar.

Dilansir dari media Indonesia (11 /01/2022), BMKG memprediksi bahwa curah hujan selama 2022 akan lebih tinggi, dan suhu semakin panas. Beberapa daerah akan memperoleh curah hujan bulanan di atas normal, mulai dari Sumatera hingga Papua. Pemerintah dan masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrim.

Ancaman bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, keadaan angin yang tak menentu, genangan di mana-mana, pohon tumbang, jalanan licin, dan lainnya akan terus menghantui wilayah Indonesia di saat musim hujan. Seperti beberapa waktu lalu, banjir menghampiri Banten, Semarang, sebagian Sumatera, serta tanah longsor di Jawa Barat, dan banyak lagi daerah lainnya. 

Dulu, masyarakat yang tinggal berdekatan dengan sungai atau perairan, masih merasa aman-aman saja saat musim hujan terjadi. Namun, sekarang mereka akan merasa was-was akan banjir yang mendera. Begitu juga dengan lokasi-lokasi yang jauh dari sungai, bahkan hujan dengan intensitas ringan saja bisa banjir akibat drainase yang tidak memadai. 

Di perkotaan, banjir menghampiri seluruh lapisan masyarakat dan telah menjadi polemik tak berkesudahan. Warga yang tinggal di dekat kali dan lokasi rendah biasanya terkena dampak duluan, sedangkan warga yang mendiami gedung-gedung tinggi dan mewah terkadang tak merasakan dampaknya.

Selain masalah bencana, sebagian dari kita juga berpikir atau merasakan bahwa hujan menghambat aktivitas, membuat jadi tertunda bahkan seolah-olah musim hujan akan selalu membawa masalah.

Semua yang terjadi adalah peringatan untuk kita. Hujan adalah berkah, dan bencana yang terjadi adalah akibat dari tindakan kita sendiri. Hujan untuk disyukuri dan memohon pertolongan kepada Sang Pemiliknya untuk dihindari dari marabahaya dan dikuatkan dalam menghadapi bencana yang disebabkannya. Hujan tidak lah menghambat aktivitas, kita manusia telah diberikan akal untuk berfikir bagaimana cara menyikapi hujan.

Mungkinkah Masalah Banjir Bisa Diatasi?

Mengatasi banjir tidaklah mudah seperti apa yang dibayangkan, terutama di kota. Tatanan kawasan atau bangunan sudah jadi demikian. Namun, kita masih bisa berupaya untuk meminimalkan atau mengurangi risiko banjir. 

Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya melakukan upaya pencegahan (baik di lingkungan rumah maupun lingkungan tempat tinggal), dengan cara membuang sampah pada tempatnya (bukan ke selokan atau sungai. 

Membuat saluran air dan menjaga kebersihannya, melakukan reboisasi untuk meningkatkan penyerapan air, memperbanyak lahan hijau terbuka untuk daerah perkotaan, atau bisa juga membuat lubang biopori. Membuat bendungan, membuat sumur resapan, tidak membuat bangunan di pinggiran sungai/ kali, serta ikut melestarikan hutan, dan upaya-upaya lainnya.

Langkah-langkah di atas tentu saja tidak akan terwujud tanpa adanya kerja sama antara masyarakat dan pemerintah. Namun sayangnya, kebijakan-kebijakan atau solusi teknis tersebut hanya berlaku sementara bahkan sebagian hanya sekadar wacana saja.

Hal ini jelas berbeda dengan negeri yang menerapkan sistem Islam, seperti ketika daulah Islamiyah masih ada. Negara akan serius dan bersungguh-sungguh untuk mengatasi banjir. Kebijakan yang dikeluarkan telah mencakup segala aspek, secara menyeluruh (sebelum, ketika, pasca banjir).  

Semua dipetakan dan diupayakan semaksimal mungkin. Mulai dari mencari penyebab kenapa bisa banjir di suatu kawasan tertentu, melakukan upaya teknis seperti di atas dalam aksi nyata. Mengedukasi masyarakat tentang wajib menjaga kebersihan, menjaga lingkungan, bersikap tegas terhadap oknum atau kelompok pembalak liar yang merusak hutan demi kepentingan golongannya. Maksimal dalam membantu masyarakat yang terdampak banjir, atau menyediakan pemukiman layak bagi masyarakat agar tidak membuat bangunan di lokasi yang rawan banjir, dan banyak lainnya.

Islam telah menyiapkan berbagai solusi dalam kehidupan, baik dari hal terkecil hingga hal yang terasa sulit sekalipun. Sudah saatnya kita kembali ke sistem Islam, sistem yang menerapkan pedoman hidup Al-Qur’an dan sunah, bisa mengatur, mengayomi, membantu, serta menjaga keamanan masyarakat (menjaga akidah maupun ri’ayah hidup lainnya).

Semoga sikap kita terhadap hujan bukanlah dengan keluhan, tetapi dengan penuh rasa syukur, mempersiapkan segala kebutuhan aktivitas jika hujan datang. Memohon ampunan dan perlindungan Allah, serta sabar dan ikhlas menghadapi bencana jika menghampiri.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Nurfala Ghomi Sari
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar